Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Berita Tempo Plus

Da'wah meriah penuh hikmah

Da'wah islam di indonesia berkembang dgn meriah, karena pelaku da'wah mulai dari kiai, artis hingga menteri. dan tetap penuh hikmah. islam adalah agama yang lurus, praktis dan pesan ilahinya jelas.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Da'wah meriah penuh hikmah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
"DA'WAH yang meriah, namun tetap penuh hikmah," begitu barangkali gambaran dalam satu kalimat perkembangan da'wah Islam di tanah air sekarang ini. Meriah, karena pelaku da'wah itu merambah ke kelompok-kelompok yang beberapa tahun yang lalu tidak terbayang: para artis, seniman, cendekiawan, pejabat, militer, dan menteri. Dan tetap penuh hikmah, karena meskipun para pelakunya, kata seorang kiai beberapa waktu yang lalu, ada yang dari kalangan kaum "tontonan", bukan kaum "tuntunan" seperti sang kiai, namun nyatanya da'wah kaum celebrity berhasil menarik perhatian besar masyarakat, dan dapat diharap bahwa pesan-pesan sucinya juga menembus sukma-sukma yang peka. Dapatkah gejala menarik itu diterangkan dengan kerangka analisa tertentu? Seorang ilmuwan sosial yang bersemangat barangkali akan meloncat, dan mulailah ia, kadang-kadang disertai pretensi yang mengkhawatirkan, menerangkan gejala itu dari sudut disiplinnya. Tetapi mereka yang lebih tawadlu' mungkin akan surut sedikit ke belakang, lalu segan menerangkan, atau menerangkan sedikit saja, karena tidak semua variablenya dapat diketahui. Barangkali itulah sikap ilmiah yang realistis berkenaan dengan gejala yang menyangkut tingkah laku keagamaan, yang jelas dari sudut mana pun diakui kompleksitasnya. Para ilmuwan sosial Amerika ahli Iran seperti Marvin Zonis, misalnya, dibuat jera untuk membuat ramalan-ramalan lebih lanjut tentang negeri Persi itu, karena Syah yang Shahinshah (Raja Diraja) dan Aryamehr (Cahaya Bangsa Arya) ternyata terjungkal hanya karena tudingan jari telunjuk seorang mullah berjubah yang di negerinya sendiri tidak pernah merasa betah. Lalu bagaimana? Jika kita, seperti biasanya, senang dengan unsur kejutan, maka ada beberapa pernyataan kejutan yang boleh kita rujuk di sini. Mendiang Dr. T.B. Simatupang, dalam makalahnya di sebuah pertemuan oleh Dewan Gerejagereja Sedunia di Kenya pada 1979, mengatakan bahwa sekitar 70 tahun yang lalu pemikiran di Barat, termasuk (dan terutama) di kalangan para penginjil Kristen, meramalkan bahwa Islam akan segera musnah dari muka bumi karena tidak cocok dengan zaman modern. Tapi, katanya lebih lanjut, gejala pemikiran di Barat akhir-akhir ini justru cenderung sebaliknya: Islam diramalkan akan mengalami kemajuan luar biasa, dan menentukan nasib umat manusia. Rujukan Simatupang didukung oleh deretan para otoritas besar di berbagai bidang kajian ilmiah. Dulu, dan masih ada sampai sekarang, stereotip orang Barat tentang kaum Muslim ialah: pasukan serdadu Arab fanatik yang memegang Qur'an di tangan kiri dan pedang terhunus di tangan kanan. Tapi tidak kurang dari seorang orientalis Bernard Lewis yang membantahnya: "Stereotip itu tidak saja keliru, tapi juga mustahil. Keliru, karena kaum Muslim Arab tidak pernah memaksa siapa pun, kecuali kaum musyrik, untuk masuk Islam. Mustahil, karena tabu bagi orang Islam mengangkat Kitab Sucinya dengan tangan kiri, sebab berarti menghina. Dan jika dibalik, tentu lebih mustahil lagi, karena berarti pasukan Islam dulu terdiri dari prajurit yang semuanya lefthanded (kidal)," kata Lewis dalam bukunya, The Jews of Islam. Sejarawan Eropa terkenal, Gibbon, menyebut Nabi Muhammad sebagai pemalsu. Ia menerangkan mengapa Islam dahulu berkembang, yaitu melalui ujung pedang. Tapi ia mengaku tidak dapat menerangkan mengapa Islam bertahan dan tampil dengan begitu banyak prestasi dalam peradaban. Maka kata Thomas W. Lippman dalam bukunya, Understanding Islam, Gibbon gagal memahami bahwa Islam adalah agama yang lurus (straight forward) dan praktis, yang tidak dikacaukan oleh sistem kependetaan dan sakramen, dan yang pesan Ilahinya jelas tentang bagaimana manusia hendaknya menempuh hidupnya. Katanya lagi, mengutip Henry Treece, "Selama 3000 tahun Dunia Laut Tengah mengalami kekacauan spiritual: ada banyak dewa, para fira'undewa, maharajadewa, dewadewi yang menjadi daging (manusia), para pendeta yang mengaku sebagai juru bicara Tuhan, rajaraja yang mengaku diberkati Tuhan, dan penguasa-penguasa (seperti Konstantin) yang menafsirkan Kitab Suci untuk kepentingan duniawinya sendiri. Juga ada pengorbanan darah, ada tabu dan ritual yang tidak masuk akal, nyanyian dan tarian para pelayan kuil, lalu mantra-mantra gelap. Sekarang, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Tuhan membuat pesanNya begitu jelas melalui lisan seorang sesama manusia (Nabi Muhammad) yang berbicara terang, tanpa menuntut adanya kuil, tidak juga altar pengorbanan, tidak perlu terang bejana atau pakaian suci resmi, apalagi darah. Kata Lippman lebih lanjut, "Digerakkan bukan oleh pedang tapi oleh kegairahan dan teladan, Islam berkembang mencapai gunung-gunung daratan Asia, menyebar ke sawah-sawah tanah tropis, dan menyusup ke semak-semak Afrika. Tidak ada kekuasaan pusat yang mengirim misionaris-misionaris orang Islam begitu saja pergi menurut dorongan bisnis dan kecenderungan pribadinya, dan ke mana-mana ia membawa agamanya. Daerah terbaru bagi ekspansi Islam ialah Amerika Serikat . . . sekarang dengan penganut sekitar dua juta orang, sepuluh kali lipat lebih banyak daripada satu dasawarsa yang lalu." Tarekat Ghisti pimpinan Pir Vilayat Inayat Khan yang berkantor pusat di Seatle, Amerika, meliputi mubaligh dan mubalighah seperti Tasnim Hermila Fernandez, Atum O'Kane, dan Don Weiner. Dan tarekat Naqsyabandi di London mempunyai deretan jurujuru da'wah seperti Brigitte Dorst, Liwellyn Vaughan-Lee, dan Irina Tweedic. Jadi, berkenaan dengan gejala di tanah air, apa salahnya kita melihatnya sebagai bagian dari gejala seluruh dunia: bangkitnya Islam, dengan harapan-harapan baru, dan tantangantantangan baru. Setiap orang berhak menyumbang: kiai atau menteri, seniman atau ilmuwan, santri atau penari, pejabat atau ustadz. Semua mereka di hadapan Allah adalah sama saja. Yang paling mulia ialah yang paling bertaqwa, dan hanya Allah yang tahu kadar taqwa dalam dada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus