Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERSEMANGAT memberantas korupsi tentu tak ada salahnya. Tapi memberantas korupsi dengan cara yang tak patut tentu tak elok juga. Orang Melayu punya pepatah yang tepat untuk menggambarkan pentingnya bersikap proporsional dan tidak grusa-grusu: mamah dulu, telan kemudian.
Komisi Pemberantasan Korupsilah yang mengawali sengkarut ini. Prihatin dengan rasuah di Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi mengusulkan agar mereka diberi kesempatan hadir dalam sidang panitia anggaran. Sudah sering kita dengar kongkalikong terjadi di panitia itu. Ada anggaran proyek yang di-mark up, ada juga suap-menyuap untuk sekadar mempercepat turunnya fulus. Salah satu ajang bagi-bagi proyek adalah pembahasan anggaran satuan tiga—istilah untuk penetapan detail bujet. Di sinilah permainan kadang terjadi, misalnya dengan merekomendasikan penggunaan barang tertentu dengan imbalan uang.
Ide komisi antikorupsi itu sebenarnya baik belaka. Selain bertugas menindak koruptor, Komisi diwajibkan undang-undang mencegah rasuah terjadi. Untuk bisa mencegah korupsi di Dewan, mereka harus tahu mekanisme penetapan anggaran. Untuk kepentingan itulah mereka minta diberi kesempatan hadir dalam rapat panitia anggaran. Bukan untuk mengintervensi, demikian seorang petinggi Komisi berkata, melainkan memantau saja.
Pengkajian sistem perencanaan dan penyusunan anggaran ini memang jadi program Komisi. Mereka pernah pula memantau rapat-rapat Departemen Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kajian itu meliputi proses penetapan anggaran di tiap instansi, pembahasan di Dewan, hingga penerbitan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran. Dengan kata lain, Komisi ingin bergerak ke hulu: percuma saja menangkap koruptor jika sistemnya masih memungkinkan rasuah merajalela.
Mungkin juga Komisi jengkel karena tidak semua rapat anggaran dilaksanakan terbuka. Akibatnya, detail proses penyusunan bujet tidak transparan. Dewan Perwakilan Rakyat berlindung di balik undang-undang dan Tata Tertib Dewan, yang memang mengizinkan sidang dilakukan tertutup jika dianggap perlu.
Jikapun Komisi diizinkan hadir dalam rapat anggaran, tak ada yang bisa mereka lakukan. Mereka jelas tak punya hak suara: mereka tak bisa menginterupsi atau menyemprit. Mereka juga bukan ”satpam” penjaga. Lagi pula agak kurang masuk akal kalau kasak-kusuk anggota Dewan untuk mengegolkan proyek ini dan itu dibicarakan di ruang sidang. Biasanya lobi-lobi untuk urusan fulus dilakukan di kamar hotel atau tempat tersembunyi lain.
Mengetahui prosedur penetapan anggaran juga bisa dilakukan tanpa hadir di ruang sidang. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki fungsi intelijen. Rekomendasi untuk memperbaiki sistem yang bobrok bisa dilakukan berdasarkan informasi intelijen itu.
Kehadiran komisi antikorupsi dalam rapat anggaran lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Anggota Dewan bakal merasa dimata-matai. Betul bahwa beberapa wakil rakyat kita terlibat korupsi. Tapi harus juga disadari bahwa Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga demokrasi—representasi orang ramai yang dipilih melalui pemilu—yang harus dijaga wibawanya.
Karena itu, Komisi tak perlu repot-repot hadir dalam rapat anggaran. Lakukan saja pemantauan secara diam-diam, lalu rekomendasikan sistem yang menurut Komisi paling baik. Setelah itu, jika masih ada yang melanggar, jangan ragu untuk bertindak: tangkap, lalu sorongkan anggota Dewan yang nakal ke pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo