Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAMBANNYA penanganan kasus ledakan tungku smelter nikel milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITTS) oleh penyidik gabungan Polres Morowali, Polda Sulawesi Tengah, dan Bareskrim Polri menimbulkan kecurigaan publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah 10 hari bekerja, polisi memang sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan. Total ada 27 saksi dari manajemen, pegawai, dan ahli yang sudah diperiksa. Namun hingga kini polisi belum menetapkan tersangka meski sejumlah informasi mengarah pada kelalaian prosedural yang memicu ledakan. Proses gelar perkara pun beberapa kali tertunda.
Polisi mengaku sedang menyiapkan jerat hukum dengan menggunakan Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Pasal ini memang terkait dengan kesalahan yang menyebabkan kematian atau orang lain mendapat luka berat. Namun aparatur keamanan belum pernah menyampaikan indikasi soal siapa yang berpotensi terjerat pidana. Dalam kasus kecelakaan kerja yang menewaskan 21 buruh ini, sebaiknya polisi tidak hanya menyasar petugas operator lapangan.
Sejumlah temuan awal dari lapangan menunjukkan ada kesalahan sistematis dalam penerapan prosedur keselamatan kerja di perusahaan tersebut. Karena itu, penyidik harus melihat secara komprehensif bagaimana ledakan fatal itu bermula dan siapa yang bersalah. Keseriusan polisi mengusut tuntas kasus ini dipertaruhkan. Nyawa puluhan korban di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tak seharusnya melayang jika saja semua prinsip dasar keselamatan kerja diimplementasikan.
Apalagi kebakaran di smelter ini bukan pertama kali terjadi. Selama 2023, telah terjadi tiga kali kecelakaan kerja di smelter Morowali dan Morowali Utara. Kejadian yang berulang mengindikasikan penyebabnya tak sebatas human error atau kelalaian manusia. Bisa jadi ada andil perusahaan yang mengabaikan penerapan praktik standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketidaktegasan pemerintah dalam mengawasi operasi perusahaan smelter nikel juga berkontribusi pada kecelakaan yang terus berulang. Selama ini, jarang terdengar ada evaluasi dan audit menyeluruh untuk memastikan investasi triliunan rupiah ini tak harus dibayar dengan nyawa buruh yang menjadi korban kecelakaan.
Misalnya, setelah insiden ledakan yang pertama, beberapa waktu lalu, sejumlah buruh pernah mengeluhkan kurangnya perhatian perusahaan. Ketika itu buruh sempat mengadu ke pemerintah. Sayangnya, perusahaan tak mengizinkan aparatur pemerintah yang bersangkutan masuk ke area pabrik untuk memeriksa pengaduan. Padahal intervensi aparatur pemerintah itu dan kepolisian bisa membantu menjernihkan persoalan. Kesempatan untuk memperbaiki keadaan pun terlewatkan.
Ke depan, pemerintah daerah dan kementerian terkait tak boleh bertindak setengah-setengah. Kewajiban pemerintah dalam menegakkan aturan seyogianya berlaku di mana pun, termasuk di kawasan proyek strategis nasional yang diresmikan Presiden Joko Widodo.
Praktik buruk selama ini sudah seharusnya dihentikan. Dalam kecelakaan kerja sebelumnya, kompensasi yang diberikan perusahaan kepada korban buruh yang meninggal lalu dianggap cukup untuk tutup buku. Setelah santunan diberikan, operasional perusahaan tetap berjalan seperti sebelumnya, tanpa perbaikan berarti. Pemerintah harus menyadari bahwa tak ada investasi seharga nyawa manusia.
Jika kondisi ini tak diperbaiki, proyek penghiliran atau hilirisasi nikel yang dibangga-banggakan Jokowi bisa terancam. Dukungan publik bisa menyusut jika kecelakaan kerja terus berulang di smelter. Keselamatan dan kesejahteraan para buruh yang bekerja di smelter adalah bagian tak terpisahkan dari keberhasilan penghiliran hasil tambang. Mereka tak boleh sekadar jadi tumbal demi naiknya investasi ataupun surplus neraca perdagangan Indonesia.
Semua perusahaan smelter wajib menjunjung tinggi asas kehati-hatian dan keselamatan kerja. Kelonggaran yang sudah diberikan pemerintah dalam perizinan, pajak, serta insentif fiskal lainnya tak boleh diberikan untuk penerapan standar keselamatan kerja.
Penyidikan polisi dalam kasus ledakan smelter Morowali ini bisa jadi momentum untuk membalikkan situasi. Karena itu, ketegasan polisi sungguh ditunggu khalayak ramai. Jika bukti dan keterangan saksi memadai, tak ada alasan buat Korps Bhayangkara untuk tidak menjerat korporasi sebagai pelaku pidana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo