Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kini rasanya kita ingin bertanya perihal nilai dan keperluan kejujuran.
Dalam politik, termasuk pemilihan umum, kejujuran tampaknya memang tidak ada.
Kejujuran memungkinkan menjadi sejalan dengan kata-kata yang diucapkan.
Limas Sutanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikiater
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari-hari ini, ketika situasi politik menjelang Pemilu 2024 memanas, kita terasa ingin mengajukan pertanyaan, yang mungkin sesungguhnya sebuah keluhan: apakah kejujuran masih bernilai dan perlu? Apakah pada zaman dulu masyarakat lebih mudah menjawab pertanyaan tersebut?
Orang yang sinis (cynic) adalah orang yang percaya bahwa manusia hidup dengan semurni-murninya digerakkan oleh kepentingan pribadi. Ia sama sekali tidak berbuat karena alasan luhur atau tersebab motivasi terhormat yang ditandai keberanian dan kerelaan mengorbankan diri. Salah satu contoh orang sinis terkemuka adalah Diogenes, filsuf Yunani kuno yang dianggap sebagai salah satu penyokong awal sinisme. Patung Diogenes di Sinope, Turki, terlihat sebagai sosok pria yang membawa lampu teplok di tangan kirinya dengan seekor anjing yang duduk waspada di samping kanannya. Sebuah lukisan yang dipercaya dibuat oleh Johann Tischbein, pelukis Jerman dari abad ke-18, menggambarkan adegan serupa: Diogenes di tengah orang banyak mencari-cari manusia jujur dengan membawa lampu penerang di tangan kirinya. Hal ini menggambarkan betapa sulitnya menemukan orang jujur dan betapa kejujuran sepertinya tiada.
Ada anggapan bahwa orang-orang pada masa beradab yang awal itu jujur atau setidak-tidaknya cenderung jujur. Namun, tatkala "kebenaran" kini bisa dengan gampang dikesankan melalui hujan disinformasi, kejujuran kian menipis dan hampir hilang. Entahlah, apakah memang benar demikian? Kini memang ketidakjujuran, yang terus digelontorkan dengan amat dahsyat lewat bantuan teknologi canggih, dapat menjelma menjadi "kebenaran"—fenomena yang lazim disebut post-truth.
Dulu, di sekolah, ada seorang profesor yang apa adanya mengatakan tidak tahu ketika disodori pertanyaan yang sesungguhnya berada dalam lingkup spesialisasinya. Guru besar ini jujur. Mungkin wajar apabila kejujuran ada atau dituntut untuk ada dalam kehidupan intelektual atau dalam profesi. Ada yang bilang, dalam politik, mungkin termasuk pemilihan umum, kejujuran memang tidak ada atau setidak-tidaknya boleh tiada. Kejujuran dan politik seperti tidak terhubung.
Ketidakjujuran dalam politik cenderung dianggap sebagai kewajaran. Namun sastrawan dan politikus yang pernah menjabat presiden pertama Republik Cek, Václav Havel, mengutarakan bahwa kejujuran, atau hidup dalam kebenaran, adalah sebuah dimensi dalam politik, yang keberadaannya sama sekali tidak meragukan. Dengan demikian, ia menegaskan bahwa kejujuran dalam politik sungguh penting dan perlu. Jika pilar utama suatu sistem politik adalah ketidakjujuran, dengan sendirinya ia akan merusak fundamen politik.
Walaupun ada atau tiadanya kejujuran terus diperdebatkan dan diragukan, dalam kehidupan manusia masih terdapat keinginan untuk jujur. Masih ada hasrat buat menetapkan (kembali) kejujuran sebagai nilai. Pengharapan terhadap dunia atau kehidupan yang beradab yang menjunjung kejujuran itu ada. Entah mengapa keinginan, hasrat, dan pengharapan itu masih ada saja. Dunia yang berubah sepertinya belum bisa menyapu mereka.
Kejujuran mungkin adalah bagaimana orang menggunakan kata-kata atau bahasa untuk mewakili pengalaman dirinya. Karena itu, kejujuran memungkinkan perbuatan (yang diejawantahkan dari pengalaman diri) menjadi sejalan dengan kata-kata yang diucapkan. Sebaliknya, ketidakjujuran adalah penggunaan kata-kata atau bahasa untuk menggantikan atau mensubstitusi pengalaman diri. Dalam konteks ini, penyimbolan merupakan suatu tindak kejujuran; substitusi adalah tindak ketidakjujuran. Hemisfer kiri atau belahan otak kiri mampu menunaikan kedua hal itu, tapi tidak dengan otak kanan.
Hemisfer kanan bersangkut paut dengan bahasa di bawah (atau di balik) kata-kata. Theodor Reik, psikoanalis Wina, menyebutkan bahasa yang demikian hanya "dapat didengarkan dengan telinga yang ketiga". Bahasa yang "dikelola" hemisfer kanan ini tidak dapat disubstitusi kerja hemisfer kiri karena ia terejawantah sangat lekas, dalam hitungan waktu milidetik, tak terkejar oleh belahan otak kiri yang bekerja dalam kelajuan berskala detik. Maka bahasa hemisfer kanan itu mau tak mau jujur. Bahasa ini dikatakan sebagai bahasa di bawah (atau di balik) kata-kata karena ia tidak berbentuk kata-kata, tapi keberadaannya menyertai pengungkapan pengalaman melalui kata-kata. Ia dinyatakan dalam ekspresi-ekspresi manusia yang begitu saja tergelar. Dengan kata lain, ia terjadi secara nirsadar. Ekspresi-ekspresi itu ditunaikan oleh badan, berupa ekspresi wajah, tatapan mata, dan segala ekspresi badaniah yang dapat dilihat, sebagai ekspresi yang bukan kata tapi dapat didengar, seperti naik-turunnya suara pengucapan kata-kata serta ekspresi yang dinyatakan melalui gerakan badan dan sikap tubuh.
Apakah kini sudah muncul kesan bahwa kejujuran senantiasa ada pada setiap manusia? Ia hidup dalam belahan kanan itu. Ketika hemisfer kiri makin canggih, misalnya karena pengalaman bersekolah tingkat tinggi, kemampuan mensubstitusi pengalaman diri dengan kata-kata bisa kian canggih dan tinggi pula. Maka pangkat duniawi dan bersekolah yang tinggi tidak serta-merta mewujudkan kejujuran. Kecuali jika keduanya memikul tanggung jawab untuk menjaga penetapan kejujuran sebagai nilai dalam kehidupan yang beradab
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo