Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Akar Kekerasan Seksual di Pesantren

Pencabutan izin bukanlah solusi atas kekerasan seksual di pondok pesantren. Lembaga pendidikan keagamaan harus terbuka terhadap pengawasan masyarakat.

16 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementerian Agama membatalkan pencabutan izin operasi Pondok Pesantren Shiddiqiyyah.

  • Kementerian gagal mendiagnosis akar persoalan kekerasan seksual di pesantren.

  • Kementerian harus segera bertindak untuk melindungi hak-hak anak di sana.

LANGKAH Kementerian Agama mencabut lalu memulihkan izin operasi Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah menunjukkan betapa plinplannya pemerintah. Keputusan itu juga mengindikasikan bahwa Kementerian hanya ingin terlihat sudah bertindak tapi sebenarnya gagal dalam mendiagnosis akar persoalan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesantren di Jombang, Jawa Timur, itu memang jadi sorotan belakangan ini. Polisi mencokok Moch. Subchi Azal Tsani alias Bechi, putra pemilik pesantren, karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap santrinya. Keadaan makin rumit ketika sejumlah santri mencoba mencegah polisi menangkapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kekerasan seksual telah terjadi berulang kali di pesantren. Maret lalu, misalnya, Pengadilan Tinggi Bandung menjatuhkan hukuman mati kepada Herry Wirawan, pemilik Tahfidz Madani Boarding School yang didakwa memerkosa 13 santrinya. Pada bulan yang sama Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Imam Akbar, guru sebuah pesantren di Kabupaten Ogan Ilir yang juga didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap santrinya.

Fakta ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi Kementerian Agama, lembaga yang bertanggung jawab mengawasi lembaga pendidikan keagamaan. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tak cukup mengakui bahwa pengawasan selama ini sebatas pemeriksaan laporan di atas kertas, tanpa pengecekan rutin ke lapangan. Sudah saatnya Kementerian mengevaluasi semua lembaga pendidikan keagamaan dan menerapkan pengawasan rutin secara ketat.

Pangkal masalah di lembaga pendidikan keagamaan adalah sifatnya yang tertutup. Masyarakat, termasuk orang tua siswa, tak mudah memantau kegiatan di dalamnya. Selain itu, anggapan umum di lingkungan pesantren bahwa guru pasti benar dan tak boleh dibantah menciptakan relasi kuasa yang timpang. Sikap “taklid buta” itu membuat para santri dalam posisi tak berdaya dalam relasinya dengan guru dan pengasuh pesantren. Hal inilah yang membuka peluang terjadinya eksploitasi terhadap santri, termasuk kekerasan seksual.

Tak hanya di pesantren, sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa lembaga-lembaga tertutup rentan terhadap tindakan kekerasan. Misalnya Article 39, lembaga independen Inggris yang memperjuangkan hak-hak anak, menemukan 2.479 kasus dugaan pelecehan atau penelantaran anak di sejumlah lembaga tertutup di Inggris selama 2012-2015. Lembaga yang diteliti antara lain rumah yatim-piatu, sekolah berasrama, unit rawat inap kesehatan mental, dan rumah tahanan remaja. Itulah sebabnya lembaga tertutup harus diawasi dengan sangat ketat atau bahkan dihapuskan seperti pada kasus rumah khusus disabilitas di Inggris dan Swedia.

Lembaga pendidikan keagamaan seharusnya bersifat terbuka. Masyarakat sekitar dan orang tua siswa harus punya ruang untuk memantau kegiatan sehari-hari di dalamnya. Keterbukaan seperti itu akan memperkecil ruang terjadinya pelbagai jenis kekerasan, termasuk kejahatan seksual.

Di Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Anak dengan tegas menyatakan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual dan kekerasan di lembaga pendidikan. Kementerian Agama wajib segera bertindak agar lembaga pendidikan keagamaan tak menjadi tempat horor bagi para siswa.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus