Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Mutu manusia

Kuantitas manusia lebih besar diperhatikan dari pada kualitasnya. pendidian pun hanya tertuju pada mutu pengajaran, kualitas akademis dan disiplin, shg banyak orang dalam profesi baik tapi mutunya jelek.

15 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU dibandingkan besarnya perhatian kepada kwantitas (jumlah) manusia, maka perhatian kepada kwalitas manusia dapat dikatakan sepi. Kalau orang berbicara tentang dunia pendidikan misalnya, maka perhatian juga hanya lengket pada mutu pengajaran, kwalitas akademis, penguasaan disiplin yang amat penting sebagai penunjang kemajuan dan perkembangan profesi. Akan tetapi mutu pendidikan dalam arti semula -- education -, serta kadar keterdidikan orang-orang sekolahan, siapa masih menggubrisnya? Kita barangkali amat mengagumi dan menghormati keahlian seorang dokter atau hebatnya seorang penyanyi, tetapi di dalam hati kita bisa juga menertawakannya. Sebagai manusia keduanya barangkali samasekali tidak hebat. Mereka dengan senang hati dimaafkan: masak orang harus serba sempurna. Namun, kita tahu juga, mereka tak dapat dijadikan teladan. Bahwa dalam profesinya mereka unggul, terang bisa mengagumkan. Tetapi ada segi tertentu yang mendukung kwalitasnya sebagai manusia yang kurang terpenuhi. Susah dijelaskan, tetapi mudah merasakannya. *** Arloji pemberian ayah kepada saya adalah sebuah arloji butut yang selalu saya pakai sampai hari ini. Teman-teman suka memperolok-olokkannya, tetapi arloji itu tetap saja di tangan saya. Alasannya cuma satu: benda itu belum pernah mengecewakan saya dalam menunjuk waktu, dan karena itu saya selalu menganggapnya bermutu. Apakah ukuran mutu kalau bukan kadar fungsionil-tidaknya benda tersebut? Radio yang bermutu ialah yang jelas menyampaikan berita. Kamera yang bermutu ialah yang peka merekam gambar. Recorder yang bermutu ialah yang peka merekam suara. Dia menjadi bermutu karena sanggup memenuhi fmgsinya, dapat mencapai tujuannya. Pada diri seseorang halnya tetap sama. Dokter yang bermutu ialah yang cepat dan pintar menolong pasien. Sekretarese yang bermutu ialah yang dapat jadi tangan kanan-kiri bossnya. Tetapi manusia yang bermutu, bagaimana mestinya? *** Seorang teman yang suka nyentrik berkata pada suatu sore: "Sudah lebih dari 10 tahun saya berburu pemimpin, belum juga ketemu." Mungkin pemimpin tak dapat diburu seperti rusa atau celeng. Tetapi mengapa tak kunjung bertemu? "Bagaimana ya? Yang pintar sih banyak. Yang jago pun tidak kurang. Tetapi yang qualified susah dapatnya." Dan saya segera ingat bila di sebuah perusahaall atau kantor, seorang calon hendak diangkat jadi pimpinan atau direktur, maka fle konduite-nya dibolak-balik habis-habisan. Dalam konduite tidak amat dipersoalkan kemampuan seseorang tetapi perihal apakah dia pantas dan layak menduduki jabatan tersebut. Mungkin dia amat unggul dalam managerial know-how, tetapi bawahannya tidak mantap kalau dia jadi atasan mereka. Mengapa? Nggak pantas. Masak direktur kita begitu, yang benar saja. ** Profesionalisme sudah menjuruskan kita juga kepada suatu perburuan tertentu: keahlian, atau spesialisasi yang bakal menunjang perkembangan profesi. Dengan dernikian kerisauan utama banyak orang tua ialah: menjadi Ipa anaknya kelak? Tepat benar lirik lagu Che Sara Sara. Dokter, itu yang paling baik. Insinyur boleh juga. Kalau tidak, sarjana hukum pun jadilah, asal jangan wartawan atau penyair. Tetapi adakah kerisauan tentang menjadi manusia yang sejati? Tentang bagaimana menjadi bermutu, tidak sebagai apaapa, tetapi sebagai manusia? Kerisauan seperti itu makin hari makin terasa sebagai hal abstrak, dengan akibat yang amat konkrit: kenakalan dan kriminalitas kaum remaja berhadapan langsung dengan keisengan, penyelewengan dan hedonisme para tua-tua. Indonesia bangsa.yang besar - itulah kebanggaan kita selama ini. Tentu saja! 130 juta jiwa bagaimana kecil? Indonesia bangsa yang bermutu -- sebuah kerisauan tegak menantang. Wallahualam, siapa yang bilang begitu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus