Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMULAI pembicaraan tentang korupsi, di Indonesia, hampir sama muskilnya dengan menghitung bulu kambing. Kita tak tahu harus mulai dari mana.Yang kita tahu, survei terakhir Tranparansi Internasionalmasih menempatkan kita pada peringkat keenam dari 133negara, dengan indeks persepsi korupsi 1,9. Sebagaipembanding, indeks persepsi korupsi 10 merujuk pada negara palingbersih. Di kawasan Asia Tenggara, kita berhak disebutsebagai negara paling korup.
Dalam perjalanan sejarah republik ini bukan tak adaupaya memberantas korupsi. Sejak Orde Baru saja negeri inisudah menyaksikan pembentukan paling tidak enam timantikorupsi, yang kemudian terseok-seok, terlunta-lunta,dan akhirnya raib begitu saja. Tapi kenyataan itu seyogianyatak menimbulkan apatisme ketika belakangan ini muncullagi upaya membentuk badan sejenis, dengan namaKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Memang, di antara berbagai isu lebih "seksi" sepertiRUU KUHP, pendaftaran partai politik untuk Pemilu 2004,Komisi Konstitusi, dan KTT ASEAN, pembentukan KPKseperti luput dari perhatian. Padahal tenggat pendaftaran calonanggota KPK sudah dipatok: 20 Oktober. Lewat seleksiadministratif, nama para calon akan diumumkan pada 21-23Oktober, dan pada 20 November-5 Desember diserahkankepada Presiden. Pada 27 Desember, diharapkan Presiden sudahmengesahkan sekaligus melantik KPK yang telah disetujuimelalui fit and proper test oleh DPR.
Proses pembentukan KPK terbilang kilat. PanitiaSeleksi Calon Pimpinan KPK saja baru bekerja beberapa harilalu, setelah Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 2003 terbitpada 21 September. Meski cukup lama waktu menungguturunnya keputusan ini, janganlah berprasangka bahwa Presidentidak terlalu serius dalam urusan memberantas korupsi.Kita mafhum belaka, Presiden punya banyak urusan lain.
Setelah panitia seleksi terbentuk, dan tawaran kepadapara calon anggota KPK dibuka, kini terpulang kepada kitauntuk menanggapi urusan pemberantasan korupsi ini secaratidak sambil lalu. Waktu memang singkat, bahkan sangatsingkat. Tapi waktu yang sangat singkat itu tetap tidak terlalusingkat untuk mengajukan calon-calon yang bisa diandalkanduduk dan bekerja di dalam komisi ini.
Panitia seleksi akan mengajukan sepuluh nama kepadaPresiden. Setelah itu, Presiden akan memilih lima nama"jadi". Dr. Adnan Buyung Nasution, satu dari dua wakil ketuapanitia seleksi, sudah menjamin panitianya tidak bisadiintervensi pemerintah, apalagi didikte. Bahkan Presiden, kataBuyung, tak bisa mendikte dia. "Kalau mengarah ke sana, sayaakan keluar," katanya mantap.
Jika kita berusaha percaya pada pernyataan tersebut,bola kini berada di tangan kita. Artinya, sudah cukupaktifkah kita merespons penawaran pendaftaran calon anggotaKPK dengan "menyeleksi" dan mendaftarkan calon-calonpilihan kita? Kita belum tahu siapa saja yang sudahmendaftarkan diri. Tapi kita tahu, di antara kita masih terdapatbanyak orang yang bisa diharapkan: bersih, cerdas, danberkemauan baik. Memang ada ironinya, orang seperti itu biasanyajustru enggan dicalonkan, apalagi untuk sebuah lembagadengan label "mentereng" dan terkesan angker.
Bagaimanapun, KPK tetap sebuah "peluang emas"dalam pekerjaan besar menyiangi korupsi di negeri ini. Kalautoh lembaga ini kelak tak jalan juga, barulah kita yakinbetul bahwa pemerintah memang tak pernahbersungguh-sungguh menanggulangi korupsi. "Ini langkah terakhirmemberantas korupsi," kata Dr. Todung Mulya Lubis, anggota panitia seleksi.
Dalam "langkah terakhir" ini, peran masyarakat sangat dibutuhkan. Seperti terngiang kata-kata Bertrand de Jouvenel, penulis Prancis dan pengamat "sejarah masa depan": "Sebuah masyarakat domba pada saatnya akan melahirkan pemerintahan serigala." Dengan kata lain, sebuah masyarakat yang diam dan pasif tak harus menyesal jika kelak dari rahimnya lahir sebuah pemerintahan yang majenun dan bakhil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo