Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ombudsman Republik Indonesia menuding pemerintah lalai menangkal wabah penyakit mulut dan kuku.
Pemerintah juga lelet menggelar vaksinasi hewan ternak.
Indonesia pun kebobolan oleh demam babi Afrika dan penyakit benjol kulit ternak.
Pandemi Covid-19 tak cukup menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk lebih sigap dalam menangani penyakit yang berpotensi menjadi wabah. Buktinya, ketika penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak merebak, pemerintah tetap saja lamban membendungnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih buruk lagi, menurut temuan Ombudsman Republik Indonesia, pemerintah pun lalai menangkal wabah yang merugikan peternak itu. Akibatnya, penyakit mulut dan kuku—yang pada 1990 dinyatakan telah sirna dari negeri ini—kini kembali menjangkiti ternak di 22 provinsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus PMK pertama terdeteksi pada 28 April 2022 di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Karena tidak segera ditangani dengan baik, pada 13 Juli 2022, kuman PMK yang bisa menyebar melalui kontak, pakan, dan peralatan itu dilaporkan menjangkiti ternak di separuh lebih provinsi di Indonesia. Kerugian akibat penyakit ini ditaksir telah menembus Rp 1,7 triliun. Kerugian bakal terus bertambah bila wabah tak segera teratasi.
Belajar dari penanganan wabah Covid-19, butuh optimalisasi tata kelola lembaga yang bertanggung jawab menangani pandemi. Pemerintah juga seharusnya membangun manajemen krisis yang andal dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Dengan begitu, pemerintah akan lebih gesit ketika wabah baru datang menyerbu.
Faktanya, pemerintah masih mengidap penyakit lama: lambat bergerak dan tidak transparan. Laporan analisis bioinformatika untuk memastikan jati diri virus PMK, misalnya, baru keluar sebulan lebih setelah wabah meluas. Padahal, menurut Ombudsman, laporan ini harus kelar dalam 10 hari. Jelas, pada tahap ini saja, pemegang otoritas tidak bekerja dengan baik.
Pemerintah juga lelet menggelar vaksinasi hewan ternak. Pemerintah sudah membeli vaksin PMK pada sekitar pertengahan Mei 2022. Namun, entah mengapa, keputusan Menteri Pertanian tentang vaksinasi PMK baru terbit pada 7 Juli 2022. Andai saja pemerintah lebih sigap menggeber vaksinasi, seharusnya lebih banyak ternak yang bisa diselamatkan.
Pemerintah semestinya sudah mewaspadai wabah PMK jauh-jauh hari. Paling tidak, pemerintah seharusnya kembali waspada sejak Indonesia membuka keran impor dari negara yang belum bebas PMK, dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Setelah keran impor dibuka, upaya untuk menangkal masuknya PMK praktis tinggal mengandalkan Badan Karantina Pertanian.
Masalahnya, Badan Karantina pun tidak bekerja optimal. Mengutip laporan Ombudsman RI, penyakit mulut dan kuku sebenarnya kembali menyerang Indonesia pada 2015. Namun, kala itu, pemerintah tidak mengumumkan serangan tersebut kepada publik.
Lebih runyam lagi, setelah serangan PMK pada 2015, pemerintah tidak juga memperkuat pintu-pintu masuknya virus penyerang ternak. Akibatnya, selain gagal membendung serbuan PMK belakangan ini, sejak 2019, Indonesia kebobolan oleh dua penyakit hewan dari luar negeri, yakni demam babi Afrika dan penyakit benjol kulit.
Ketika Badan Karantina tak optimal menangkal wabah, sungguh disayangkan, sejumlah pemerintah daerah juga menghapus dinas peternakan. Belum lagi banyak daerah tidak memiliki pejabat otoritas veteriner. Walhasil, benteng pertahanan Indonesia dari serbuan pelbagai penyakit ternak pun semakin keropos.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo