Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tanggapan Emmanuel Macron atas pembunuhan Samuel Paty dianggap menghina Islam.
Prancis adalah negara yang menganut prinsip sekulerisme dan kebebasan berekspresi.
Presiden Jokowi tak perlu memanaskan suasana.
IKUT mengecam pidato Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Joko Widodo telah berlaku lewah. Indonesia tidak bermusuhan dengan Prancis dan kedua negara selama ini banyak melakukan kerja sama. Komentar Macron harus dilihat secara proporsional karena Prancis, berbeda dengan Indonesia, adalah negara sekuler. Apalagi protes resmi toh telah disampaikan Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keributan berawal dari pembunuhan Samuel Paty oleh seorang remaja asal Chechnya bernama Abdoullakh Abouyezidovitc pada 16 Oktober lalu. Pembunuhan terjadi karena Paty menggunakan karikatur Nabi Muhammad dari majalah satire Charlie Hebdo untuk mengajarkan kebebasan berpendapat. Sebelum mendiskusikan kartun itu, Paty meminta muridnya yang muslim keluar dari kelas bila merasa terganggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pidato perkabungan Paty, Macron sebetulnya tak menyinggung soal Islam radikal. Dia hanya menyatakan bahwa Paty adalah korban konspirasi kegilaan, kebohongan, kebingungan, ketidaksukaan terhadap yang lain, dan kebencian terhadap esensi sekulerisme Prancis. Dia juga berjanji membela kebebasan dan sekulerisme Prancis serta menindak tegas para pelanggarnya.
Macron memang menyebutkan soal “separatisme Islam” pada awal Oktober, saat mengumumkan rencana untuk memperkuat hukum dalam mengatasi radikalisme Islam. Kebijakan baru itu diambil untuk menghadapi orang-orang yang menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama serta buat melindungi muslim Prancis dan warga negara lain. Ia bermaksud membebaskan Islam Prancis dari pengaruh asing. Saat ini, ada enam juta muslim di negeri itu—terbanyak di Eropa.
Prancis adalah negara yang menganut prinsip sekulerisme—pemisahan pemerintah dan institusi agama berdasarkan undang-undang. Negeri itu juga menganut kebebasan berekspresi yang memungkinkan siapa pun untuk menyampaikan pendapatnya sepanjang tidak mendorong kebencian dan kekerasan serta mempromosikan terorisme. Berdasarkan hukum Prancis, kritik terhadap agama atau simbol agama—seperti kartun Nabi Muhammad ataupun komik Yesus—tidak dilarang.
Reaksi keras terhadap pernyataan Macron terutama disulut oleh komentar Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Erdogan menuding Macron telah membangkitkan islamofobia di Barat. Ia juga menyerukan kepada masyarakat muslim di seluruh dunia agar memboikot produk Prancis. Seruan itu diikuti protes terhadap Prancis dari berbagai kelompok Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Jokowi tak boleh menggunakan momentum ini untuk menangguk dukungan dari umat Islam atau mengalihkan masalah yang sedang membelit pemerintah. Terhadap isu agama, publik Indonesia memang sensitif. Tapi menggunakan agama untuk mengalihkan perhatian masyarakat bukan merupakan tindakan terpuji.
Pernyataan Jokowi justru dapat memanaskan situasi dan memicu kelompok-kelompok garis keras untuk bertindak atas nama Islam. Jika ini terjadi, orang banyak akan terkena akibatnya. Kebencian dapat meledak, setidaknya menjadi sedimen yang suatu saat muncul ke permukaan.
Umat Islam Indonesia hendaknya dingin dalam menanggapi isu ini. Prancis bukanlah Indonesia. Apa yang dilarang di sini boleh jadi diperbolehkan di negeri lain. Sikap menghormati agama dan simbol agama hendaknya dibarengi dengan kehendak untuk menghormati perbedaan—kultur dan sistem hukum orang lain, di negara yang lain.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo