Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berita Tempo Plus

Kembali ke Etika

SBY resmi mundur dari kabinet. Tata krama yang harus dipahami peserta koalisi.

15 Maret 2004 | 00.00 WIB

Kembali ke Etika
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

KASUS Susilo Bambang Yudhoyono seperti menjadi semacam kaca benggala dalam kehidupan berpolitik dan berdemokrasi di negeri ini. Pada awalnya, sebetulnya, tidak ada yang istimewa dari kasus ini. Sistem pemilihan umum yang baru, antara lain dengan memilih langsung presiden, membuat siapa pun berhak maju sebagai calon presiden, selama perolehan suara partai pendukungnya memenuhi persyaratan yang diatur Undang-Undang Pemilu. Ketika itulah nama SBY—demikian pensiunan jenderal itu biasa dipanggil—mencuat lewat Partai Demokrat.

Kebetulan (atau tidak?) nama SBY kemudian "berkibar" di sejumlah polling yang diselenggarakan berbagai lembaga, di tengah "polemik" apakah pejabat—terutama anggota kabinet—yang mencalonkan diri sebagai presiden harus mundur atau tidak dari jabatannya. "Polemik" itu sendiri sebetulnya bisa diselesaikan dengan pikiran jernih dan etika berpolitik yang dilandasi kemauan berdemokrasi secara sehat. Kalau Kabinet Gotong-Royong dilihat sebagai "kabinet koalisi", seharusnya ada tata krama yang dipahami bersama oleh para peserta koalisi tersebut.

Koalisi dibangun di atas persamaan yang disepakati oleh beberapa pihak yang—pada dasarnya—punya perbedaan pandangan. Pada saat kepentingan bersama ditempatkan di atas kepentingan masing-masing pihak, "kontrak" ini membuat koalisi berjalan di atas relnya. Tapi, ketika kepentingan masing-masing pihak mulai berseberangan dengan kepentingan bersama, termasuk dengan "pemegang mandat" kepemimpinan koalisi tersebut, koalisi sebetulnya sudah cacat. Pada tahap ini, seyogianyalah sang pejabat mengundurkan diri.

Kasus SBY menjadi muskil karena aturan main pemilu juga tak sepenuhnya jernih. Pengumuman nama calon presiden, misalnya, yang menurut konstitusi dilakukan sebelum pemilu legislatif, ditetapkan baru dilakukan sesudahnya. Akibatnya, secara formal hingga saat ini pun belum ada calon presiden "definitif". Polling yang telanjur mengangkat nama SBY ke permukaan, dan kenyataan belum majunya para calon presiden secara resmi, membuat posisi SBY "limbung". Akhirnya ia menyatakan diri siap menjadi calon presiden. Artinya, siap bertarung dengan Megawati Soekarnoputri, calon PDI Perjuangan yang sedang memegang tampuk pemerintahan.

Langkahnya meminta "clearance" dari Presiden karena merasa "ditinggalkan" dari beberapa kegiatan kabinet kemudian menuai komentar negatif—bahkan kekanak-kanakan—dari pihak-pihak yang merasa tak berkenan dengan langkah SBY itu. Kalau setiap pihak bisa menahan diri untuk bersikap proporsional, kehidupan berpolitik dan berdemokrasi di negeri ini sebetulnya bisa lebih dewasa dan bermartabat.

Sehari setelah SBY mengajukan permohonan mengundurkan diri, Presiden menyatakan persetujuan dan langsung mengangkat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ad interim. Selesaikah masalahnya? Barangkali belum. Sebab, di dalam kabinet—yang koalisi itu—masih terdapat beberapa "pemain" yang akan maju ke panggung pemilihan presiden, setidaknya turut berkampanye pada hari-hari ini.

SBY telah menutup kasusnya dengan cara yang—kata sebagian orang—elegan, terpuji, dan terhormat. Kembali kepada pikiran jernih dan etika berdemokrasi secara sehat dan cantik, seyogianya para "calon presiden" di dalam Kabinet Gotong-Royong pun sudi berkaca pada kasus ini, dan mengambil langkah terpuji yang justru akan mengangkat martabat mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus