Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BENCANA judi online sudah menjerumuskan kehidupan berbangsa. Uang yang menguap sudah ratusan triliun rupiah. Korban berjatuhan tanpa memandang kehidupan sosial masyarakat. Ada dokter yang terjerat, ada polisi yang sampai membunuh istrinya gara-gara judi itu. Di rumah sakit kabarnya bergelimpangan korban judi yang tingkat kecanduannya sudah akut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perang melawan judi lewat Internet ini sudah tak bisa lagi cuma mengandalkan Kementerian Komunikasi dan Digital yang dulu bernama Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian ini memang bisa memblokir situs web dan aplikasi yang bermuatan judi. Sudah jutaan situs web yang kena berangus. Tapi, betapapun gampangnya memblokir situs web itu, segampang itu pula muncul situs-situs web baru. Apalagi kalau ternyata aparat yang bertugas memberangus situs web judi itu justru melindunginya dengan bayaran bernilai miliaran rupiah dari bandar judi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini pemerintah berganti. Prabowo Subianto menggantikan Joko Widodo sebagai presiden. Para menteri juga banyak berganti, termasuk Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi). Presiden Prabowo dengan tegas meminta judi online diberantas tuntas. Menteri Komdigi Meutya Hafid membuka kantornya untuk didatangi polisi yang menangkap para begundal yang selama ini bukannya memberangus situs web judi, tapi justru mengamankannya. Sampai kapan perang terhadap judi online ini dilakukan? Bukankah polisi yang menangkap begundal itu adalah polisi yang tetap di bawah Kapolri Jenderal Listyo Sigit? Kenapa di era Presiden Jokowi tak ada upaya untuk menangkap para pelindung judi online itu?
Padahal wabah judi ini sudah berlangsung lama. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah lama memberi tahu betapa banyak aliran uang dari judi ini. Budi Arie Setiadi selaku Menteri Kominfo pun sering pula berucap kementeriannya sudah memberangus ribuan situs web judi. Apakah benar dia kecolongan ketika pegawainya sendiri yang terlibat melindungi judi online? Budi Arie, yang kini menjabat Menteri Koperasi, harus diperiksa agar jelas. Apalagi dia mengenal orang yang melindungi situs web judi itu.
Namun sejatinya memberantas judi online tak bisa sepenuhnya menjadi beban kementerian yang kini dipimpin Meutya Hafid. Apalagi dunia maya itu sakti mandraguna, yang bisa dengan lekas melahirkan situs-situs web baru. Bahkan konten judi itu sendiri ditengarai bisa masuk dengan bebas ke aplikasi yang resmi dikelola pemerintah.
Memberantas judi harus dibarengi dengan mendidik masyarakat ke arah produktif. Ini tugas berat karena harus merombak mental masyarakat kita, dari mental pejudi menjadi mental pekerja keras. Judi harus diperangi dengan cara-cara budaya, bagaimana menumbuhkan etos kerja masyarakat yang kini cenderung serba-instan. Mereka harus dituntun untuk bekerja dalam proses. Kita tahu bahwa judi berawal dari jalan pintas untuk meraih sukses, meraih kemenangan dengan instan. Tak ada yang membayangkan kalah dalam perjudian. Namun, meski kemenangan itu jauh lebih jarang datangnya, harapan akan kemenangan selalu membayangi. Dan ini kemudian menjadi candu.
Sudah banyak aturan yang melarang perjudian, tapi tak berdaya karena tidak dijalankan dengan benar. Undang-undang yang melarang perjudian sudah ada sejak era Orde Baru, yakni UU Nomor 7 Tahun 1974. Dalam undang-undang tersebut, segala jenis perjudian dilarang. Lalu, dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik, dimuat pula pasal tentang larangan mendistribusikan akses informasi elektronik yang memiliki muatan perjudian. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pun ada pasal-pasal yang melarang perjudian. Aturan yang lengkap ini konyolnya tak bergigi. Aparat yang seharusnya melaksanakan aturan itu justru menjadi beking perjudian. Adalah rahasia umum bagaimana polisi melindungi judi togel, judi sabung ayam, dan seterusnya.
Masyarakat harus dicarikan kesibukan baru. Di Bali, misalnya, sabung ayam berkurang meskipun polisi banyak melindungi sabung ayam liar. Ada permainan baru, seperti lomba memancing. Meski lomba ini juga sifatnya berjudi—karena targetnya bukan mendapatkan ikan, melainkan hadiah—unsur judinya berkurang. Sekarang ada Kementerian Kebudayaan. Bagaimana kalau kegiatan seni budaya makin diramaikan di tengah masyarakat agar orang punya kesibukan baru? Judi online marak karena kita lebih banyak menganggur. Kita mempertaruhkan uang dengan orang yang tak kita kenal. Pejudi hanya memelototi handphone.
Memberantas judi online tak bisa diserahkan hanya kepada polisi dan Menteri Komdigi. Kita harus menggerakkan masyarakat ke arah kerja produktif.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo