HIASAN janur, untuk pesta penobatan Sultan, membuat Yogya tampak semarak. Apalagi di sekitar keraton, tempat pesta agung itu diselenggarakan. Umbul-umbul kembar berlanggam kombinasi Jawa-Bali di kompleks pergelaran tampak menarik sekali. Sepasang payung -- juga dari janur -- terpasang anggun di Sitihinggil, bangsal tempat penobatan Sultan baru. Terkesan, ada upacara tradisional dengan sentuhan modern. Perancang dan pembuat hiasan janur dan rangkaian bunga itu adalah Perhimpunan Mayasari Yogya. Puluhan jumlahnya. "Setiap keraton ada pesta, kami selalu dipanggil," tutur Nyonya Suliantoro Sulaiman, pimpinan Mayasari. Untuk keperluan pesta agung ini, Ny. Suliantoro harus mengerahkan 2 orang ahli janur, 12 peronce bunga daun, 14 perangkai bunga, dan 6 orang konsultan interior. Untuk pekerjan besar ini, Mayasari tak menuntut imbalam dari keraton. "Kami cuma ingin ngalab (mengharapkan) berkat dari Ngarso Dalem. Kami semua ini rewang, memhantu dengan ikhlas," katanya . Barangkali untuk tujuan ngalab berkah pula, dua perusahaan Jakarta, PT Summa lnternational dan Matari Inc., datang ke Yogya. Keduanya yang mendapat hak "monopoli" pendokumentasian pesta agung itu tanpa target profit. PT Summa bertindak sebagai penyandang dana, dan Matari mengambil sebagai pelaksana di lapangan (TEMPO, 4 Maret 199). Hasil kerja sama itu bisa disaksikan selama upacara jumenengan. Jaringan TV terbatas disiarkan langsung dari istana, dan dapat disaksikan lewat 48 layar monitor. Sebanyak 18 buah di antaranya, berukuran 27-38 inci, dipasang di sekitar Sitihinggil dan pergelaran, selebihnya dipasang di alun-alun utara, di depan keraton. Sementara itu, TVRI Yogya menyelenggarakan siaran langsung. Ken Sudarto, pimpinan Matari, memang mengerahkan puluhan orang untuk melayani kamera foto, film, dan video. "Karena dalam upacara ini tidak boleh ada fotografer bergerak, sehingga setiap sudut perlu orang," ujar Ken. Tak semua pekerjaan itu diawaki oleh orang Matari. Untuk membuat rekaman video, Matari meminta Jasa IPM, perusahaan yang bergerak di bidang kehumasan dan rekaman video. Sedangkan untuk pembuatan film 16 mm, Ken Sudarto mengontrak PT Idola Imajika Film. Keduanya dari Jakarta. Pekerjaan ini melihatkan pula sutradara film Ami Priyono, yang dikontrak oleh PT Idola Karena waktu persiapan yang mendesak, jangankan "skenario", soal honor pun, menurut mereka, belum sempat dibicarakan. "Jelek-jelek sebagai orang Yogya, ada kewajiban moral bagi saya untuk menerima pekerjaan ini," tutur Ami kalem. Ami dan Edy Suhendro pimpinan PT Idola, sepakat untuk mempraktekkan kerja semacam wartawan. Semua adegan akan direkam. "Baru pada proses editing, adegan akan dirangkai agar menjadi sebuah film dokumenter yang utuh," ujar Edy. Biaya peliputan Matari sendiri sekitar Rp 300 juta. Dana itu digotong bersama oleh delapan perusahaan sponsor yang berdiri di belakany Matari. Karena biaya yang terkumpul itu masih cupet, maka PT Summa turun tangan menomboki kekurangan dana itu. Peliputan upacara penobatan ini memang ramai. Selain awak Matari, TVRI, RRI, sedikitnya ada 250 wartawan media cetak yang meliputnya. Sekitar 17 kamera film dan video beraksi mengikuti upacara penobatan HB X. Namun kehadiran sponsor semacam itu rupanya sempat mengundang gunjingan di lingkungan keraton. Ada prasangka bahwa acara jumenengan itu telah dikomersialkan. Walau, katanya, mereka tak ngalab untung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini