Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Bahasa dalam UUD 45

8 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

  • Jos. Daniel Parera

    Saya menghormati dan mengucapkan terima kasih kepada bapak-bapak bangsa yang menyusun UUD 45 dengan bahasa Indonesia yang terpelihara.

    Ketika saya membaca UUD 45 Amandemen saya agak terkejut akan ketakcermatan bahasa Indonesia yang digunakan. Salah satu ketakcermatan yang saya temukan adalah penggunaan akhiran ”nya” yang hanya merujuk ke orang ketiga tunggal secara anaforis.

    Akan saya berikan beberapa catatan awal sebagai ancang-ancang tentang ketakcermatan penggunaan akhiran ”nya” dalam UUD 45 Amandemen.

    Pertama, akhiran ”nya” digunakan sebagai imbuhan pengganti orang ketiga tunggal dalam pelbagai fungsi, kecuali dalam fungsi subjek. Salah kaprah penggunaan akhiran ”nya” sudah lama muncul dalam bahasa lisan. Ketika seseorang bertemu dengan seseorang yang belum dikenal, khususnya anak-anak, orang akan berucap ”Siapa namanya?” Ibu guru pun sering bertanya ”Mana bukunya?” Tentu saja penggunaan ”nya” dalam kalimat-kalimat tersebut tidak cermat. Seharusnya ”Siapa namamu?” dan ”Di mana bukumu atau buku kamu?”

    Catatan kedua ialah salah kaprah bentuk sedapat-dapatnya, sekuat-kuatnya, dan sejenisnya. Akhiran ”nya” di sini pun merujuk kepada orang ketiga tunggal. Akan tetapi, pemakai bahasa sering mengatakan sebagai berikut: (1) Akan saya usahakan sedapat-dapatnya. Atau (2) Tolong, tarik sekuat-kuatnya!

    Secara cermat harus dikatakan ”Akan saya usahakan sedapat-dapat saya” dan ”Tolong, tarik sekuat-kuatmu atau sekuat-kuat kamu!” Oleh karena itu, terdapat ungkapan ”semau saya/gua, semaumu atau kamu, dan semau dia”.

    Catatan ketiga yang ingin saya tunjukkan ialah kesalahan atau ketakcermatan penggunaan ”nya” sebagai pengganti orang ketiga tunggal masuk ke dalam bahasa resmi, apalagi bahasa Undang-Undang Dasar 45 dengan Amandemen (UUD 45 Amandemen). Penggunaan ”nya” dalam UUD 45 Amandemen tersebar dalam pelbagai pasal dan ayat UUD 45 Amandemen. Akan tetapi, cukup banyak penggunaan ”nya” yang tidak cermat alias tidak tepat.

    Saya kutip beberapa contoh untuk tulisan ini.

    UUD 45 Amandemen Bab III Pasal 9 berbunyi sebagai berikut.

    Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh….

    Bentuk ”nya” dalam ”jabatannya” merujuk kepada Presiden dan Wakil Presiden. Jadi, persona ketiga jamak. Seharusnya kalimat pasal 9 tersebut berbunyi ”Sebelum memangku jabatan mereka, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah…” atau ”Sebelum memangku jabatan, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah….”

    UUD 45 Amandemen Bab VI Pasal 18-B ayat 2 berbunyi sebagai berikut.

    Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat….

    Bentuk ”nya” dalam kata ”tradisionalnya” merujuk kepada ”kesatuan-kesatuan masyarakat...”. Jadi, jamak. Oleh karena itu, kalimat UUD 45 Amandemen Bab VI Pasal 18-B ayat 2 seharusnya berbunyi ”Negara mengakui dan menghormat kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional mereka sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat….”

    UUD 45 Amandemen Bab X Pasal 27 ayat 1 berbunyi sebagai berikut.

    Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

    Bentuk ”nya” dalam kata ”kedudukannya” merujuk kepada ”segala” yang tentu saja jamak. Jadi, seharusnya kalimat itu berbunyi ”Segala warga negara bersamaan kedudukan mereka….” Bentuk ”nya” dalam ”tidak ada kecualinya” tidak merujuk kepada sesuatu di depan. Jadi, seharusnya kalimat itu berbunyi ”... dengan tidak ada kecuali” atau ”tanpa kecuali”.

    UUD 45 Amandemen Bab XII Pasal 30 ayat 5 berbunyi sebagai berikut.

    Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara….

    Bentuk ”nya” dalam kata ”tugasnya” tentu saja merujuk kepada ”Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Jadi, jamak. Oleh karena itu, kalimat ayat tersebut seharusnya berbunyi ”... hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas mereka, syarat-syarat….”

    Sayang sekali. Kesalahan dan ketakcermatan penggunaan imbuhan ”nya” sebagai pengganti orang ketiga tunggal telah masuk ke dalam bahasa Undang-Undang Dasar 45 Amandemen. Saya berharap agar dalam penyempurnaan alias amandemen UUD 45 aspek bahasa sebagai sarana berpikir perlu mendapatkan perhatian.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus