Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Desakan terhadap pentingnya perlindungan data pribadi semakin besar.
Perlu kerangka kerja yang jelas dalam pertukaran data antarnegara.
Kepercayaan digital dibangun dengan audit yang memadai.
Syahraki Syahrir
Steering Committee Indonesia Fintech Society
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arief C. Nugraha
Organizing Committee Indonesia Fintech Society
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus kebocoran data dan penipuan online rasanya sudah menjadi menu perbincangan sehari-hari di masyarakat. Banyaknya data pribadi yang tersebar di jagat maya juga membuat penipuan online semakin mudah. Di satu sisi, pemerintah berupaya memastikan perlindungan data pribadi ini dilakukan dengan baik oleh berbagai organisasi. Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan perlindungan data pribadi masih rendah. Kebocoran data tidak lepas dari tingginya kegiatan pertukaran data digital belakangan ini.
Pertukaran data yang masif tidak terlepas dari globalisasi, yang mendorong tingginya jumlah pengguna Internet di seluruh dunia. Menurut Statista, pengguna Internet di dunia sampai April 2022 telah mencapai 5 miliar orang dengan Indonesia menjadi pengguna terbanyak keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan regulasi pertukaran data yang menjamin keamanan konsumen.
Salah satu prakarsa yang saat ini diperbincangkan dalam memastikan perlindungan dalam tukar-menukar data antarnegara adalah Data Free Flow with Trust (DFFT) yang diusulkan dalam pertemuan G20 di Osaka, Jepang, pada 2019. Pertemuan G7 di Inggris pada 2021 juga membahas Peta Jalan DFFT, yang menawarkan pedoman dan rencana aksi dalam tiga bidang, yakni pelokalan data, kerja sama regulasi, serta berbagi data untuk sektor-sektor prioritas.
Usulan kerangka DFFT muncul karena adanya kekhawatiran negara-negara atas data yang berpindah ke negara lain yang tidak dikelola dengan baik dan tepat sesuai dengan standar privasi serta keamanan data yang berlaku di negara asal data tersebut. Setiap negara memiliki peraturan dan mekanisme sendiri mengenai perlindungan privasi dan keamanan siber. Karena itu, diperlukan saling percaya (trust) dalam pertukaran data antarnegara yang nantinya disepakati dalam sebuah bentuk kerangka atau standar yang disepakati antarnegara. Hal ini mengingat kepercayaan di dunia digital lebih kompleks karena melibatkan sistem yang aman, integritas dan kompetensi manusia, serta keandalan proses dan tata kelola (governance) yang baik.
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam membangun kepercayaan tersebut, baik bagi warga negaranya maupun dalam berhubungan dengan negara lain. Ini mengingat maraknya kebocoran data, baik dari pemerintah maupun pelaku, dan kasus penipuan, seperti dalam jual-beli online sampai penipuan berbasis platform binary option. Peran pemerintah perlu ditingkatkan dalam menciptakan sinergi pengaturan dan pengawasan atas pengelolaan data pribadi agar dapat melindungi masyarakat.
Saat ini Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sedang dibahas oleh Komisi Komunikasi dan Informatika Dewan Perwakilan Rakyat. Substansi rancangan ini merupakan kerangka regulasi yang akan mengatur berbagai persoalan dalam perlindungan data pribadi. Tujuan utamanya adalah melindungi hak warga negara dalam hal data pribadi mereka supaya tidak digunakan, baik oleh pihak swasta maupun pemerintah, di luar keinginan atau kewajiban mereka. Rancangan ini, bersama peraturan pemerintah yang lain, diharapkan dapat menciptakan keamanan siber dan perlindungan data pribadi.
Seiring dengan potensi ekonomi dari inovasi digital, akan muncul juga ancaman gangguan keamanan siber. Sesuai dengan pernyataan para menteri tentang perdagangan dan ekonomi digital G20, keamanan ekonomi digital sangat penting dalam memperkuat kepercayaan publik. Untuk menghadapi tantangan yang ada tanpa perlu membatasi potensinya, diperlukan kebijakan yang fleksibel, tidak bertentangan dengan segala bentuk inovasi, dan menerapkan standar yang mudah dioperasikan oleh pengelola bisnis ataupun konsumen.
Seiring dengan terus berubahnya dunia digital, peluang ataupun ancaman digital akan terus muncul dalam berbagai bentuk. Regulasi di Indonesia diharapkan fleksibel dalam menghadapi inovasi digital tanpa melupakan sisi keamanan digital untuk menjaga kepercayaan digital masyarakat Indonesia. Kepercayaan digital antarnegara juga perlu diciptakan sehingga sebaiknya Indonesia tidak melupakan standar-standar yang menjadi acuan internasional.
Kepercayaan digital dan literasi digital harus terus ditingkatkan untuk kepentingan dalam negeri ataupun internasional. Langkah awal pemerintah Indonesia sudah terlihat dengan penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang sebentar lagi akan disahkan. Ke depan, seluruh pemangku kepentingan, baik regulator, pelaku bisnis, maupun masyarakat, harus membuat dan menjaga keamanan informasi dengan menjaga batasan-batasan terhadap informasi pribadi milik masyarakat.
Jika pemerintah dan pelaku bisnis sudah terbiasa dengan audit laporan keuangan, sudah saatnya juga mereka meningkatkan keyakinan atas pengelolaan digital, khususnya teknologi informasi dan data pribadi, melalui audit berkala. Audit ini memastikan bahwa semua penyedia layanan telah menerapkan tata kelola teknologi informasi yang baik, termasuk pengelolaan manajemen risiko, kepatuhan, dan keamanan informasi. Hal ini diperlukan karena risiko yang dihadapi berimplikasi tidak hanya kepada organisasi tersebut, tapi juga masyarakat.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] dengan disertai nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo