ADA seorang ahli sejarah yang mengatakan bahwa ekonomi tumbuh karena kapitalisme mekar, dan kapitalisme mekar karena satu alat yang menakjubkan: pembukuan dengan dua jalur. Setidaknya semenjak abad ke-13, para saudagar di Eropa sudah mulai mencatat transaksi mereka. Caranya sederhana saja. Kata seorang juru pemegang buku dari perusahaan milik Keluarga Fugger yang tersohor di abad ke-16: para saudagar itu cukup "mencatat urusannya di atas sehelai kertas dan menempelkannya ke tembok". Tapi sebenarnya sejak tahun 1494, seorang biarawan Fransiskan dari Italia, bernama Luca Pacioli, telah memaparkan suatu cara yang lebih tertib dan lebih bermanfaat. Dalam satu risalah tentang ilmu hitung dan geometri, Pacioli menyebut dua cara pencatatan. Yang pertama ialah dengan cara Manuale atau Geornale: tiap transaksi direkam dalam semacam jurnal, menurut urutan waktu. Yang kedua ialah Quaderno: tiap penghitungan dicatat dua kali, dengan dua jalur. Cara terakhir ini sesuatu yang baru. Ia bisa memungkinkan si saudagar tahu persis jumlah kekayaan dan jumlah utangnya setiap waktu - dan selalu awas: jika dua jalur itu tak berimbang, berarti ada kesalahan yang terjadi. Bahwa cara yang dikemukakan Pacioli itu sangat menggampangkan kerja - mungkin seperti komputer di zaman kita - rasanya tak perlu diragukan. Tapi inikah yang menyebabkan kapitalisme jadl sehat, dan ekonomi tumbuh sejak dulu di Eropa? Pasti, kata Werner Sombart. "Sama sekali mustahil," tulisnya dalam risalahnya tentang kapitalisme yang terbit tahun 1928, "membayangkan kapitalisme tanpa pembukuan dua jalur keduanya ibarat bentuk dan isi." Bahkan menurut Sombart, partita doppia, atau cara pembukuan dua jalur itu, lahir dari semangat yang sama seperti sistem Galileo dan Newton. Seorang sejarawan lain bahkan menyebut Biarawan Pacioli setaraf dengan Kopernikus dan Columbus. Yang tak teramat meyakinkan dari Sombart ialah bahwa ternyata bukan Pacioli yang menemukan partita doppia, dan lebih pentimg lagi - ternyata bukan cuma ltu kunci sukses sebuah bisnis. Sejarawan Fernand Braudel, misalnya, membuktikan bahwa VOC - yang beroperasi di Indonesia sejak 1602 - bahkan tak menggunakan cara pembukuan itu. Akunting, tampaknya, bukan segala-galanya. Yang hendak ditunjukkan Sombart agaknya memang bukan keunggulan sistem akunting itu sendiri. Ia lebih banyak ingin berbicara tentang sikap "rasional" dalam pertumbuhan ekonomi yang dibawa oleh kapitalisme. Dan bagaimanapun juga, seperti diakui juga oleh Karl Marx, sistem kapitalis, dalam masanya, membawa suatu tahap perkembangan, yang tanpa disertai paksaan dan pemonopolian previlese oleh salah satu kelas dl masyarakat. Tapi benarkah sikap "rasional" itu cuma sikap yang hadir bersama suatu babakan sejarah ekonomi, dengan sistem kapitalisnya? Orang boleh ragu. Di masa sebelum kapitalisme modern lahlr, bahkan para petanl mlskin tahu bagaimana mengatur hidup mereka tanpa cara yang awut-awutan. Mereka tahu betapa berbahayanya mengambil risiko, pada saat mereka terjepit - satu hal yang kadang-kadang secara nekat tak disadari oleh kaum entrepreneur di kantor-kantor mengkilap. Maka, jika ada kelebihan sistem pembukuan yang diedarkan oleh Luca Pacioli, itu agaknya terletak dalam ' kecepatan dan keakuratan informasi yang tampil. Kemudian, soalnya ialah bagaimana sang saudagar, sehabis mengetahui besarnya aset dan besarnya utang, mengelola hartanya. Dengan kata lain, informasilah mungkin salah satu kekuatan yang menyebabkan ekonomi tumbuh begitu pesat di Eropa sejak dulu. Efektlvitas informasi ini berlangsung, karena harga nun di sana harus diketahui sejak dari sini sebelum barang dikirim, dan barang apa yang ada harus dicatat sebelum kapal berangkat. Mungkin di suatu negeri ada perang, mungkin pula raja digantl dan orang-orang kaya tertentu - para calon pembeli - punah. Semuanya tak boleh luput. Tak heran bila 400 tahun yang lalu itu perusahaan Fugger menghimpun berita-berita dari luar dalam Fugger Zeitungen semacam surat berita berkala. Dan ketika di tahun 1779 orang panik di Amsterdam, mendengar armada Prancis memasuki Selat Inggris, para saudagar Belanda pun tak ayal menyewa kapal-kapal ringan yang ccpat untuk kesana. Tentu, informasi yang cepat seperti itu pada gilirannya memerlukan dana. Juga, keleluasaan. Keleluasaan itu, pada gilirannya, memerlukan sejenis teknologi dan hubungan sosial yang memungkinkan. Dalam sejarah Cina, sebelum teknologi cetak dikenal agaknya informasi hanya bisa beredar secara akurat di kalangan para mandarin. Tapi, mereka ini, yang hidup sebagai para birokrat yang menentukan hitam putihnya kelas-kelas lain, bagaikan balairung yang tertutup. Kita belum tahu benar sejauh mana pengetahuan yang berlingkar di kalangan sendiri itu merupakan pangkal macetnya pertumbuhan ekonomi di Cina - sampai sekarang. Goenawan Mohamad
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini