Bertolak dari tulisan Saudara Eri (TEMPO, 29 September) yang menghalalkan bunga bank, tergeraklah hati ini untuk membahas, mempelajari, dan menanyakan hukum bunga bank berdasarkan ajaran agama Islam. Adalah kelemahan umat muslim sekarang, yaitu selalu memperdebatkan dan mempersoalkan yang sebenarnya sudah jelas dan sudah pantas diketahui umat muslim itu sendiri. Kebanyakan mereka berpusat kepada hubungan manusia dengan Allah swt. sedangkan hubungan antara muslim itu sendiri dan hubungan dengan lingkungannya jarang diperhatikan. Akhirnya langkah lain yang harus kita perjuangkan menjadi terlupakan. Zaman keemasan, kejayaan Islam tinggal sejarah, kita tertinggal dari yang lainnya. Orang Eropa maju karena mereka meninggalkan agama dan gerejanya, sedangkan umat Islam mundur karena meninggalkan agamanya. Karena itu, saya harap, tidak lagi ada keragu-raguan bagi saudara-saudaraku, baik sekarang ataupun generasi penerus kita, mengenai hukumnya bunga bank tersebut. Riba mempunyai arti: 1. Dalam kamus Dunia Islam adalah bunga uang atau mengambil bunga. 2. Menurut orang Palestina, Mesir, dan lain-lain, jika ada kelebihan jumlah uang dari jumlah asal, tanpa adanya pertukaran barang di dalamnya, maka kelebihan uang tersebut termasuk salah satu riba. Menjual barang berlipat ganda dari harga sebenarnya itu pun termasuk salah satu riba. Berikut ini saya salin pendapat ulama muslim dan non-muslim mengenai riba (bunga bank): 1. Dari "der Koran" (Al Quran) terbitan non-muslim, Perpustakaan Jerman, diterangkan larangan bunga bank bagi umat Islam. 2. Dari "der Koran" (Al Quran) terbitan non-muslim, Muenchen disebutkan: hindarilah bunga bank (riba) meskipun memberikan keuntungan yang banyak. 3. Dari "Lexikon der Islamischen Welt" (Kamus dunia Islam) terbitan non-muslim, disebutkan larangan pengambilan bunga bank. 4. Dari "der Islam" (Islam) terbitan muslim, Paris, diterangkan bahwa di dalam bank Islam, keuntungan dan kerugian menjadi risiko kedua belah pihak (si penyimpan dan bank), begitu pula keuntungan dan kerugiannya tersebut dibagi secara rata (adil). 5. Dari terjemahan "Fatwa-fatwa" karangan S. Mahmoud Sjaltout (ulama muslim) disebutkan bunga dari tabungan pos adalah halal sedangkan bunga utang (bunga pinjaman bank) diharamkan karena bisa mengena Surat 3 ayat 130. Almarhum menerangkan saham dibolehkan karena saham ada ruginya. Selain itu, masih banyak yang menerangkan diharamkannya bunga bank bagi umat muslim. Menurut fatwa dari S.M. Sjaltout (saya tak tahu pasti apakah terjemahannya sesuai dengan aslinya), hanya bunga yang menjurus ke yang berlipat ganda yang dilarang. Mungkin beliau atau Saudara Eri lupa bahwa bunga bank, dalam jangka sekian tahun, bisa berlipat ganda. Kalau beliau dan Saudara Eri menafsirkan Surat 3 ayat 130 riba yang berlipat ganda saja yang diharamkan, dan karena itu Saudara menghalalkan bunga bank, maka secara prinsip ekonomi saja, itu tidak sesuai. Kalau Saudara perhatikan utang luar negeri membengkak, itu diakibatkan oleh bunganya yang berbunga lagi. Non-muslim saja tidak berani menghalalkan yang memang sudah haram di Al Quran. Riba tetap riba, judi tetap judi, korupsi tetap korupsi walaupun tujuannya baik tetapi dosanya lebih besar daripada tujuannya. Kan tidak ada korupsi Rp 5.000 dihalalkan. Perlu kita ketahui juga bahwa riba berasal dari kebiasaan orang Yahudi. Bagaimana kita menggunakan uang kita supaya berfungsi membangun bangsa dan halal, silakan Saudara tanyakan pada bank-bank Islam atau pada kami. ACEP HERIANTO (Mahasiswa Mesin) Islamischer Studentenverein an der Technische Hochschule Darmstadt (Persatuan Mahasiswa Muslim di THD) Stiftstr. 14 W. 6100 Darmstadt Germany
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini