Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Keabsahan Gelar Profesor dan Doktor para Pesohor

Bolehkah institusi pendidikan memberikan gelar profesor dan doktor kepada pesohor dan tokoh publik?

10 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Banyak tokoh dunia yang mendapat gelar profesor dan doktor kehormatan dari berbagai kampus terkenal.

  • Pemberian gelar profesor atau doktor kehormatan harus didasarkan pada kontribusi tokoh tersebut terhadap dunia pendidikan.

  • Pemberian gelar profesor kepada individu yang tak punya kiprah jelas dalam dunia pendidikan akan merusak kredibilitas dan reputasi kampus.

BOLEHKAH gelar profesor dan doktor (kehormatan) diberikan kepada tokoh yang bukan dari kalangan akademikus, peneliti, atau dosen? Tentu saja boleh dan hal itu bukanlah masalah selama proses serta pemberian gelar tersebut didasarkan pada alasan yang masuk akal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pebisnis Cina pendiri Alibaba Group, Jack Ma, misalnya, diangkat menjadi profesor tamu University of Tokyo. Pengangkatan ini tak terlalu menuai kontroversi. Kapasitas Jack Ma sebagai pemimpin raksasa bisnis digital global membuat orang tak menyangsikan kapasitas dan kemampuannya. Sebagai profesor tamu, Jack Ma menyampaikan kuliah tentang filosofi manajemen, kewirausahaan, dan inovasi; serta memberikan supervisi perihal topik penelitian, terutama dalam bidang pertanian berkelanjutan dan produksi pangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Demikian halnya ketika Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan dan ikon perlawanan apartheid, dianugerahi gelar doctor of laws honoris causa oleh Harvard University pada 1998. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas perjuangan Mandela dalam mempromosikan hak asasi manusia, keadilan sosial, dan demokrasi. Pemberian gelar kehormatan semacam ini dilakukan karena karya tokoh penerimanya dianggap melebihi karya akademik para doktor atau profesor dalam bidang hukum dan HAM di Harvard.

Kredibilitas dan reputasi yang diakui publik, ditambah karya para tokoh yang menginspirasi masyarakat global, membuat Jack Ma dan Nelson Mandela dianggap tak cuma layak diberi gelar profesor dan doktor honoris causa. Kita juga bisa melihat fenomena pesohor Oprah Winfrey yang menerima gelar doctor of laws honoris causa dari Harvard University.

Gelar tersebut diberikan sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam bidang pendidikan dan filantropi. Oprah dianggap berkontribusi besar terhadap berbagai inisiatif pendidikan, termasuk mendirikan Oprah Winfrey Leadership Academy for Girls di Afrika Selatan. 

Gelar profesor dan doktor kehormatan bisa juga diberikan kepada seorang tokoh atas kontribusinya yang signifikan terhadap perguruan tinggi yang memberikan gelar tersebut. Praktik semacam ini pernah dilakukan kepada pendiri Bloomberg L.P., politikus Michael Bloomberg.

Ia menyumbangkan dana lebih dari US$ 3,3 miliar kepada Johns Hopkins University. Sumbangan tersebut kemudian digunakan untuk berbagai keperluan dunia akademik, termasuk buat dana abadi pendidikan. Maka tak mengherankan Bloomberg kemudian menerima gelar doctor of humane letters dari kampus tersebut.

Gelar doktor atau profesor kehormatan pun pernah diberikan kepada tokoh yang menyumbangkan dana untuk kepentingan riset ilmiah. Penerimanya, misalnya, co-founder Intel Corporation, Gordon Moore, yang bersama istrinya, Betty Moore, mendonasikan lebih dari US$ 600 juta dolar kepada California Institute of Technology.

Sementara itu, secara prosedural, gelar profesor atau guru besar dapat diperoleh para dosen dan peneliti melalui kualifikasi tertentu yang harus dipenuhi. Profesor adalah jabatan karier tertinggi bagi akademikus. Karena itu, untuk mendapatkannya, dibutuhkan kinerja akademik dan ketekunan dalam menggeluti bidang ilmu dalam waktu yang panjang.

Dengan demikian, pemberian jabatan akademik tertinggi ini, termasuk doktor kehormatan, kepada figur di luar dosen dan peneliti, harus didasarkan pada prestasi dan kontribusinya terhadap peradaban, termasuk pada dunia pendidikan. Bukan sebaliknya dan malah menimbulkan kontroversi, penolakan, dan munculnya rasa tidak percaya kepada dunia akademik.

Gelar guru besar atau profesor, yang merupakan jabatan fungsional tertinggi dosen di Indonesia, juga selayaknya diberikan kepada individu yang punya kualifikasi terbaik dalam bidang ilmu pengetahuan, penelitian, atau pendidikan. Pemberian gelar profesor kepada individu yang tak punya kiprah jelas dalam dunia pendidikan akan merusak kredibilitas dan reputasi institusi yang memberikannya. Terlebih jika pemberian gelar itu didasari penilaian tanpa landasan jelas dan meyakinkan.

Tak hanya itu, pemberian gelar doktor kehormatan atau profesor kepada sosok-sosok yang tidak punya rekam jejak meyakinkan dan tak punya kontribusi signifikan terhadap dunia pendidikan rawan konflik kepentingan. Praktik semacam ini hanya akan menghancurkan kredibilitas perguruan tinggi sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pembangun peradaban bangsa.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Andi Irawan

Andi Irawan

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Bengkulu dan Ketua Bidang Kebijakan Publik ASASI (Perhimpunan Akademisi dan Saintis Indonesia)

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus