KULIAH Kerja Nyata (KKN) di Unair Surabaya telah dilaksanakan
sejak 1974: 29 mahasiswa secara sukarela tahun ini telah
diterjunkan ke Kotamadya dan Kabupaten Pasuruan sejak 13
September s/d 30 Desember sebagai angkatan III. Dari jumlah
tersebut hanya seorang yang berasal dari fakultas eksakta
(Kedokteran Hewan), sisanya yang 28 orang (termasuk 7 mahasiswi)
adalah dari tingkat doktoral Fakultas Hukum. Demikian pula bulan
September s/d Desember tahun lalu, hanya 3 dokter muda di
samping 42 mahasiswa FH disebar di 19 desa Kabupaten
Tulungagung.
Bukan tidak berminat, hanya sedikit mahasiswa eksakta (FK, FKC,
FF dan FKH) yang turut serta dalam program yang dibahas TEMPO
edisi 19 September 1976. Minat mereka cukup besar, kalau ditilik
dari kerja sosial di luar KKN pada universitas ini. Dalam dua
tahun ini Senat Mahasiswa telah mengirim misinya tak kurang dari
4 kaii, yakni ke pulau Bawean, Sapudi dan 2 kali ke Timor Timur
(ketika masih berstatus Timor Portugis), SMFKG bekerja sosial ke
desa Pacalukan (Malang) dan penyuntikan hewan ternak di seluruh
Jatim oleh mahasiswa FKH. Demikian pula kerja sosial yang
dipimpin oleh Dema Unair (misalnya baru-baru ini ke daerah
tandus Pacitan), sebagian besar peserta adalah mahasiswa
fakultas eksakta.
Pelaksanaan KKN selama 3 angkatan ini selalu bersamaan waktunya
dengan ujian. Mungkin inilah alasan yang seharusnya dapat
diterima. Mudah dibayangkan keberatan mereka. Hanya untuk
mengenal kehidupan desa, mereka harus mengulang semua pelajaran
di tingkatnya (sebab yang dipakai untuk ujian sistim gugur), dan
peserta KKN tidak mendapat prioritas mengikuti ujian khusus di
luar waktu yang telah ditentukan.
Bagi mahasiswa kedokteran, masih ada keberatan lain. Sejak 1973
sudah diterapkan Pendidikan Kedokteran Masyarakat (Community
Oriented Education) yang mewajibkan mahasiswa melaksanakan
latihan kerja lapangan (survey) ke desa masing-masing selama 2
minggu danco-schap Kedokteran Masyarakat selama 4 minggu di
Puskesmas). Bahkan direncanakan Model Pendidikan Kedokteran
Masyarakat (MPKM) atau CTM (Community Teaching Model) tahun
depan sudah akan dilaksanakan dengan ambisi menjadikannya
sebagai pola baru pendidikan kedokteran di Indonesia.
Program ini bertujuan melatih mahasiswa melaksanakan community
diagnoses yang berisi data-data yang dihadapi masyarakat desa di
bidang kesehatan, perekonomian dan pendidikan, sumber-sumber
yang dapat digunakan serta beberapa pemikiran tentang cara-cara
meningkatkan kesehatan desa tersebut. Yang kemudian diikuti
dengan community therapy beberapa bulan kemudian, setelah
diagnosa lingkungan desa yang bersangkutan tersusun rapi.
Tidak heran bila timbul pertanyaan di benak mereka: "Apa beda
KKN dengan MPKM?". Padahal kalau KKN diresmikan sebagai program
intrakurikuler (sebagai syarat menempuh ujian kesarjanaan),
mereka terpaksa harus melaksanakan keduanya. Adalah hal yang
kurang dapat mereka terima pendapat pencetus KKN, bahwa KKN
bertujuan menghasilkan sarjana yang berpandangan luas (broad
minded) dengan pendekatan pemecahan masalah yang
multidisipliner. Sedang MPKM dianggap hanya meningkatkan
ketrampilan khusus saja, yaitu ketrampilan kedokteran.
Nah, kalau benar demikian, harus berapa lama lagi mereka
dicekoki dengan ilmu kedokteran -- yang sekarang harus ditempuh
sedikitnya 7 tahun lebih (kecuali FKUI) dan setelah itu (lulus)
jualan es mambo dengan kulkas Puskesmas di daerah? Tapi jelas,
ini bukan suara pesimis dari mereka!
TRI WAHJU NUR ISMOJO SK
"Airlangga" -- DMUA
Jl. Airlangga 6, Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini