Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jakarta tengah memasuki dua tahun masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan. Berbagai kebijakan dan program pembangunan tengah dia lakukan. Narasi kebijakannya tampak ingin berbeda dengan kebijakan gubernur sebelumnya. Menata Kota Jakarta sebenarnya tinggal mengikuti arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ) DKI Jakarta. Siapa pun gubernurnya, setidaknya sampai dengan 2030. Berikut ini beberapa catatan mengenai dua tahun kepemimpinan Anies.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, setelah pengoperasian jembatan multiguna di Tanah Abang terbukti tidak efektif, para pedagang kaki lima tetap menduduki trotoar di bawah jembatan, bahkan meluas ke kawasan lain di Jakarta. Rencana pelegalan pedagang kaki lima di beberapa titik ruas badan trotoar yang telah direvitalisasi oleh pemerintah DKI justru memicu masalah baru.
Pelegalan itu berindikasi melanggar Undang-Undang Jalan, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah tentang Jalan, serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Menurut Peraturan Gubernur DKI Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pengaturan Tempat dan Pembinaan Usaha Mikro Pedagang Kaki Lima, gubernur dapat melakukan pendataan jumlah, jenis, lokasi, dan sebaran pedagang kaki lima untuk disepakati dan dikunci. Pedagang didistribusikan ke pasar rakyat, pusat belanja, gedung perkantoran, atau diikutkan dalam berbagai festival.
Kedua, kondisi warga Ibu Kota yang masih buang air besar sembarangan langsung ke sungai atau saluran air, seperti kasus di Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, bukanlah temuan baru dan mudah ditemukan di permukiman padat. Masih ada sekitar 500 ribu orang (4,74 persen) dari total populasi Jakarta yang melakukannya (Dinas Kesehatan DKI, 2018). Di samping itu, keberadaan permukiman padat masih rawan kebakaran dan banjir.
Keputusan Gubernur DKI Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat telah menetapkan 21 lokasi kampung yang akan ditata. Gubernur harus memastikan dulu status peruntukan kawasan sesuai dengan RDTR. Cek legalitas kepemilikan lahan, apakah tanah negara, swasta, atau perseorangan. Jika peruntukan bukan bagi hunian dan kepemilikan lahan jelas, gubernur wajib mengembalikan fungsi peruntukan sesuai dengan RDTR.
Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Undang-Undang Penataan Ruang, serta Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman mengatur penataan kampung atau permukiman padat dapat dilakukan melalui pemugaran, peremajaan kawasan, atau pemukiman kembali.
Ketiga, program Rumah tanpa Uang Muka (Nol Rupiah), yang kini menjadi Solusi Rumah Warga (Samawa), menyisakan banyak pertanyaan. Persyaratan calon peminat program bukan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan kejelasan bantuan uang muka (tidak bisa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI) sebagai pinjaman tetap harus dicicil pengembaliannya. Skema cicilan dengan bunga 5 persen berlangsung selama maksimal 20 tahun, sedangkan jabatan gubernur hanya lima tahun.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman telah menghentikan pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang dibangun pada era Ahok karena perubahan peraturan anggaran pembangunan rusunawa dari tahun jamak ke tahun tunggal. Padahal Jakarta masih kekurangan rumah (backlog) sebanyak 301.319 unit, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Keempat, penghentian izin reklamasi untuk 13 pulau, yang merupakan salah satu pemenuhan janji kampanye Anies, menyisakan pekerjaan rumah. Penerbitan izin mendirikan bangunan di pulau reklamasi membuat gubernur salah langkah, sementara penyelesaian Peraturan Daerah Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta semakin tidak jelas.
Rencana induk penataan kawasan Pantai Utara Jakarta, termasuk kajian lingkungan hidup strategis, rencana aksi perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan bakau, revitalisasi kampung nelayan, pengembangan kawasan pantai, penyediaan air bersih, dan rencana penataan empat pulau reklamasi, masih ditunggu realisasinya.
Kelima, program-program yang berbau diksi yang sangat "Sandiaga" sudah tidak menjadi perhatian utama atau program unggulan, bahkan telah berganti nama. Program One Kecamatan One Center Entrepreneurship (OK OCE) diganti Pembinaan Kewirausahaan Terpadu (PKT). Program yang diharapkan membuka lapangan kerja baru dengan target 200 ribu (40 ribu per tahun), progres realisasi Kartu Pangan Jakarta, revitalisasi pasar tradisional, pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil, penataan pedagang kaki lima, atau menurut istilah Sandi pengusaha kecil mandiri (PKM), menjadi tak jelas.
Program One Kecamatan One Trip (OK OTrip) telah berubah menjadi Jak Lingko, yang berupaya mengintegrasikan seluruh jaringan angkutan umum. Selain itu, masih ada persoalan peremajaan armada bus dan angkutan kota, integrasi fisik dan sistem angkutan umum, penataan ulang rute, serta standar pelayanan minimal angkutan umum.
Dengan sejumlah masalah itu saja, Anies masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus segera direalisasikan. Anies tinggal memiliki tiga tahun lagi untuk membenahi semuanya.