Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM kasus TEMPO vs Tomy Winata, sulit dibantah keberpihakan kepolisian kepada bos Grup Artha Graha itu. Anak buah Tomy yang sudah jelas melakukan kekerasan ketika ”menggeruduk” kantor Majalah TEMPO pada 8 Maret 2003 sengaja diperiksa dengan sangkaan yang lemah. Selanjutnya, sangkaan lemah itu diteruskan pula oleh jaksa dengan dakwaan super-ringan, dan ditutup hakim dengan menyatakan bebas serta pidana enteng. Sedangkan korban, yaitu Pemimpin Redaksi TEMPO dan dua wartawan majalah ini—Ahmad Taufik serta T. Iskandar Ali—diperiksa polisi dengan sangkaan berat dan didakwa jaksa dengan pasal hukum yang berlapis-lapis. Pemimpin redaksi majalah ini bahkan mendapat ancaman hukuman maksimal sepuluh tahun penjara.
Ketimpangan perlakuan yang nyata. Inilah yang mengusik kita untuk bertanya: masihkah kepolisian mengikuti semboyan ”kami siap melindungi dan mengayomi masyarakat”? Jika semboyan itu masih dipatuhi, apa alasannya polisi membiarkan wartawan-wartawan kami dipukul di dalamMarkas Kepolisian Jakarta Pusat yang dijaga dengan pengawasan yang maksimum? Jawabnya tentu ada di pihak kepolisian sendiri.
Yang jelas, sikap polisi yang membiarkan kekerasan pada wartawan kami dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin pekan lalu, sebagai perbuatan yang melawan hukum. Hakim ketua di sidang itu, Iskandar Tjakke, yang didampingi hakim anggota Andi Samsan Nganro danNy. Adriani Nurdin, memenangkan gugatan legal standing yang diajukan oleh Aliansi Jurnalis Independen. Aliansi wartawan yang sangat bersemangat dalam membela kebebasan pers ini mencatatkan gugatan terhadap Kepala Polri dan tiga petinggi polisi. Para pemimpin polisi itu diharuskan pengadilan meminta maaf kepada wartawan yang mengalami kekerasan dan kepada AJI Jakarta.
Keputusan ini jelas seperti ”mengoreksi” keputusan pengadilan yang sama atas David A Miaw dan Teddy Uban sebelumnya. Kedua pelaku kekerasan itu dibebaskan dan dihukum percobaan, kekerasan itu tak diakui pernah terjadi. Kini pengadilan yang sama mengakui bahwa kekerasan benar-benar terjadi dan Kapolri diharuskan meminta maaf.
Buat kami yang menjadi korban, mungkin juga buat AJI Jakarta, permintaan maaf itu bukanlah tujuan yang utama. Tujuan terpenting gugatan itu adalah memastikan bahwa dalam kasus yang melibatkan pers dan pihak yang mempunyai kuasa, uang, dan senjata, pihak kepolisian senantiasa berdiri di tengah dan menjaga jangan sampai pihak yang lemah menjadi bulan-bulanan si kuasa. Sekaligus, lewat gugatan itu kami ingin mengingatkan kepolisian agar mematuhi pasal-pasal yang tercantum dalam undang-undang kepolisian, yang menegaskan kewajiban polisi melindungi dan mengayomi masyarakat—tentunya termasuk mereka yang bergiat di profesi jurnalistik ini.
Wartawan tentu bukan malaikat yang selalu baik dan benar. Bila ia kedapatan memeras, menipu, atau mengancam sumber beritanya seperti gaya preman, polisi diharapkan tidak segan-segan menangkapnya dan melontarkan sangkaan dengan pasal-pasal kriminal yang berat. Namun, jikadalam proses kerja jurnalistik yang dilakukannya untuk kepentingan umum sang wartawan dianggap keliru, polisi harus memastikan bahwa pihak-pihak yang dirugikan menempuh jalur yang sudah ditetapkan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Polisi harus memastikan wartawan terlindungi dari ancaman kekerasan, kekejaman—di luar, apalagi di dalam markas polisi.
Kami yang jadi korban, juga AJI Jakarta, sama sekali tidak menepuk dada dengan keputusan pengadilan ini. Kami juga menghormati hak polisi untuk mengajukan banding. Kami hanya berharap di masa mendatang bisa memulai babak baru dalam hubungan dengan polisi: sebuah hubungan profesional yang setara, bermartabat, dengan penghormatan penuh atas tugas masing-masing. Hanya dengan begitulah kedua profesi ini bisa memberikan sumbangan maksimal untuk kepentingan Republik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo