Lebaran memang sudah lama berlalu, tetapi kenangan "orang kota" mudik menjelang Lebaran berlangsung, dengan segala eksesnya, tetap mengganggu. Kemacetan lalu lintas antara Cikampek dan Indramayu, seperti pernah diberitakan TEMPO, sebenarnya bukanlah hal baru. Cuma, mungkin ini yang terparah. Padahal, kita sudah memasuki era jalan tol. Budaya mudik mungkin bukan monopoli orang kita saja. Di Amerika pun budaya itu masih terjadi. Menjelang Natal, bandar udara dipenuhi dengan orang yang mau ber-Natal di rumah keluarganya. Orang muda pergi ke orangtuanya. Orangtua pergi ke rumah anaknya. Pokoknya, ramai. Jangan lupa pula, orang Amerika mungkin orang yang paling "mobil" di dunia. Tapi herannya, kericuhan akibat banyaknya orang mudik kok tak pernah dilaporkan. Yang diberitakan paling-paling banyaknya kecelakaan lalu lintas akibat banyaknya orang yang bepergian. Lalu lintas macet sebenarnya bukan hal aneh. Kalau Anda orang kota besar, Anda cukup familiar dengannya. Cuma, dalam pandangan saya, banyak kemacetan "yang tidak perlu". Di antara segudang sebab, yang menjadi sorotan saya adalah tidak adanya budaya antre di antara para pengemudi, baik kendaraan umum maupun pribadi. Coba perhatikan para pemakai jalan di negeri kita. Lajur pemisah jalan tak pernah dipatuhi. Pengemudi tenang saja mengangkangi jalur pemisah. Jalan tiga jalur dipenuhi empat atau lima mobil sekaligus. Pokoknya, selama masih ada ruang kosong, masuk saja. Kalau jalan ini bertemu dengan jalan yang lebih sempit atau pintu tol, kemacetan tak dapat dihindarkan. Dalam hal ini, saya cukup bersimpati pada petugas tol Cikampek yang pernah dinilai TEMPO "kurang gesit". Penyebabnya? Ya, itu tadi, tidak ada kemauan untuk antre. Terbiasa diprioritaskan. Terbiasa mendapat pelayanan istimewa. Terbiasa dengan nota. Coba lihat di bank-bank, kantor pos, tempat pembelian tiket kereta api, atau beli apa saja. Pernahkah lihat orang antre? Orang kita mau antre kalau sudah ditongkrongi petugas dengan pentungan di tangan. Di Amerika anak-anak sejak di TK sudah diajar antre. Antre masuk WC, antre di depan keran, atau antre sewaktu naik bus. Semuanya tertib. Ke mana pun kita pergi di Amerika, kita akan melihat orang antre. Semua urusan lancar. Semua orang senang karena yang datang lebih dulu dilayani lebih dulu pula, begitu pula sebaliknya. Kalau Pak Polisi mengatakan kurangi jumlah kendaraan, kalau Pak Wali Kota mengatakan lakukan car pool, kalau Pak Binamarga mengatakan perpanjang jalan raya, maka saya cukup mengatakan "budayakan antre sebagai salah satu cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas". Buat yang sudah tua, mungkin "pentungan" masih diperlukan. Buat yang muda pakailah sekolah sebagai sarana untuk menanamkan budaya antre. Kalau belum sepenuhnya berhasil, insya Allah pada generasi mendatang. DIDI RUKMANA 500 W. Prospect Rd $32 A For Collins, Colorado 80526 USA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini