Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kekerasan antara Palestina dan Israel meningkat.
Israel memutuskan untuk menangguhkan pembangunan permukiman baru.
Perundingan di Yordania belum mengarah pada penyelesaian akar konflik.
Kekerasan di antara masyarakat Palestina dengan tentara dan pemukim Israel meningkat ke skala yang mengkhawatirkan. Otoritas Palestina dan Israel kemudian berunding di Aqaba, Yordania, pada 26 Februari 2023. Pertemuan yang dimediasi Amerika Serikat, Mesir, dan Yordania itu dilakukan dalam upaya menurunkan ketegangan guna menghentikan kekerasan. Namun sejumlah faksi Palestina mengecam partisipasi Otoritas Palestina dalam perundingan itu.
Ibnu Burdah
Guru Besar Kajian Dunia Arab UIN Sunan Kalijaga
Kekerasan di antara rakyat Palestina dengan tentara dan pemukim Israel mengalami eskalasi hebat dalam beberapa waktu terakhir. Jumlah korban, terutama dari pihak Palestina, bertambah secara signifikan akibat operasi Israel yang memakan korban sipil dalam jumlah tak sedikit. Dalam dua bulan terakhir, korban meninggal akibat meluasnya kekerasan sudah lebih dari 70 orang dan sebagian besar adalah warga sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel sangat khawatir keadaan ini akan berkembang menjadi eskalasi perlawanan masif di seantero Palestina, sebagaimana intifadah pertama pada 1987 dan intifadah kedua pada 2000. Intifadah adalah gerakan perlawanan masyarakat Palestina tanpa senjata. Mereka biasanya menggelar demonstrasi besar-besaran dan melempari tentara Israel dengan batu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok Fatah, penguasa "institusi" Otoritas Palestina, juga khawatir situasi keamanan akan semakin tidak terkendali. Dari sudut politik, meningkatnya perlawanan rakyat Palestina melalui jalur jalanan membuat pamor kelompok Fatah menurun drastis. Sebaliknya, hal itu meningkatkan popularitas lawan-lawan politiknya, termasuk yang berada di Gaza.
Kepercayaan terhadap Fatah makin tergerus seiring dengan gagalnya proses perdamaian dalam 30 tahun terakhir. Berbagai perundingan yang melibatkan Otoritas Palestina tidak membuahkan hasil yang berarti. Negara Palestina merdeka seperti makin jauh dari kenyataan.
Negara-negara yang sudah memiliki hubungan resmi dengan Israel dan berada di sekitar Palestina juga didesak untuk mengambil tindakan nyata guna meredakan situasi ini. Itulah semangat pertemuan Aqaba, yang melibatkan Palestina (Fatah), Mesir, Yordania, Israel, dan Amerika Serikat, di Aqaba, Yordania, 26 Februari 2023. Pertemuan yang menghasilkan kesepakatan untuk saling menahan diri itu akan dilanjutkan pada Maret ini di Sharm al Sheikh, Sinai, Mesir. Mungkin para pemimpin itu merujuk pada keberhasilan meredam intifadah kedua melalui pertemuan tingkat tinggi di kota itu pada 2005.
Menurut hasil kesepakatan Aqaba, Israel akan menghentikan pembahasan dan penambahan pembangunan permukiman baru dalam jangka waktu empat bulan, termasuk pembangunan fasilitas-fasilitas pendukungnya. Sebaliknya, pemimpin Otoritas Palestina juga berupaya menurunkan tensi kekerasan di jalanan. Ini juga disertai komitmen menjaga hasil perundingan-perundingan sebelumnya dan kesepakatan lain. Salah satu hasil yang tidak diumumkan tapi bocor ke media adalah pembentukan tim koordinasi keamanan kedua pihak dalam menghadapi situasi ini, yang ada kemungkinan menyasar kelompok-kelompok bersenjata Palestina, baik di Tepi Barat maupun Gaza.
Penghentian pembangunan permukiman Israel di wilayah "Palestina" memang menjadi salah satu solusi yang harus dilakukan. Permukiman inilah yang menjadi salah satu sumber frustrasi rakyat Palestina. Namun penghentian itu hanya berlaku kurang dari enam bulan. Itu pun jika para pemukim benar-benar menaati aturan. Ini bisa menjadi obat penenang sementara, tapi tidak akan mengobati sumber penyakit yang sesungguhnya dalam jangka panjang.
Rakyat Palestina yang aktif di jalanan menyebutkan langkah pemimpin Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, yang mengirim delegasi ke Aqaba adalah pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina. Mereka mengklaim itu sebagai tikaman baru terhadap rakyat Palestina secara keseluruhan. Tentu ini tidak mewakili pendapat seluruh rakyat Palestina. Bisa jadi itu adalah ungkapan frustrasi sekaligus kekecewaan mereka terhadap Otoritas Palestina yang tidak "profesional" dan dikenal selama ini mudah "bocor" dalam mengelola keuangan negara, sehingga kue-kue pembangunan (atau tepatnya bantuan) tidak mewujud sebagai jalan kesejahteraan rakyat.
Keputusan Aqaba itu mungkin hanya akan menyelesaikan masalah sementara. Selain harapan Palestina merdeka yang seperti menguap sebagai fatamorgana sejarah, kehidupan keseharian rakyat Palestina semakin susah. Mereka yang sudah sangat susah karena prosedur keamanan Israel selama ini kini semakin terdesak oleh para pemukim Israel yang makin agresif dari waktu ke waktu. Aliansi garda pemukim, yang sebagian terdiri atas kelompok ultranasionalis dan Yahudi ekstrem, dengan pemerintah Israel secara diam-diam makin merangsek serta menggerus kehidupan rakyat Palestina.
Pelipatgandaan pembangunan permukiman di masa-masa pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu makin menyulitkan kehidupan warga Palestina. Sebagian wilayah yang seharusnya menjadi hak Palestina, baik keamanan maupun administrasi, dan wilayah yang secara administrasi menjadi milik Palestina kini tersekat-sekat oleh fasilitas-fasilitas permukiman-permukiman baru Israel.
Bukan hanya perumahan, sarana yang dibangun juga membuat iri masyarakat Palestina. Para pemukim itu memerlukan jalan eksklusif serta "aman" (al mamar al amin) yang hanya boleh dilalui oleh mereka, dan itu sering kali melintasi wilayah hunian Palestina. Mereka juga membutuhkan dukungan keamanan karena mereka berada di tengah-tengah warga Palestina. Ini ditambah lagi dengan volume air yang semakin habis karena pengambilan air tanah oleh para pemukim baru itu menggunakan teknologi yang lebih canggih.
Terkadang memang terjadi kolaborasi yang saling menguntungkan di antara para pemukim dan penduduk setempat. Namun kebanyakan permukiman Israel menjadi sumber persoalan yang mengimpit kehidupan rakyat Palestina yang memang sudah sangat susah.
Penghentian "protes" disertai kekerasan sebagian rakyat Palestina serta pembalasan "kolektif" tentara dan pemukim Israel terus akan mewarnai perjalanan hubungan kedua pihak jika akar masalah tidak diselesaikan secara menyeluruh. Lingkaran kekerasan jelas menjadi ancaman nyata di depan mata. Karena itu, perbaikan kesejahteraan rakyat Palestina serta proses perdamaian yang serius, sungguh-sungguh, adil, dan komprehensif adalah jalan terbaik menuju dua negara yang hidup berdampingan secara damai. Yang tak kalah penting adalah moderasi pandangan masyarakat Israel, yang jelas sekali makin “hawkish” (senang berperang) dari waktu ke waktu harus menjadi perhatian pemerintah Israel.
Penyelesaian yang hanya sementara dan tidak menyentuh akar persoalan secara menyeluruh, sebagaimana dilakukan selama ini, memang bisa "mengaborsi" kelahiran intifadah ketiga. Ia bisa saja menghindarkan kemungkinan terjadinya akselerasi dan perluasan perlawanan dengan kekerasan secara masif dalam beberapa waktu ke depan. Namun janin serta bayi intifadah akan muncul lagi dan lagi selama akar persoalan tak ditangani secara serius, baik oleh para pemimpin Palestina maupun Israel, serta didukung rakyat kedua pihak serta para pemimpin kawasan dan dunia.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan Anda ke email: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo