Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Dicari: Seorang Presiden 'Full-Time'

Negeri ini lelah dengan konflik. Yang dibutuhkan pemimpin yang siap 24 jam memberesi keporak-porandaan ini.

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMA dua pekan Presiden Abdurrahman Wahid pergi, begitu banyak peristiwa terjadi. Dan semua kejadian itu seperti "mengancam" kursi presiden yang didudukinya. Tragedi berdarah Sampit akhirnya menjurus kepada pembersihan etnis seperti yang terjadi di Bosnia atau Rwanda. Toh, Presiden tak memutuskan pulang, sementara Megawati "berakrab ria" dengan bau anyir dan pesing di antara pengungsi. Sepulangnya dari sana, tak seperti biasa, hampir semua fraksi?kecuali PKB, yang membela Presiden Abdurrahman?mengirim utusan menjemput Mega di bandar udara. Sebelum berangkat ke Kalimantan Barat, Mega sudah membuat "kejutan". Ketika menerima pengurus Muhammadiyah, Kamis lalu, di Istana, ia mengatakan tak pernah mendukung Gus Dur sebagai presiden karena PDI Perjuangan mengamanatkannya jadi presiden. Mega juga berkata bahwa dia bekerja sama dengan Presiden Abdurrahman hanya sebatas tugas sebagai wakil presiden. Sejak "menyetujui" Memorandum Pertama untuk Presiden Abdurrahman, inilah kedua kalinya Mega "berbeda" dengan "Mas Dur"-nya itu. Kejadian lain: seusai salat Jumat lalu di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan, Amien Rais "kumpul-kumpul" dengan Taufik Kiemas, suami Mega, dari PDI-P, yang selama ini dikenal sebagai "sekutu Gus Dur". Di sana juga ada tokoh dari Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang. "Silaturahmi" ini hasil akhirnya satu: makin cepat Gus Dur mundur, makin baik. Artinya, walau tak dikatakan di masjid itu, partai-partai Islam, terutama PPP, yang dulu menolak presiden wanita, kini berada di belakang Mega, apa pun motif sebenarnya. Peristiwa lain lagi pekan lalu: sekian petinggi Angkatan Darat bertemu di Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta memenuhi undangan KSAD. Mereka ketemu enam jam dan hasilnya: jika ada penggantian kepemimpinan nasional secara konstitusional, AD akan mendukung. Begitu juga kalau proses konstitusional mengharuskan Presiden Abdurrahman bertahan sampai 2004. Walau terdengar netral, sesungguhnya AD sudah beranjak dari "posisi tradisional"-nya di belakang panglima tertingginya, sejak zaman Soeharto dan Habibie. Dengan kata lain, AD tidak lagi seratus persen di belakang Presiden Abdurrahman. Lalu, ke mana AD? Kudeta? Jelas ini akan mengundang kutukan rakyat dan dunia luar. Yang lebih menguntungkan jelas memilih berdiri di kelompok yang paling kuat legitimasinya di masyarakat, yaitu PDI-P. Dan sikap "sejalan dengan PDI-P" ini sebenarnya sudah ditunjukkan ketika Fraksi TNI mendukung Memorandum Pertama untuk Presiden. Bisakah Presiden Abdurrahman survive jika DPR memberinya Memorandum Kedua, diikuti Sidang Istimewa MPR? Pendapat pertama bilang "tidak". Dasarnya, PDI-P tak akan lagi menerima apa pun tawaran Gus Dur. Dengan "Koalisi Al-Azhar", bukankah jabatan presiden sudah di tangan? Yang kedua, Gus Dur "bertahan". Syaratnya berat. Ia harus meraih dukungan PDI-P dan Golkar. Di titik ini, peran Jaksa Agung sangat penting karena Golkar hanya akan "ikut" jika tuduhan korupsi atas dirinya "disimpan" dulu. PDI-P bisa juga ikut jika Megawati diberi kekuasaan yang luas dan jelas kewenangannya. Gus Dur kabarnya juga sudah menyiapkan "kartu as" berupa tuduhan korupsi seorang tokoh kunci PDI-P jika PDI-P menolak kompromi. Alhasil, konflik harus secepatnya diakhiri. Negeri ini sangat butuh pemimpin. Jadi, siapa pun dia, Gus Dur atau Mega, segeralah memimpin 24 jam sehari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus