Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAWA Barat seperti bersiap menghadapi festival film. Baliho, spanduk, dan poster selebritas bertebaran di provinsi berpenduduk terbanyak di Indonesia itu. Padahal pemilihan kepala daerah, "festival" sesungguhnya pada Februari tahun depan, sama sekali tak ada urusannya dengan film. Toh semua partai politik berlomba menyorongkan pesohor asal layar lebar.
Ahmad Heryawan, sang inkumben, menggandeng Deddy Mizwar, pemeran utama film Nagabonar (2007). Dede Yusuf, wakil gubernur 2008-2013, merupakan aktor film lawas Catatan si Boy (1987). Artis film Berbagi Suami (2006), Rieke Diah Pitaloka, calon dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menggandeng aktivis antikorupsi Teten Masduki.
Pertimbangan partai politik mengarak bintang film mudah ditebak. Selama ini hasil survei menjadi "dewa" dalam kontes politik itu. Dengan memasang bintang film, partai politik tak perlu terlalu berkeringat untuk melambungkan popularitas kandidatnya, yang butuh kerja berat dan dana besar. Rakyat sudah mengenal aktor dunia hiburan itu, kendati bukan tak mungkin buta akan kiprah politik mereka. Agaknya "resep" ini juga dipakai Ahmad Heryawan, yang hampir lima tahun terakhir memimpin Jawa Barat. Ia merekrut Deddy Mizwar sebagai calon wakil gubernur.
Sebenarnya, masalah utama Jawa Barat bukanlah kekurangan pemain film, melainkan korupsi dan kemiskinan serta retaknya kerukunan beragama. Penduduk yang masuk golongan miskin sekitar 4,5 juta orang atau 10,09 persen, lebih buruk ketimbang Bangka-Belitung, Banten, atau Maluku Utara. Di provinsi itu juga kerap terjadi kekerasan terhadap umat beragama. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, pada empat bulan pertama tahun ini, tercatat sembilan kasus alias tertinggi di seluruh Indonesia.
Yang paling memprihatinkan adalah korupsi. Data Indonesia Corruption Watch tahun ini menunjukkan setidaknya terdapat 13 perkara yang membawa pejabat pemerintah Jawa Barat ke pengadilan. Adapun Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mencatat 363 kasus yang merugikan keuangan negara Rp 32,5 miliar—mengutip rilis Badan Pemeriksa Keuangan pada awal tahun ini.
Saking banyaknya birokrat daerah itu dimejahijaukan, barangkali tontonan pejabat di pengadilan sudah bersaing dengan sinetron. Tiga pejabat diberhentikan setelah menjadi terdakwa kasus korupsi: Bupati Subang Eep Hidayat, Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad, dan Wakil Wali Kota Bogor Achmad Ru’yat. Ada juga Bupati Garut Agus Supriadi yang dihukum sepuluh tahun penjara karena korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2004-2007. Bupati Bandung Barat, Abubakar, pada 2009 menjadi tersangka kasus anggaran belanja bagi hasil. Wakil Bupati Ciamis, Dedi Sobandi, pada 2005 divonis dua tahun enam bulan akibat kasus korupsi anggaran Dewan. Bahkan Danni Setiawan, gubernur sebelum Ahmad Heryawan, juga menghuni sel penjara karena korupsi dana pemadam kebakaran.
Jalan pintas merebut pilihan rakyat lewat selebritas ini akan bermakna bila sang kandidat punya kompetensi cukup untuk menjawab masalah Jawa Barat itu. Sayangnya, kemampuan itulah yang belum terlihat pada semua sosok dunia gemerlap tadi. Jika salah satu dari mereka kelak terpilih—tentu karena popularitas—bukan berarti kesempatan memperbaiki Jawa Barat sirna. Semangat dan kesungguhan boleh jadi akan menutupi kompetensi yang minus. Tapi, dari pemilihan kepala daerah Jawa Barat yang menghabiskan Rp 1 triliun itu, kita mestinya tahu bahwa proses demokrasi ini belum bisa dibilang sehat.
berita terkait di halaman 34
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo