Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Di mana diterbitkan ?

Depkes mengaku meneliti secara cermat tentang keamanan vetsin/msg. laporan-laporan hasil penelitian itu belum ada di perpustakaan-perpustakaan. pemakaian vetsin cenderung melam paui takaran. statemen sumaryati keliru.

18 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masalah kontroversial pemakaian vetsin/MSG sebagai kuda tunggang vitamin A dalam program pemberantasan erophthalmia serta kebutaan pada bayi dan balita masih terus menjadi perdebatan hangat. Departemen Kesehatan tampaknya masih tetap mempertahankan pendiriannya, dan akan melaksanakan juga program itu mulai tahun depan, dengan mengemukakan alasan-alasan bahwa vetsin/MSG sudah diteliti seara cermat tentang keamanannya. Juga, hasil-hasil penelitiannya telah diterbitkan pada 1982 dan 1986 (TEMPO, 30 Mei, Kesehatan). Kemudian, Dr. Suyono Yahya, M.P.H., Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes, menegaskan pula bahwa keamanan vetsin/MSG sudah diteliti selama 10 tahun. Sebagai peneliti yang menaruh perhatian besar tentang keamanan vetsin/MSG, saya sangat tertarik untuk mengetahui dan ingin mempelajari sendiri hasil-hasil penelitian itu. Dapatkah kiranya saya diberi reprint-nya? Sebab, sudah lama saya mencari-cari dan menghubungi perpustakaan, Badan Litbangkes, Depkes. Ternyata, laporan-laporan hasil penelitian itu belum ada di perpustakaan-perpustakaan itu. Yangada, hasil laporan penelusuran kepustakaan (literatures review) oleh Tim Gabungan Ahli Gizi Depkes dengan Helen Keller International berjudul Monosodium Glutamate, What Impact on Health pada 1986. Dan sebuah naskah iagi hasil penelitian Drh. E. Ridwan Mucherdiyantiningsih, dan Muhilal, Ph.D., berjudui Pengaruh Pemberian MSG terhadap Pertumbuhan, Konsumsi, dall Kesehatan Ayam, Gizi Indonesia, 9:17-20, 1986. Sebegitu jauh, laporan-laporan hasil penelitian ilmiah tentang vetsin/MSG (bukan berbentuk literature review) di Indonesia baru lima buah yang ada pada saya. Yakni, 1. Budiarso, I.T. dkk.: Keracunan Akut pada Ayam Kutuk Disebabkan Monosodium Glutamate dalam buku Obat dan Pembangunan Masyarakat Sehat, Kuat, dan Cerdas terbitan Bagian Farmakologi, FK UI, halaman 313-327, 1975. 2. Budiarso I.T. dkk.: Efek Teratogen Monosodium Glutamate (Vetsin) pada embrio Ayam. Media Veteriner 2: 139 - 145, 1980. 3 Sutardjo, S.: Studies on clinical and Pathological Efferts of Oral Administration of Monosodium Glutamate in Growing Chicks. Thesis, Master of Science, CCBTM 2 PH-SEAMEO Jakarta 1979-1980, Faculty of Medicine, University of Indonesia. 4. Sumining dkk.: Mempelajari Distribusi dan Pengaruh Monosodium Glutamate pada Tikus. Medika Nomor 7 halaman 603-608,1986. S. Ridwan, E. dkk: Pengaruh Pemberian MSG (Monosodium Glutamate) terhadap Pertumbuhan, Konsumsi, dan Kesehatan Ayam, Gizi Indonesia: 9: 17-20, 1986. Hal lain yarg perlu mendapat perhatian adalah statemen dr. Sumaryati Aryoso, Kepala Humas Depkes, yang menyatakan bahwa sebaiknya cara penggunaan vetsin/MSG jangan dikaitkan dengan jumlah yang dipergunakan tukang bakso. Saya rasa pendapat ini kurang arif. Sebab, hasil pengamatan atas tukang mi bakso itulah justru mencerminkan bagaimana rakyat banyak menggunakan vetsin/MSG yang berlebihan. Bahkan, sering melampaui ambang batas yang diarjurkan WHO/IAO Bila dr. Sumaryati masih ingat sebelum Per-ang Dunia sampai kira-kira 1968 takaran yang dipakai tukang mi bakso adalah sebesar korek kuping (kira-kira 30 mg). Tetapi, sekarang mereka sudah menggunakan sendok teh (kira-kira 2-3 g), dan bahkan sudah ada yang mulai memakai sendok makan (kira-kira 4-7 g). Sejalan dengan cara pengamatan itu, tak dapat disangkal/dihindarkan kemungkinan terjadinya kecenderungan penggunaan vetsin/MSG - vitamin A di daerah-daerah rawar tersebut akan meningkat melampaui batas takaran yang dianjurkan dalam waktu yang relatif singkat. Statemen lain dari Dr. Sumaryati yang perlu mendapat perhatian adalah pernyataannya, di daerah lain fortifikasi vitamin A mungkin akan dititipkan mlalui media lain. Saya merasa heran. Sebab, sebelum statemen itu beliau telah menyatakan dengan "pasti" bahwa MSG pilihan yang paling cocok dan tepat, karena dikonsumsi paling tinggi di antara 70 macam bahan makanan. Kedua statemen itu bertentangan, sehingga jalan pemikirannya menjadi inkoheren, dan tak ada relevansinya. Tampaknya, pemilihan MSG oleh Depkes bukan saja belum dipikirkan seara matang, tetapi juga, sebaliknya, masih merupakan suatu percobaan - trial and error. Perlu pula diperhatikan, sekalipun katanya sekarang ADI MSG sudah dicabut, masih tetap tidak dianjurkan sebagai zat penyedap makanan bayi. Begitu pula situasi dan kondisi cara pemakaian MSG di AS sangat berbeda dengan di negara kita. Maka, faktor-faktor sikon itu perlu mendapatkan perhatian khusus. DR. IWAN T. BUDIARSO, DVM, M.SC. (Staf Peneliti) Bagian Patologi FK Universitas Tarumanagara Jalan Letjen S. Parman 1 Jakarta 11440

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus