Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Business cabinet

Komposisi kabinet pembangunan v disebut kabinet bisnis. Bussiness kabinet artinya kabinet yang menitikberatkan kerja dan mengatasi masalah. Para anggotanya adalah orang-orang yang banyak bekerja.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENENGOK komposisi Kabinet Pembangunan V, komentar orang dengan cepat menyebut ini kabinet bisnis. Business Cabinet. Artinya, kabinet yang menitikberatkan kerja dan mengatasi masalah. Seperti ungkapan, back to business. Rupanya, setelah menyaksikan gegap-gempita sidang umum MPR, orang dibawa ke alam permasalahan pemerintahan yang sesungguhnya. Rakyat diajak meninggalkan sisa-sisa ketegangan, olah saraf dan sport politik. Seolah kita semua diingatkan, tantangan kerja masih terbentang luas. Dan Presiden tidak main-main menanganinya. Memang. Ciri umum anggota kabinet baru ini adalah orang-orang yang banyak sekali bekerja, hampir tidak pernah terdengar bicaranya. Khususnya tenaga-tenaga baru, baik dari kalangan teknokrat maupun politisi. Mereka bukanlah orang yang berkibar-kibar. Tengoklah pekerja ulet dan tekun seperti Saadillah Mursjid. Atau intelektual rendah hati, pendiam tetapi sangat ramah dan cekatan, Soedradjad Djiwandono. Atau Menteri Pertanian Wardoyo dan Menteri PU Radinal Mochtar yang sumeh, tekun tetapi juga sangat jujur menilai hasil kerja sendiri. Dari kalangan politisi pun kita ketemu Bang Akbar Tanjung dan Sukarton yang simpatik, pendiam tetapi sangat tekun dan terampil mengerjakan bagian tugas yang dibebankan padanya. Sarwono Kusumaatmadja dan Cosmas Batubara sudah beberapa lama memesonakan pengamat, karena kelincahan dan kecerdikan serta wit yang selalu ditampilkannya. Yang paling saya kagumi adalah Menteri Kesehatan, dr. Mas Adhyatma. Kalau ada orang Jawa yang memenuhi segala deskripsi yang diidealisasikan dalam ajaran budi pekerti Jawa yang utuh, Pak Adyatma-lah orangnya. Sederhana, jujur, sangat santun pembawaannya kepada siapa saja tapi tidak pernah silau gebyar apa pun. Pemahamannya tentang konsep kesehatan masyarakat tidak ada duanya di Indonesia. Melesetlah dugaan sementara orang yang merisaukan leverage kalangan teknokrat akan surut. Mereka keliru menafsirkan ramainya sidang umum MPR dan kegerahan politik setelah pemilu dan menjelang sidang umum MPR. Seolah diliputi obsesi pergeseran imbangan kekuatan semata-mata. Memang lapis pertama teknokrat sudah habis dari kedudukan resmi dalam kabinet, setelah Widjojo dan Ali Wardhana meneruskan tongkat estafetnya kepada lapis kedua dan ketiga, bahkan keempat saat ini. Tetapi tidak berarti perhatian dan keterlibatan mereka surut. Perhatikan berita tentang kehadiran Widjojo dan Ali Wardhana serta suasana serah terima menteri-menteri di lingkungan ekuin yang jauh dari hura-hura. Bahkan ditandai dengan tumpukan catatan lepas tugas dan tutup mulut. Hal itu mengisyaratkan adanya sikap serius dan sungguh-sungguh dalam membagi tugas antara timnya. Seolah mereka mau bilang kepada kita, we mean business! Yang menjadi taruhan adalah, apakah David-David di kabinet ini akan mampu menghadapi Goliath Pintu Kecil, Pasar Baru, dunia perbankan swasta, lembaga keuangan, industri otomotif, dan gurita bisnis lainnya. Di bidang politik dan keamanan pun kita melihat wajah-wajah baru yang senapas dengan kesungguhan menteri-menteri ekuin. Menteri Luar Negeri Ali Alatas misalnya, is the man di bidang diplomasi. Pemeo di Deplu, kabarnya, pos yang paling berat dalam tugas diplomatik adalah tugas menggantikan Ali Alatas. Karena mesti dibayangi oleh sukses yang ditinggalkan diplomat karier yang cermat tetapi bisa dengan santai dan lugas membawakan masalah serius apa saja. Rudini menjadi menteri dalam negeri, orang tidak berdecah. Karena dalam karier militernya, dia tercatat bisa mengerjakan apa saja dengan sarana apa adanya dan kondisi nyata yang dihadapi. Barangkali kalau ada yang merisaukan, mungkin hanyalah apa menteri dalam negeri yang baru ini bisa pidato. Karena di masa lalu, menteri dalam negeri mesti banyak pidato. Padahal, ia sangat dikenal sangat sedikit bicara, banyak kerjanya. Meleset pula dugaan para ahli bahwa Kabinet Pembangunan V akan diwarnai dengan perhatian yang mencolok pada penciptaan lapangan kerja, ekonomi rakyat kecil, dan koperasi. Anggapan itu didasarkan pada pidato-pidato Presiden menjelang akhir periode Kabinet Pembangunan IV. Walaupun pernyataan Gubernur Bank Sentral tetap menjanjikan perhatian pada ketenagakerjaan. Ternyata, tim ekuin yang disusun Presiden mencerminkan perhatian yang besar pada keterampilan rekayasa keuangan atau financial engineering. Perhatikan, misalnya, masuknya Adrianus Mooy, pekerja tekun luar biasa di bidang moneter di Bappenas sebelumnya, yang lebih menguasai formula ekonometri daripada neraca laba rugi, menjadi Gubernur Bank Sentral. Sebaliknya, Arifin Siregar yang bankir tulen justru ditugasi mengejar target ekspor, menjadi menteri yang memimpin Departemen Perdagangan. Departemen Keuangan dipegang oleh menteri senior, Sumarlin sendiri. Sementara itu, Ginandjar Kartasasmita ditugasi di Departemen Pertambangan dan Energi dan mungkin diharap memperkukuh peluang pemasaran minyak dan gas bumi melalui koneksi Jepangnya. Tampaknya, tantangan jangka pendek yang serius dan perlu memperoleh perhatian pemerintah secara saksama adalah tetap perkara menyehatkan neraca pembayaran, mengelola pinjaman dan pengembaliannya, serta menjaga agar kebutuhan dana untuk kelangsungan pembangunan dapat diamankan. Dugaan saya, hal tersebut perlu diimbangi dengan merampingkan anggaran pemerintah, meninjau kembali proyek-proyek gajah putih dan mengurangi belanja untuk membeli tepuk tangan. Apa ada regenarasi? Tentu saja. Lihatlah menteri-menteri ekuin tadi. Bukan hanya umurnya yang muda-muda tetapi juga generasi "sekolah"-nya menunjukkan angkatan yang sudah jauh di bawah mentornya. Begitu juga generasi politisi, semuanya adalah eksponen purnakino-kino dalam Golkar. Bagi yang jeli memperhatikan, juga semor ABRI dari generasi Presiden Soeharto dalam perjuangan Orde Baru seperti Alamsyah dan Surono sudah tidak lagi duduk sebagai anggota kabinet. Tentu masih ada Soepardjo Rustam, Sudomo, dan Soesilo Soedarman tetapi mereka lebih tepat disebut generasi sepupu, dalam konotasi politik. Sebagai warga negara yang menaruh perhatian pada soal kenegaraan, saya tidak bisa menyembunyikan keinginan dan harapan, untuk melihat serunya permainan Business Cabinet ini. Sebagai penggemar tontonan, di samping yang seru-seru tegang dan serius, kepingin pula saya menyaksikan sisi yang ringan, santai, dan penuh human interest. Karena itu, mohon maaf bila di antara kehebatan dan kesungguhan itu, saya masih mencari di mana dipasang Bagongnya atau kapan keluar Buto Terongnya. Wayang sekotak mestinya ya bukan Gatutkaca semua. Selamat bekerja dan sukses.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus