Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pernyataan Prabowo Subianto soal ndasmu etik menyulut polemik.
Mengacu pada pertanyaan dalam debat calon presiden tentang pelanggaran etik Mahkamah Konstitusi saat memutuskan aturan batas umur sehingga Gibran Rakabuming Raka bisa maju menjadi calon wakil presiden.
Pernyataan itu menyiratkan Prabowo dan Gibran tidak menjunjung etika dalam pengambilan keputusan mereka.
SELAPIS demi selapis, watak asli Prabowo Subianto mulai tersibak. Berusaha menempatkan diri sebagai sosok yang lucu serta menggemaskan dengan senyum dan joget—lebih populer dengan istilah gemoy—menjelang Pemilihan Umum 2024, yang jauh berbeda dengan penampilan pada Pemilu 2014 dan 2019, tapi usaha itu luruh karena pernyataan “ndasmu etik”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo melontarkan kalimat sindiran tersebut dalam Rapat Koordinasi Nasional Partai Gerindra pada 15 Desember 2023. “Ndasmu etik” merupakan reaksinya atas pertanyaan Anies Baswedan dalam debat calon presiden pertama yang digelar pada 12 Desember 2023. Anies menanyakan perasaan Prabowo saat mengetahui putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan Gibran Rakabuming Raka mendampinginya dalam pemilihan presiden 2024 meski belum cukup umur melanggar etik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di panggung debat, Prabowo tidak menjawab pertanyaan itu. Dengan nada tinggi, dia malah meminta rivalnya tersebut menyudahi pembicaraan tentang pelanggaran etik dengan alasan sama-sama sudah dewasa dan mengaku tidak mencari jabatan dalam pemilihan ini. Tidak nyambung, tentu saja.
Jawaban Prabowo baru terkuak dalam pertemuan internal partainya tiga hari seusai debat, yaitu “ndasmu etik”. Dia dan para pengurus Gerindra boleh saja sibuk berkilah bahwa ucapan itu tak lebih dari candaan ala Banyumas, Jawa Tengah, daerah asal begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo. Berarti kepala, penyebutan ndas dalam bahasa Jawa memang multitafsir, dari guyonan, penolakan, ledekan, sampai hardikan.
Jika Prabowo hanya berucap “ndasmu”, konteks baru akan berarti. Sebagian orang bakal memakluminya kalau itu sekadar bercanda, meski tetap saja tidak lazim diucapkan pejabat publik. Masalahnya, ada kata “etik”.
Secara etimologi, ndasmu menegasikan kata di belakangnya. Ndasmu kurang-lebih bermakna sama dengan “pala lu” di masyarakat Jakarta. Contohnya begini. Si Badu dikabarkan mendapat hadiah sepeda dalam lomba 17-an. Ketika temannya menanyakan, Badu membantah. “Pala lu sepeda. Gua cuma dikasih sertifikat.” Apakah dia bercanda atau marah, mengucapkannya lalu tersenyum atau sewot, tidak jadi soal. Namun pesannya jelas: tidak ada sepeda.
Penyangkalan etika oleh pejabat publik yang lama bermimpi menjadi pemimpin tertinggi di negara ini tersebut merupakan alarm bahaya. Etika memang bukan bagian dari hukum yang membatasi mana yang benar dan salah. Prabowo sempat mengatakan telah berdiskusi dengan para ahli hukum mengenai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dan menyimpulkan pencalonan Gibran tidak melanggar aturan.
Namun, seperti kata Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, putusan MK tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden itu cacat etika. Ada nilai moral dan akhlak yang dilanggar dengan menjadikan Gibran, 36 tahun, putra sulung Presiden Joko Widodo sekaligus keponakan eks Ketua MK, Anwar Usman, sebagai calon wakil presiden sebelum usia 40.
Dengan memulai langkah dalam pemilihan presiden ini lewat pelanggaran etik, jangan berharap Prabowo dan Gibran akan menjunjung moral dan akhlak jika terpilih nanti. Semua boleh, selama tidak melanggar aturan—yang bisa mereka utak-atik sesuai dengan kebutuhan seperti yang sering terjadi sekarang.
Bagi keduanya, “ndasmu” bisa menjadi jawaban untuk setiap kritik yang datang. Kalau bosan dan ogah mengulang-ulang, tinggal pilih bagian lain dari tubuh. Bisa “matamu”, “cangkemmu”, “udelmu”, dan seterusnya. Yang jelas, etika tak mampir di ndas Prabowo, juga Gibran.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Etika dalam Umpatan Calon Presiden Gemoy"