SEHUBUNGAN dengan berita TEMPO No. 42 Tahun VIII, mengenai Hak
Asasi Manusia, Humaika Dan Yang Tidur, perlu kiranya saya
memberi catatan tambahan:
1. Fikiran tentang perlunya usaha penyantunan terhadap para
tahanan dan keluarganya, bukan baru. Ia telah sering dibicarakan
di kalangan ahli hukum yang selama ini menemukan kenyataan,
bahwa masalah yang dihadapi para tahanan jauh lebih luas dari
masalah hukum semata-mata, maupun di kalangan masyarakat,lain.
Beberapa kalangan selama ini telah melakukan usaha menyantuni
tahanan, meski dalam kelompok kecil, secara diam-diam. Usaha
semacam ini nampaknya belum dipandang hal yang layak, seperti
kelayakan penyantunan yatim piatu, tuna netra, orang jompo dan
sebagainya -- atau kelayakan perkumpulan penyayang binatang
sekalipun. Ada kesan seolah-olah tabu, dapat melibatkan orang,
atau sekurang-kurangnya tidak ikut menghukum orang yang berbuat
salah.
2. Sementara itu sikap mau menghukum di masyarakat kadang sudah
melampaui tingkat yang mencemaskan. Dapat ditunjukkan misalnya
oleh sikap main hakim sendiri, keengganan menerima dan membantu
bekas tahanan, keengganan menolong anak dan isteri tahanan dan
sebagainya. Semua itu berlangsung di tengah makin menonjolnya
gejala kekerasan dan kekasaran dalam masyarakat yang semakin
terhimpit oleh sosial ekonomi, dalam pergaulan yang nampaknya
cenderung ke arah mengentalnya sifat individualistis dan
materialistis.
3. Langkah ke arah penegakan hukum, serta untuk terwujudnya
prosedur penahanan dan perlakuan terhadap tahanan agar lebih
manusiawi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat dipandang
suatu kemaiuan. Ia seolah haru meski sesungguhnya telah lama.
Sementara itu masyarakat penuh harap bahwa pelaksanaan dari niat
untuk memperbaiki perlakuan terhadap para tahanan, akan sebagus
pernyataan-pernyataan resmi yang dikeluarkan. Terselip pula rasa
cemas kalau-kalau kemajuan yang ada ini hanya sebentar
berlakunya, dan kemudian surut kembali.
4. Dalam hubungan ini semua, usaha menggairahkan kembali rasa
kemanusiaan di masyarakat rasanya perlu mulai dilakukan, bersama
dan sebagai dukungan terhadap langkah-langkah yang telah
dilakukan pemerintah dewasa ini, sebab tidak semua hal perlu dan
harus dan dapat dilakukan pemerintah sendiri. Usaha-usaha
kemanusiaan diharap dapat menumbuhkan sikap yang lebih
penyantun, termasuk kepada mereka yang sedang dikucilkan, serta
keluarganya.
5. Karena usaha penyantunan tahanan dan keluarganya bukan
sesuatu yang melanggar hukum atau susila, tidak perlu bersifat
tertutup. Tidak perlu pula diramai-ramaikan. Namun niscaya usaha
ini masih memerlukan waktu untuk di pandang sebagai kegiatan
biasa, sesuatuyang layak -- kalau tidak dikatakan harus -- dalam
suatu masyarakat yang terikat untuk menjunjung tinggi
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Perkataan kemanusiaan sengaja
dipakai, karena rasanya istilah Hak-Hak Asasi terlalu
berkonotasi dengan salah-benar, hitam-putih, dan agak berbau
tuntut-menuntut suatu hal yang oleh sebagian orang dirasa
sebagai daerah "tegar" dan secara bijaksana perlu dihindari.
Kemanusiaan mempunyai kesan lebih akrab, berbau pengampunan,
kasih sayang, tenggang rasa, tanpa terlalu mempersoalkan salah
benar.
Dalam kaitan itu semua barangkali berdirinya Himpunan Masyarakat
Indonesia untuk Kemanusiaan, Humaika, kendati kecil, dapat
mempunyai arti. Semoga.
ADI SASONO
Lembaga Studi Pembangunan,
Gedung Arthaloka, Lantai 17
Jl. Jenderal Sudirman 2
Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini