Terima kasih atas ''imbangan'' Saudara I. Sartika (TEMPO, 23 Oktober, Komentar) terhadap pendapat saya tentang demokrasi di Indonesia. Bila saya katakan, di Indonesia demokrasi Barat (menurut Kartika: demokrasi liberal) tak bisa diterapkan, itu adalah kenyataan. Sebab, demokrasi macam ini di tanah air kita selalu menimbulkan kekacauan dan kericuhan yang dapat membahayakan esistensi negara kita. Itu bukan disebabkan oleh demokrasi Barat itu terlalu banyak dibanting ke kanan atau ke kiri, tapi karena perilaku kita sangat berbeda dengan perilaku bangsa Barat. Di Eropa, misalnya, seseorang dapat dengan bebas menyalahkan orang lain atau mengritiknya di depan umum. Cara semacam ini tak dapat kita lakukan di Indonesia. Sebab, norma-norma kita tidak mengizinkannya. Tudingan yang ''terlalu'' langsung atau kritik yang vokal dapat dianggap menyinggung perasaan, sering menimbulkan reaksi berlebihan, dan bisa menggeser persoalannya ke proporsi yang tak wajar. Tentu saja di Indonesia ada juga peluang untuk kritik dan beda pendapat. Sebab, tanpa ini, tak ada satu masyarakat pun yang mampu hidup dengan lestari. Cuma cara pengungkapannya yang berbeda. Di negeri kita, hal itu umumnya ditangani secara intern dalam suasana kekeluargaan yang tidak konfrontatif. Karena itu pula makna kekeluargaan ini ditulis dengan huruf tebal dalam dasar ketatanegaraan kita. Dalam sidang-sidang pun suatu keputusan tak langsung diambil dengan pemungutan suara, tapi selalu diusahakan secara musyawarah. Tanah air kita secara geografis, etnis, dan kultural merupakan untaian mutiara yang sangat halus dan peka. Keutuhannya tak bisa ditawar-tawar. Karena itu, haruslah kita jaga bersama dengan hati-hati, dan jangan digunakan sekadar bahan eksperimen demi ''demokrasi''. ADI SOEBJANTOLudwigsburger Str. 10 71701 Schwieberdingen Rep. Fed. Jerman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini