Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Ibarat mengupas kue lapis

Menafsirkan ajaran agama hendaknya secara kontekstual tak hanya tekstual. di AS, ada kelompok sempalan berkedok agama. sempalan model tarekat paling laku di indonesia. hindu-budha pengaruhi pikiran.

11 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saya sangat terkesan oleh berita Sempalan Radikal Islam Pinggiran (TEMPO, 18 Februari 1989, Agama). Di situ digelar materi berita cukup akurat. Masalah yang diungkit, sedikit banyak, mewakili problem Islam, khususnya pemahaman orang Islam di Indonesia. Begitulah dinamikanya agama Islam. Bagi saya, bahasan TEMPO itu dapat dibedah menjadi dua persepsi pemahaman. Kedua peta pemikiran itu adalah sempalan "kagetan" dan sempalan "magis". Ini mempunyai alasan. Pertama postulat pemikiran dalam menafsirkan konsep-konsep agama menganut pandangan yang normatif. Sementara itu, pemahaman tentang agama itu masih dikenal dengan penafsiran dan takwil. Dalam rangka menafsirkan atau menakwilkan itu, ajaran agama hendaknya dipandang secara kontekstual. Bukan cuma dengan kaca mata tekstual. Sebab, baik isi Quran maupun Hadis masih ada kandungan ayat yang belum di jelaskan secara pas. Contohnya, dalam Quran: 55/33. "Jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tak dapat menembus melainkan dengan kekuatan." Secara ekstrem, ayat ini ditafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan kekuatan di situ adalah bagaimana memanfaatkan potensi pikir yang dimiliki. Jika secara normatif pandangan yang dipakai, maka kekuatan itu dijadikan sebagai rujukan untuk "berdemonstrasi". Lalu, di Amerika ada juga sempalan yang berkedok agama. Kaum hippies memanfaatkan gerakan antiteknologi dan antihedonisme. Gerakan ini muncul karena tuntutan di tengah kehidupan mereka tak diimbangi lajunya perkembangan dunia modern. Sementara itu, sistem ekonomi dan industri sangat kapitalistis. Di samping itu, institusi dan simbol-simbol agama telah dirasionalkan, sehingga lepas dari ikatan-ikatan keagamaan dengan menerapkan pola sekuler. Kemudian, sempalan versi imam, yang dianut oleh mazhab Syiah, yang bersifat ekstrem dan mempercayai kemaksuman (kesucian) seorang imam. Padahal karena kemaksumannya itu boleh jadi ia keluar dari garis agama. Misalnya, dengan sikap fanatisme kebangsaan dan mazhab. Lantas, mungkinkah sempalan Islam model imam akan ada di Indonesia? Menurut Prof. Mukti Ali, sempalan Islam versi imam (Syiah) di Indonesia tak akan berkembang. Sebab, secara geografis jauh dengan pusat ajaran Syiah (Iran). Di segi lain, umat Islam Indonesia sangat patuh kepada paham Ahli Sunah Waljamaah. Sedangkan sempalan yang kedua, sudut pengamatannya bercorak mistik (sufisme atau tasawuf). Pemahaman mereka seakan dunia ini tak mempunyai arti. Ada pula yang beranggapan, isi dunia ini bermakna, yang dalam dunia tasawuf dikenal dengan panteisme. Yakni semua benda yang ada dapat dijadikan perantara sebagai wujud Tuhan. Dengan jalan itu, mereka mengasingkan diri atau berkontemplasi, bersemadi. Atau, dalam tasawuf Islam dikenal dengan zuhud, yakni meninggalkan semua urusan duniawi. Nilai-nilai budaya bangsa, sebenarnya, juga merupakan motif lahirnya perbedaan pemahaman agama pada tiap-tiap negara. Di Indonesia, misalnya, sempalan model tarekat paling laku. Ini karena didukung kondisi akibat ajaran nenek moyang. Dan ini tak bisa dipungkiri, ketika Islam datang ke Indonesia sudah ada dua agama besar yang menguasai Nusantara yaitu Hindu dan Budha. Kedua agama itu tentu lebih dahulu menguasai alam pikiran masyarakat Indonesia waktu itu. Maka, taklah mustahil jika cara memahami Islam ibaratnya mengupas kue lapis.ACHMAD IBRAHIM (Mahasiswa) IAIN Alauddin Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah dan Filsafat Jalan Singa 37A Ujungpandang 90132

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus