Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Negararekayasa

Mpu gandring melontarkan konsep perekayasaan keris. lohgawe menekankan segi etika dan susila. ken arok membangun singasari dengan pertumpahan darah, kekejian dan fitnah. (kl)

25 Mei 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-tiba saja empu tosan aji dari Desa Lelumbang itu melejit Tnamanya. Keahliannya membuat keris bertuah dan berbagai jenis pusaka segera memesonakan kalangan penguasa di Singasari. Sudah lama sang empu memang dikenal melayani pesanan keris azimat. Bukan hanya pusaka yang dapat mencerminkan kepribadian dan watak kesatria yang menyandangnya, tetapi juga keris sakti dan bertuah. Maklum, keris ialah lambang dan alat merebut kekuasaan. Karena itu raja-raja di tanah Jawa cenderung ingin menguasai dan mengendalikan arus lalu lintas persenjataan. Semua pandai keris hanya diizinkan berdiri di sekitar istana. Merasa keahliannya terkait dengan tegaknya wibawa kerajaan, rupanya Mpu Gandring pun merasa perlu meletakkan dasar ideologi per-empu-an di Singasari. Konsepnya tentang profesi keempuan memang mengejutkan. Orientasi kegiatan pembuatan keris di Singasari sudah dianggap sangat ketinggalan zaman. Mpu Gandring berpendapat, semua perekayasaan harus mengejar keutamaan, mencampakkan kemandekan. Membuat keris tidak boleh dicampur aduk dengan pembuatan pacul, parang, tatah, atau gerinda. Mpu Gandring menggarisbawahi tuah bumi Singasari yang diramalkan bakal menjadi pusat kelahiran raja-raja tanah Jawa. Karena itu keempuan di pusar dan jantung kekuasaan harus mampu menyalakan api wibawa kekuasaan kerajaan demikian tinggi, menyentuh langit. Empu kawasan Singasari harus terus-menerus mengejar kecanggihan. Bila perlu, memungut rancangan dari tumak kajanangang, yang membuat keris dari besi bercampur nikel atau baja hasil galian tanah Luwu. Gebrakan Mpu Gandring itu membuat sejumlah empu, pujangga, dan brahmana Singasari terpana. Pesona gagasan Mpu Gandring memang sudah mengecohkan impian akan wibawa tanah Jawa. Keboijo, misalnya, bermimpi suatu hari memiliki keris pusaka, aji yang tanpa tandingan. Atau jagoan Bango Samparan, yang meramalkan suatu hari kerajaan besar di tanah Jawa bakal mampu memukul mundur armada Cina dan menaklukkan Campa. Karena itu ia ingin melihat gagasan Mpu Gandring terwujud. Semua memuji, mengagumi, semua mengangguk-angguki - bahkan sebelum melihat bukti keampuhan hasil karya Mpu Gandring sendiri. Syahdan, Lohgawe, brahmana mahabijak itu, juga tak mampu membenahi letak duduk perkara yang pada pendapatnya telah jauh kusut - bila yang sebenarnya yang dikejar ialah pembentukan bangsa Jawa yang berwatak dan berkepribadian. Sang bijaksana tidak berhasil membendung gema lengking sangkakala rekayasa yang ditiup keras oleh Mpu Gandring. Padahal ia hanya hendak berkata, sebagai brahmana, Lohgawe bertugas merekam isik para dewa tentang etika dan susila dan menyampaikan pesan itu sebagai ajaran umat. Menurut Lohgawe, tantangan keutamaan darma justru terletak pada mutu manusia Singasari, cikal bakal raja-raja tanah Jawa. Lohgawe mengamati, pertentangan, perkelahian, dan kecurangan dalam arena perebutan tahta, harta, dan wanita selama ini malah dirangsang oleh adu sakti keris bikinan para empu dan semangat hedonia para kesatria. Karena itu wibawa negara tidak dapat diandalkan melalui peningkatan kemampuan membuat keris, tombak, atau cakra. Bahkan bukan lewat membangun kemampuan membuat kereta kencana atau Jukung berlapis baja. Lohgawe mempersoalkan relevansi pembentukan barawidya rekayasa seperti didesakkan Mpu Gandring. Sang brahmana justru ingin memperkukuh penyucian etika, dengan meletakkan dasar pembentukan manusia untuk menyelaraskan pendidikan siswa, dengan menggembleng ajaran karsa, cipta, rasa, karya, dan susila. Loh gawe berperibahasa, membangun negara dengan landasan utama rekayasa hanya akan menghasilkan onggokan sarana, barang, jasa, yang memanjakan semangat andrawina. Namun intervensi Lohgawe hampir sia-sia. Pekiknya hilang ditelan desau angin, yang membawa berita tentang simbol keutamaan baru kesatria Singasari: curigo, senjata, turonggo, kendaraan, kukilo, hiburan, dan wanito, kejantanan. Mpu Gandring melangkah dengan perbuatan dan pergunjingan. Sigapnya bak Dadungawuk menggiring langkah tegar seekor gajah putih menyeruak belantara ketidakpastian arah pikir para arif bijaksana. Bila gajah putih melangkah, ia tak perlu mengikuti jejak setapak yang melembaga, rintisan hewan lainnya. Ia tak peduli medan rerumputan siapa yang punya. Syahdan, Ken Arok, pemuda perkasa yang kepribadiannya terbangun pada zaman barawidya rekayasa, hanya memimpikan satu cita cita: sebilah keris made by Mpu Gandring untuk merebut tahta. Peduli cara apa pun, dan bila perlu korban siapa pun. Lama nian ternyata keris pesanan perlu ditempa. Antrean begitu panjang Ken Arok habis kesabarannya. Dan manakala Sangkakala perebutan tahta telah ditiup, hari bulan pun dengan tepat diperhitungkan. Ken Arok tak sabar menunggu selesainya besi bercampur baja yang masih di tungku, dan dengan mantra masih ditempa. Besi membara direbutnya. Dilampiaskannya kejengkelannya dengan menghunjam dada sang pandai yang melantik diri menjadi empu cum brahmana itu--untuk kemudian lari ke peraduan sang raja dan dibunuhnya Tunggul Ametung dengan keris yang sama. Bukan pemuda tempaan Nagararekayasa kalau kekejian itu tidak ditambah dengan memfitnah sahabatnya. Dan karena fitnah sang raja muda, Kebo Ijo pun dieksekusi bondongan massa. Apa boleh buat. Sejarah Singasari telanjur tersurat. Kekuasaan di Singasari telah dibangun di puing pertumpahan darah, kekejian fitnah, dan sikap tidak kesatria: kelicikan dan kecurangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus