Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

​Pilihan Ganjil Membongkar Korupsi Sawit

Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit. Minimnya keterbukaan justru melemahkan penyidikan.

21 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tempo/Rudy Asrori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Buruknya tata kelola bisnis sawit memang patut dicurigai sarat dengan persekongkolan.

  • Penegakan hukum harus transparan dan akuntabel.

  • Penyidik harus segera membuka kepada publik ihwal detail permufakatan jahat yang dituduhkan.

SUDAH selayaknya penegak hukum mengusut dugaan pelanggaran di balik fenomena kelangkaan pasokan dan lonjakan harga minyak goreng. Buruknya tata kelola megabisnis sawit—dari perkebunan hingga pengolahan—selama ini memang patut dicurigai sarat dengan persekongkolan antara penyelenggara negara dan pengusaha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, penegakan hukum juga harus transparan dan akuntabel. Hanya dengan begitu, hukum tepercaya, menjamin terciptanya keadilan bagi setiap warga negara. Inilah pekerjaan rumah Kejaksaan Agung dalam penyidikan kasus dugaan korupsi perizinan ekspor minyak sawit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini menyeret Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka. Penyidik kejaksaan juga menetapkan status yang sama terhadap Komisaris Utama Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Manager Corporate Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang. Keempat tersangka ditengarai bersekongkol dalam penerbitan izin ekspor minyak mentah sawit (CPO) yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan pasokan dan kemahalan harga minyak goreng di dalam negeri.

Di satu sisi, langkah kejaksaan ini seketika mengobati kegeraman publik terhadap langkanya pasokan minyak goreng kemasan pada awal Februari hingga medio Maret lalu. Ketika mengumumkan penetapan tersangka, Selasa, 19 April lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengklaim penyidikan kejaksaan sebagai bukti bahwa negara hadir untuk menjawab penyebab kelangkaan.

Namun, amat disayangkan, hingga kini Kejaksaan Agung tak kunjung dapat menjelaskan secara terinci tentang konstruksi hukum dalam kasus ini. Kegagalan kejaksaan membeberkan temuannya malah memantik banyak pertanyaan dan menimbulkan kecurigaan bahwa penyidikan terburu-buru, jika tak ingin dibilang dipaksakan.

Kejaksaan, dalam penjelasannya, menyebut para tersangka melakukan permufakatan jahat. Izin ekspor minyak sawit kepada Wilmar, Permata Hijau, dan Musim Mas ditengarai diterbitkan ketika ketiga perseroan itu tak memenuhi syarat kewajiban pemenuhan pasokan domestik (DMO) dan mandatori harga dalam negeri (DPO).

Penyidik harus segera membuka kepada publik ihwal detail permufakatan jahat yang dituduhkan kepada para tersangka. Kapan izin ekspor bermasalah itu diterbitkan? Bagaimana cara para tersangka memperkaya diri atau orang lain sehingga keuangan negara merugi? Bagaimana izin ekspor bermasalah tersebut telah menyebabkan kelangkaan dan kemahalan harga minyak goreng—yang dianggap kejaksaan sebagai kerugian perekonomian negara? Kejaksaan semestinya sudah bisa menjelaskan kasus ini secara gamblang ketika penyidikan telah berujung pada penetapan tersangka.

Transparansi pada penyidikan kasus ini amat penting. Syarat DMO dan DPO dalam perizinan ekspor minyak sawit merupakan kebijakan baru dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 yang diterbitkan pada awal Februari lalu untuk meredam lonjakan harga minyak goreng. Kebijakan ini juga berlaku singkat lantaran dicabut pada pertengahan Maret lalu lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2022.

Belum adanya penjelasan mendetail tentang tindak pidana yang dituduhkan kepada para tersangka bisa melemahkan penyidikan kejaksaan, hanya dianggap sebagai pelanggaran administratif terhadap peraturan setingkat menteri. Sementara itu, publik telah dihebohkan dengan penyebaran informasi bahwa kejaksaan telah membongkar mafia minyak goreng.

Jika memang serius, Kejaksaan Agung juga semestinya tak tanggung-tanggung mengusut korupsi di industri sawit. Sektor usaha ini sudah lama menjadi wujud nyata betapa oligarki telah mencengkeram pejabat cum politikus. Lihat saja bagaimana selama ini raksasa sawit—termasuk di antaranya sekarang terlibat dalam kasus yang tengah diusut kejaksaan—dengan leluasa mengendalikan pemerintah dalam penggunaan dana sawit untuk pengembangan biodiesel. Indikasi penyelewengan wewenang dan kerugian negara dalam megaskandal ini lebih benderang, tapi tak pernah tersentuh oleh hukum di negeri ini. •

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus