Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Hegemoni

Amerika serikat untuk menjadi nomor i menolong negara yang hancur dan menjelajah dunia dengan ide-ide baru. tapi, walau begitu tak ditakdirkan menjadi nomor i.

14 November 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUAT apa sebenarnya jadi nomor 1? Saya ingat akan sebuah diskusi di salah satu ruangan Walter Lipmann House di kawasan Harvard di awal 1990. Prof. Ezra Vogel, pengarang buku Japan No.1, berbicara tentang tantangan persaingan Jepang di dunia dan mengemukakan apa yang harus dilakukan Amerika Serikat untuk menjadi No.1, agar tak membiarkan Jepang melaju di depan. Seseorang bertanya: Kenapa AS harus jadi No.1? Buat apa jadi No.1? Bukankah sebuah negeri bisa saja menjadi No.3 dalam urutan kekuatan ekonomi tapi No.1 dalam, misalnya, kemajuan ilmu pengetahuan atau pertunjukan opera? Tak ada jawab. Orang Amerika rupanya tidak bisa seperti orang Swedia atau orang Paraguay dalam meletakkan harapan pada negeri mereka: tidak usah jadi No.1. Sejarah telah begitu bermurah hati kepada mereka. Tiga atau empat dasawarsa setelah Perang Dunia II sudah terbiasa dilihat sebagai Pax Americana: Amerika Serikatlah yang memimpin dan menertibkan sebuah tata dunia yang penuh kompetisi dan kerjasama, ketegangan dan persekutuan. Perang besar yang berlangsung antara tahun 1939-1945 memang telah mengubah sejarah sama sekali. Perang Dunia itu meng hancurkan negara-negara Eropa, para pemegang hegemoni dan penguasa kolonikoloni dunia lama. Amerika Serikat datang ke benua yang hancur itu dan dengan dana raksasa menolongnya dengan Rencana Marshall. Dengan itu Eropa (dan Jepang) kemudian bisa bangun kembali, tetapi wibawanya tidak nampak lagi. Bahkan Inggris, sebuah imperium yang menguasai dunia dari ujung ke ujung, akhirnya tinggal menjadi sepotong pulau dengan beberapa kerat wilayah protektorat dan sebuah ikatan kabur dengan bekas-bekas jajahannya. Pax Brittanica sudah punah. Pax Americana mengambil alih. Posisi itu memang punya glamornya sendiri, dan puncaknya agaknya pada masa pemerintahan Presiden Kennedy. Orang memang bisa mengatakan, bahwa periode yang dimulai di tahun 1963 itu hanya memperkenalkan retorika baru untuk kedudukan Amerika yang sudah menonjol sebelumnya. Bagaimana pun, masa Kennedy, dengan semboyan The New Frontier, menjelajah dunia dengan beberapa gagasan baru. Di masa ini, semangat "kemitraan Atlantik" dengan Eropa Barat, yang sedang bangkit dan bergerak ke arah persatuan ekonomi dan pertahanan, dikumandangkan. Di masa ini pula, suatu strategi baru menghadapi ancaman komunis di Dunia Ketiga dirumuskan, dalam bentuk teori "pembangunan ekonomi". Kennedy mencanangkan "Dasawarsa Pembangunan" yang mengharuskan negeri-negeri kaya menyumbangkan 1% dari GNP mereka untuk membantu negeri miskin. Harapan yang terkandung di dalamnya ialah: dengan ekonomi yang baik, daya tarik komunisme akan ditampik. Di masa Kennedy pula sukarelawan Peace Corps dibentuk, dan anak-anak muda Amerika berangkat ke negeri-negeri jauh yang "terkebelakang" untuk memberikan bantuan tenaga. Di masa Kennedy pula pasukan Green Berets diciptakan: pasukan elit, dengan pelbagai ketrampilan, yang dikirim untuk menghadapi gerilya komunis di pelbagai pelosok dunia. Dan apapun omong kosong yang hendak dikatakan Sutradara Oliver Stone dalam film JFK, Presiden Kennedylah yang memulai keterlibatan Amerika secara lebih dalam di Vietnam. Di bidang lain, di masa Kennedy pula Amerika mengusahakan liberalisasi perdagangan internasional, yang terkenal dengan nama "Kennedy Round". Sebenarnya tak mudah untuk berdiri tegak dengan semangat internasionalis, (atau "imperial") seperti itu. Kenyataan yang kemudian dihadapi Amerika Serikat menunjukkan bahwa hegemoninya tidak bisa terus menerus bertahan, sementara Jepang tumbuh bersamanya, juga Eropa, dan kemudian negeri-negeri lain di Asia Timur. Ekonomi Amerika Serikat sendiri tidak selamanya seberuntung seperti masa Kennedy, yang mewarisi keadaan yang sudah matang untuk ekspansi ketika Presiden Eisenhower tidak lagi memerintah. Kenyataan yang paling mencolok tentu saja yang nampak selama tiga tahun terakhir. Uni Soviet runtuh, tetapi saingannya yang terkemuka, Amerika Serikat, bukannya bisa tampil sebagai satu-satunya kekuatan unggul. Di dalam Perang Teluk, Presiden Bush hendak mencoba menunjukkan kepemimpinan Amerika tetapi dengan dana yang harus dikais-kais dari negeri lain. Uni Soviet kalah, tetapi kita tidak bisa mengatakan bahwa Amerika menang. Pax Americana ternyata adalah sebuah kenangan pendek yang pucat pasi. Tidak seperti yang dibayangkan oleh orang Amerika, negeri mereka tidak selamanya ditakdirkan menjadi No.1. Clinton sebentar lagi akan berada di Gedung Putih, dalam umur 46 tahun: seorang yang mungkin mengingatkan orang kepada Kennedy, tetapi yang mungkin, ketika ia menghindar dari kewajiban berperang di Vietnam, pernah juga mengenal disilusi dari ambisi hegemoni Amerika di mana-mana. Sebab memang apa sebenarnya yang dicari: sebuah posisi sebagai negeri superkuat tunggal, semacam imperium Roma dulu? Atau satu sentrum diu antara sentrum-sentrum lain, di mana terjadi dialog dan lalu lintas yang lebih beragam dari pelbagai pusat politik, ekonomi dan budaya? Keberuntungan seorang pemimpin yang muda ialah bahwa ia lebih cenderung untuk tidak memakai mistar tua - yang dipakai beberapa puluh tahun yang lalu - untuk mengukur dunia yang telah berubah. Akankah Clinton membawa perubahan, memberi inspirasi baru tentang pandangan diri baru Amerika? Saya - yang bukan orang Amerika - mencoba menebak orang ini lewat potret di koran dan layar televisi. Barangkali ia memang cocok dengan Amerika yang seharusnya: bukan seorang pemimpin dengan keyakinan-keyakinan besar, bukan pemimpin dunia No.1. Goenawan Mohamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus