Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KASUS yang tinggal selangkah lagi itu diharapkan segera masuk meja hijau dan menguak misteri besar: benarkah Antasari Azhar merupakan dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Antasari sudah lebih dari seratus hari mendekam di tahanan. Berarti polisi tinggal punya waktu kurang lebih seminggu untuk menyelesaikan berkas penyidikan pembunuhan berencana dengan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (non-aktif) itu. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, batas waktu penyidikan adalah 120 hari. Jika polisi tak mampu menyelesaikan penyidikan sampai batas waktu, Antasari akan bebas demi hukum dari tahanan, meskipun penyidikan atas kasusnya akan terus berjalan. Maka, kalau ingin pengadilan segera digelar, pekan ini juga polisi mesti membereskan berkas dan selanjutnya kejaksaan secepatnya menetapkan status P-21 alias lengkap untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Kasus ini sejak awal sudah menyedot perhatian publik, termasuk kalangan penggemar gosip, karena diduga ada cinta segitiga di dalamnya. Orang penasaran ingin tahu jelas kait-mengait antara Antasari, bekas caddy lapangan golf Rani, dan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Tapi yang terpenting adalah mengungkap motif pembunuhan Nasrudin. Jangan sampai otak pelaku pembantaian itu lolos atau hanya dihukum ringan, sedangkan pelaksana lapangan-yang kabarnya diperdaya dengan alasan membunuh musuh negara-dihukum berat. Intellectuele dader pembunuhan keji itu patut menerima hukuman yang setimpal.
Sebagai jaksa berpengalaman lebih dari 25 tahun, Antasari pastilah sudah menyusun strategi. Bekas Direktur Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung itu pasti sangat terlatih untuk menyusun jawaban atas pertanyaan penyidik agar tidak berbalik menikam dirinya. Berkas penyidikan yang sekarang bolak-balik antara meja kepolisian dan kejaksaan menunjukkan betapa ketat Antasari membangun pertahanan. Polisi perlu bekerja lebih keras. Lubang-lubang penyidikan, umpamanya mata rantai antara Antasari dan pelaksana lapangan serta penyandang dana pembunuhan, mesti segera ditutup dengan bukti-bukti kuat.
Mengingat gawatnya ancaman hukuman untuknya, masuk akal jika Antasari mengerahkan segala cara untuk lolos dari jerat hukum. Testimoni empat lembar yang dibuatnya di tahanan, yang menyebut koleganya di komisi antikorupsi menerima uang Rp 6 miliar dari seseorang yang tengah beperkara, menunjukkan betapa keras ia berusaha lepas dari perkara ini. Testimoni itu sudah dibantah kebenarannya oleh pimpinan komisi antikorupsi yang lain, tapi semua pihak perlu mengawasi agar tak terjadi "barter" informasi yang bisa menguntungkan posisi Antasari.
Biarlah masalah testimoni tersebut diurus oleh kalangan internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk soal ini kesalahan Antasari terang-benderang. Ia telah bertemu seseorang yang menurut undang-undang seharusnya tidak boleh ia temui. Untuk pelanggaran berat itu Antasari bisa dihukum lima tahun penjara.
Meski begitu, yang terpenting sekarang adalah menuntaskan kasus pembunuhan Nasrudin dulu. Kita tak ingin pengungkapan kasus pembunuhan Munir terulang. Tersangka pembunuhan Munir lolos dari hukum karena hakim menilai bukti yang dilimpahkan jaksa lemah. Kasus Munir akhirnya hanya menjerat Pollycarpus Budihari, yang dianggap pelaku lapangan. Otak sesungguhnya tak pernah diketahui sampai sekarang.
Memang ada kesamaan mengenai alat bukti dalam kasus Antasari dan kasus Munir. Terdapat bukti rekaman pembicaraan dari orang-orang yang diduga terlibat pembunuhan. Antasari diketahui berkomunikasi dengan Sigid Haryo Wibisono, pengusaha yang disangka menyediakan uang Rp 500 juta sebagai ongkos operasional melenyapkan Nasrudin. Antasari sedikitnya telah berkomunikasi lewat telepon dengan Sigid sebanyak 30 kali sebelum dan setelah pembunuhan terjadi.
Fakta ini yang mestinya bisa digali lebih dalam di persidangan. Memang ada perbedaan antara kasus Munir dan Nasrudin. Dalam kasus Munir, mereka yang dituduh membunuh menampik dakwaan pernah berkomunikasi. Tapi Antasari dan Sigid dalam kasus Nasrudin ini mengakui adanya pembicaraan di antara mereka. Bukti-bukti yang dipegang "pasukan" kejaksaan akan memperjelas lakon Antasari sesungguhnya. Diakah otak pembunuhan Nasrudin atau sekadar korban dari "permainan" yang tak diketahuinya.
Kalau polisi dan jaksa punya bukti kuat, mengutip judul sebuah lagu, Antasari tinggal menghitung hari. Sesuai dengan undang-undang, begitu ia ditetapkan sebagai terdakwa, seketika itu juga ia diberhentikan sebagai pimpinan komisi antikorupsi. Sejak "pagi" bolehlah kita berharap, penggantinya nanti janganlah tokoh sekontroversial Antasari Azhar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo