CEPU. Nama kota kecil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini tiba-tiba saja terdengar begitu merdu. Dan tiba-tiba pula nama itu tercantum dalam tabloid Upstream, sebuah terbitan berbahasa Inggris yang memberitakan bahwa ladang minyak di kawasan Cepu mengandung cadangan minyak sampai 2 miliar barel. Dalam kondisi terpuruk dengan kurs rupiah hampir menubruk Rp 10 ribu per dolar AS, berita semacam itu sungguh membahagiakan. Kalau saja sinyalemen Upstream itu benar, dengan cadangan Cepu, bukan mustahil produksi minyak Indonesia bisa meningkat dua kali lipat. Katakanlah cadangan minyak yang ada hanya bertahan sepuluh tahun lagi. Maka, dengan 2 miliar barel tambahan dari Cepu, Indonesia masih bisa berminyak-ria sampai minimal 15 tahun lagi.
Yang kemudian mengusik rasa senang kita adalah sanggahan yang dikemukakan oleh Menteri Pertambangan di depan DPR. Menurut Menteri Purnomo Yusgiantoro, perkiraan 2 miliar itu terlalu besar. Dan mengingat hasil ladang Cepu sejak dulu juga tidak pernah melimpah ruah seperti hasil ladang Mina dan Duri (Riau), ucapan Pak Menteri tentu perlu diperhitungkan. Namun, keterangan seorang Direktur Pertamina, pendapat seorang ahli geologi dan seorang ahli minyak kembali membuat hati berbunga-bunga. Secara terpisah ketiganya memastikan bahwa cadangan 2 miliar itu memang terkandung di kawasan Cepu. Bahkan, seorang di antaranya meluapkan optimisme dengan kata-kata, "Cadangan itu besar sekali."
Perkiraan yang agak spekulatif seperti itu sah-sah saja. Lagi pula, sampai saat ini tak ada yang meragukan bahwa perut bumi Nusantara itu kaya sekali. Perkiraan bahwa cadangan minyak akan segera habis selama ini tak pernah benar-benar dicamkan dengan serius hanya karena keyakinan (yang sesat) mengenai sumber daya alam yang melimpah itu. Pencurian ikan secara besar-besaran di perairan Indonesia oleh nelayan asing selama ini juga tak pernah benar-benar dicemaskan, mungkin karena percaya pada lirik lagu ciptaan Koes Plus yang mendendangkan "bukan lautan tapi kolam susu, ikan dan udang menghampiri dirimu?."
Becermin pada mentalitas bangsa ini, yang sepanjang masa dimanjakan alam, spekulasi seputar cadangan minyak Cepu tidaklah bisa dibiarkan tetap sebagai spekulasi, atau menjadi heboh besar seperti skandal Busang. Menteri Pertambangan tentu tidak cukup sekadar menyanggah. Klarifikasi ke pihak-pihak yang langsung melakukan eksplorasi di belasan sumur minyak di ladang Cepu?Humpuss Patragas dan ExxonMobil?mestinya dapat dilakukan. Seperti diketahui, melalui technical assistant contract (TAC) sejak 1990, Humpuss melakukan pengeboran di sana. Karena kesulitan keuangan, pengeboran itu terhenti dan sejak Juni 2000 digantikan oleh ExxonMobil, yang meneruskan aktivitas penggalian sampai kini.
Berhubung kepastian mengenai cadangan minyak masih di awang-awang, sikap Exxon, yang menjadi operator tunggal di Cepu, menimbulkan tanda tanya. Semula Exxon menegaskan bahwa eksplorasinya belum membawa hasil. Kemudian, karena isu tentang cadangan minyak gencar sekali, Exxon yang semula diam lalu mempersoalkan, tapi akhirnya membenarkan adanya cadangan minyak. Misteri terletak pada besarnya cadangan itu: apakah cuma 200 juta atau 2 miliar?
Mungkin jawaban yang final tidak bisa segera diberikan. Jawaban itu sendiri juga tidak dituntut sekarang. Yang seharusnya diutamakan adalah transparansi, baik dari pihak Pertamina sebagai penanggung jawab ladang Cepu maupun Departemen Pertambangan, yang berwenang mengatur strategi perminyakan di negeri ini. Becermin pada kasus Busang, Freeport, dan Newmont, strategi pertambangan itu hendaknya tetap difokuskan pada sebesar-besar kepentingan rakyat, sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini