Holiganisme kelihatannya sudah melanda pencandu bola di Indonesia. Berapa bulan yang lalu, kita dikejutkan oleh ulah suporter Persebaya. Karena kesebelasan favoritnya kalah di Senayan, mereka membuat onar di sepanjang jalan menuju ke Surabaya. Penduduk yang sedang bekerja di sawah, mereka lempari dengan batu. Makanan dan minuman tidak dibayar. Bahkan hampir setiap stasiun yang mereka lewati dirusakkan dengan brutal. Minggu, 25 November 1990 lalu, kembali kita dikejutkan oleh kebrutalan suporter Persib. Karena mereka kecewa terhadap keputusan wasit, Senayan nyaris terbakar. Puluhan mobil dirusakkan, bahkan mereka membakar mobil milik PSSI. Tribun VIP serta puluhan kursi tidak lupa mereka bakar. Sebenarnya, apa yang mereka inginkan? Dalam setiap permainan, menang atau kalah adalah soal biasa. Di atas kertas, mereka boleh berharap Persib akan mempecundangi Pelita Jaya. Namun, siapa yang menduga Kamerun dapat mengalahkan Argentina? Saya jadi teringat pada "lae" saya yang tinggal di Jakarta. Dia pengemar berat sepak bola. Apalagi kalau kesebelasan favoritnya, PSMS, main di Senayan, ia pasti hadir. Dengan sepuas hati, ia berteriak-teriak, memaki-maki dalam dialek daerahnya, sampai pertandingan selesai. Dia pun pulang dengan suatu kepuasan atau dengan sedikit kecewa. Itu tergantung siapa yang menang. Hanya sampai di situ. Mengenai holiganisme tadi, sebelum merebak ke daerah lain, sebaiknya pihak-pihak yang terkait pada suatu pertandingan dapat mencegah sedini mungkin. Sebab mode yang amoral ini, jelas, tidak cocok ditiru suporter kita. EDDY RASYID d/a PDAM Tirta Peusada Jalan Minuran Bukit Rata Kualasimpang - Aceh Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini