Sejak kemelut Ikadin pada Juli 1990 lalu, tulisan tentang advokat di berbagai media di Indonesia sering dibumbui dengan ucapan William Shakespeare: Let's kill all the lawyers. Namun, sayangnya ucapan tersebut ditafsirkan secara harfiah dan negatif. Padahal, arti sebenarnya sangat positif bagi advokat. Konon, di Inggris, sewaktu terjadi konspirasi dalam peristiwa Cade's Rebellion untuk menggulingkan pemerintah Inggris yang sah waktu itu, dimulai dengan memusnahkan hak-hak dasar dari pria dan wanita yang sudah lama ada, semata-mata untuk mendirikan pemerintahan yang bersifat diktatorial. Di situlah ungkapan Let's kill all the lawyers pertama kali terdengar. Ungkapan ini tidaklah datang dari juru penerangan Raja Henry VI, melainkan dari kalangan pemberontak. Karena mereka berkeyakinan, untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, yang pertama kali "dibunuh" adalah para advokat yang mengerti hukum dan pasti tidak setuju atas tindakan inkonstitusional para pemberontak. Apalagi untuk mendirikan pemerintahan yang bersifat diktatorial. Dalam menghadapi ancaman pemberontak ini, Shakespeare mengingatkan bahwa advokat adalah pelindung dari sistem pemerintahan yang liberal. Juga, merupakan ganjalan utama bagi pemberontak yang dapat menghancurkan kemerdekaan. Jadi, dalam hal ini, Shakespeare tidak mendiskreditkan advokat. FRANS H. WINARTA, S.H. Kelapa Gading Boulevard TB 2/24 Jakarta 14240
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini