Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK mengendus dugaan ekspor ilegal bijih nikel ke Cina.
Pemerintah sudah melarang ekspor bijih nikel sejak 2020.
Kasus ini menjadi batu uji keberanian bagi KPK.
Wiko Saputra
Peneliti Kuala Institute
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan adanya ekspor ilegal bijih (ore) nikel sebanyak 5,3 juta ton ke Cina. Padahal, sejak 1 Januari 2020, pemerintah sudah melarang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen. Larangan ini langsung disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terjadinya penyelundupan nikel ini menjadi tanda tanya. Selain melanggar hukum, implikasinya sangat banyak. Pertama, pelaku penyelundupan telah merusak upaya pemerintah mendorong hilirisasi nikel atau penghiliran nikel di dalam negeri. Penghiliran ini penting untuk meningkatkan nilai tambah nikel dan menjadikan Indonesia sebagai produsen utama produk-produk berbasis nikel di dunia, seperti baterai listrik.
Kedua, ekspor nikel ilegal ini menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara. Nilai bijih nikel yang diselundupkan ke Cina tersebut mencapai Rp 5,4 triliun. Ini harus dihitung sebagai kerugian perekonomian negara, termasuk kerugian atas dampak ekonomi, seperti terhambatnya program penghiliran. Selain itu, negara dirugikan atas hilangnya penerimaan negara dari pajak dan non-pajak. Jika semua kerugian ini digabungkan, jumlahnya tentu sangatlah besar.
Ketiga, ada sistem pengawasan yang lemah dari tata kelola nikel di dalam negeri. Padahal, regulasi dan kelembagaan tata kelola nikel ini sudah kuat. Sudah banyak regulasi yang mengaturnya, dari proses eksplorasi, eksploitasi, hingga tata niaga. Dari aspek kelembagaan, banyak institusi negara yang terlibat dalam pengaturan tata kelolanya. Dengan demikian, mustahil ada pelanggaran. Namun faktanya berbeda. Tetap saja ada pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi.
Kasus ini harus ditelisik dan diselesaikan. KPK tidak boleh sekadar melempar isu. Lembaga antirasuah ini harus mengembangkan kasus ini ke ranah penyidikan. Dari aspek hukum, jelas ada indikasi tindak pidana korupsi dan KPK harus mengungkapnya.
Tidak sulit sebenarnya untuk mengungkap kasus ini. Unsur pidana korupsinya sangat terang benderang. KPK bisa menjerat pelaku dengan mengenakan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam kasus ini, sudah jelas ada unsur memperkaya diri sendiri dan korporasi, sehingga merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ada pula penyalahgunaan wewenang, kesempatan, dan sarana untuk melakukan korupsi. Dari data di KPK, tidak sulit pula mengungkap modus korupsinya.
Selain itu, KPK dapat menjerat pelaku ekspor ilegal ini dengan Pasal 3 atau Pasal 4 dari Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ini mengingat korupsi merupakan pidana asal yang berisiko tinggi menjadi sumber dana pencucian uang. Dalam kasus ini, membuktikan adanya unsur pidana pencucian uangnya juga sangat mudah, yakni dengan menelusuri semua transaksi dan aliran uangnya.
Pengenaan kedua undang-undang ini secara bersamaan dapat bermanfaat dalam upaya penegakan hukum, seperti memungkinkan penegak hukum menjerat korporasi, pengendalinya, dan orang-orang yang turut mempengaruhi korporasi. Selanjutnya, ancaman hukumannya bisa lebih maksimal, efektif dalam pengembalian aset hasil korupsi, dan memiskinkan koruptor. Hal itu diharapkan akan menimbulkan efek jera bagi pelaku berikutnya.
Tantangannya adalah keberanian KPK dalam mengungkap kasus ini di ranah penegakan hukum. Pelakunya, kita mafhum, berasal dari kalangan elite. Berdasarkan informasi Administrasi Umum Bea Cukai Cina (GACC), ada 17 korporasi yang terlibat dalam kasus ini. Korporasi tersebut terindikasi berafiliasi dengan para elite yang sedang berkuasa. Tercatat ada seorang menteri utama di kabinet Jokowi, mantan menteri di kabinet Jokowi sebelumnya, seorang kepala daerah yang berada di lingkaran dekat Jokowi, dan mantan pejabat di Kementerian ESDM. Tentu ini menjadi tantangan berat bagi KPK untuk mengungkapnya.
Kasus ini menjadi batu uji keberanian bagi KPK. Lembaga antikorupsi yang pamornya sedang menurun itu sekarang harus membuktikan dirinya sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi. KPK harus punya nyali dan tidak takut mengungkap kasus yang dekat dengan elite kekuasaan. Kasus ini akan menjadi pertaruhan bagi KPK, apakah ia akan maju terus atau takluk dengan kekuasaan.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke email: [email protected] disertai dengan nomor kontak, foto profil, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo