Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Lampu Merah Perokok Muda

Mayoritas perokok anak-anak dan remaja. Pemerintah wajib segera meratifikasi Konvensi Pengendalian Tembakau.

2 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMA Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei ini benar-benar cocok dengan tantangan terberat Indonesia dalam urusan rokok dan tembakau, yaitu menghapuskan perdagangan produk tembakau untuk anak-anak dan remaja.

Kendati berat, jika mau serius, banyak cara untuk menangani ancaman tembakau dan berbagai produknya di kelompok usia muda.

Pemerintah bisa mengawali langkahnya dengan menandatangani Framework Convention on Tobacco Control, konvensi internasional pengendalian tembakau yang sudah diteken 150 negara. Sampai sekarang pemerintah Indonesia merupakan satu-satunya anggota ASEAN yang belum menandatanganinya.

Dengan meratifikasi konvensi itu, pemerintah—dibantu Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara yang sudah meratifikasi—dapat membuat kebijakan pengendalian tembakau dengan serius dan tegas. Pemerintah bisa mengikuti langkah pengurangan suplai dan permintaan tembakau yang terdapat dalam konvensi. Misalnya menaikkan cukai atau menyediakan bantuan bagi mereka yang ingin berhenti merokok.

Ratifikasi itu mendesak. Profil perokok di negeri ini semakin mencemaskan. Saat ini usia pertama kali merokok bergeser semakin dini, yaitu pada kelompok usia lima sampai sembilan tahun. Data yang sangat merisaukan: bagian terbesar perokok Indonesia adalah remaja usia 15 sampai 19 tahun.

Artinya, perokok terbanyak adalah pelajar atau mahasiswa. Sekitar 90 persen dari mereka ditaksir menjadi pecandu sebelum genap 19 tahun. Indonesia berada di urutan ketiga dalam kategori negara dengan jumlah perokok terbesar—setelah Cina dan Rusia. Tapi prevalensi perokok aktif remaja di Indonesia tertinggi di Asia, bahkan di atas Cina.

Pemerintah tidak punya alasan membiarkan anak-anak dan remaja kita benar-benar dalam bahaya. Bahkan seandainya konvensi itu belum segera diratifikasi pun pemerintah wajib memberikan perlindungan bagi anak dan remaja dari serbuan iming-iming perusahaan rokok.

Sekarang ini, pemerintah dan beberapa daerah Indonesia memang sudah punya peraturan pengendalian rokok, tapi aturan itu mandul. Penyebabnya, selain tidak diterapkan dengan benar, isinya mengandung banyak pasal yang lemah. Misalnya tidak ada peraturan yang melarang kegiatan iklan, promosi, dan pemberian sponsor rokok.

Padahal penelitian membuktikan, kepungan iklan dan promosi nan atraktif dari produsen rokok berpengaruh memicu anak dan remaja mulai merokok. Mereka menganggap merokok itu keren, kreatif, funky, gaul, seperti citra yang ditonjolkan dalam iklan. Pengaruh buruk iklan harus dihentikan. Merokok sama sekali tidak keren, berbahaya, dan menimbulkan adiksi yang di kemudian hari menumbuhkan berbagai penyakit mematikan. Kebiasaan merokok merupakan pintu masuk kecanduan narkoba.

Thailand memiliki kebijakan tentang rokok yang layak ditiru. Pemerintah Thailand membatasi peredaran rokok. Sejalan dengan itu, cukai rokok dinaikkan sangat tinggi. Setelah berjalan dua dekade, ternyata industri rokok tidak mati. Hasil menariknya, konsumen rokok terseleksi menurut kekuatan membeli. Rokok akhirnya hanya dikonsumsi orang dewasa.

Pemerintah Indonesia jangan terus ketakutan terhadap kemungkinan perusahaan rokok gulung tikar dan pengangguran bertambah bila aturan diperketat. Cukai bisa dinaikkan karena tarif cukai rokok di sini masih terendah di Asia Tenggara. Industri rokok (yang bertahun-tahun bergelimang keuntungan raksasa) tak akan mati. Dan Indonesia memiliki generasi muda yang jauh lebih sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus