Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Nyanyian Koruptor

11 April 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agung Y. Achmad
Wartawan

BANYAK elite (penguasa, politikus, dan pengusaha) di negeri ini yang tersandung kasus korupsi lantarannyanyian orang-orang terdekat mereka. Artinya, tanpa adanyanyianitu, banyak elite dianggap tak pernah melakukan tindak penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri, kelompok, dan golongan mereka. Lihatlah, betapa banyak penyelidikan kasus korupsi di Indonesia masih bergantung padanyanyianorang dekat tertuduh. Sebaliknya, bagi banyak koruptor,nyanyian hanyalah soal nasib apes.

Katanyanyiantentu saja bermakna kiasan—dan politis—tentang pembocoran data awal korupsi oleh seseorang kepada publik atau aparat penegak hukum. Belantara korupsi di negeri ini memang berbalutkan banyak kata atau istilah kiasan. Atau, banyak permainan kata di sana.

Terminologi dikonstruksikan, hardcash, dikondisikan atau mengkondisikan, kickback (tendangan balik), sistem ijon, umpamanya, lazim diucapkan para koruptor untuk menyamarkan suatu tindakan busuk mereka.Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) mengartikan kata korup, antara lain, sama dengan busuk.

Itulah kenapa, bisa jadi, korupsi di sekitar kita tumbuh subur, diam-diam, dan dalam taraf tertentu mendapat permakluman. Fenomena ini sering didefinisikan secara keliru sebagai budaya korupsi atau korupsi yang telah membudaya.

Kita ambil contoh kata ”dikonstruksikan”. Kata ini lazim diucapkan panitia lelang proyek pemerintah kepada seorang pengusaha yang hendak dimenangkan dalam suatu tender. Padahal, ketika itu, proses lelang belum digelar. Ada yang menyebut pola ini ”sistem ijon” bila si vendor tadi membayarfeedi muka dan ketahuan tak kompetitif.

Penyelenggaraan pemerintahan, khususnya pelaksanaan tender proyek, di lembaga kementerian memang sarat kata atau istilah yang bisa dikategorikan sebagai ”bahasa korupsi”. Misalnya ”mengkondisikan”. Arti kalimat yang dimaksud tidak jauh dari makna kamus, yakni membuat persyaratan; menciptakan suatu atau keadaan (KBBI). Tapi, bagi kalangan terbatas (koruptor), ”mengkondisikan” hampir semakna dengan ”dikonstruksikan” (mengkonstruksikan), yakni upaya memuluskan kemenangan bagi peserta lelang tertentu tanpa melanggar aturan formal.

Selain pengusaha dan birokrat, para aktivis partai politik berperan cukup besar dalam mempopulerkan ”bahasa korupsi” ini. Sebab, mereka—berbekal pengaruh si menteri—gigih ”mengawal” peserta lelang tertentu selama proses tender berlangsung.Orang nomor satu di urusan ini bahkan ada yang berstatus staf khusus menteri. Seorang aktivis mengatakan, itu posisi khusus untuk urusan ”pengerukan”.

Institusi pemerintah dan lembaga negara memang surga bagi para koruptor. Para elite daerah, bila ingin besaran tertentu dana alokasi khusus (DAK) atau proyek daerah tercantum di APBN, harus merapat ke oknum-oknum anggota Panitia Anggaran DPR. Untuk itu, mereka harus membayarfeedenganhardcash(bayar uang tunai di depan). Praktek korupsi di daerah selanjutnya hanya soal waktu. Para elite daerah tersebut mengharapkan ”tendangan balik” dari para pengusaha pemenang tender proyek di daerah.

Jamakdiketahui, ”bahasa korupsi” lazim diciptakan oknum penyidik dan penuntut umum hitam. Mereka ”memformulasikan” ayat dan pasal-pasal KUHP yang pas ke dalam dokumen berita acara pemeriksaan dan surat dakwaan agar meringankan hukuman bahkan membebaskan koruptor. Oleh pengacara dan hakim korup, umpan manis itu akan dimainkan di persidangan.

Jika mau jujur, ”bahasa korupsi” bukan monopoli kelas elite. Banyak kata atau istilah yang memiliki konotasi korupsi yang dikenal secara luas di kalangan masyarakat bawah. Simaklah kata: sabetan, uang dengar, sripilan, titipan orang dalam. Meski tidak selalu bermakna negatif, kata-istilah tersebut sering diucapkan dalam praktek kotor alias korupsi. Mungkin fenomena bahasa di level ini juga merupakan imbas dari cara berbahasa di level atas.

Langgamnyanyian dan ”bahasa korupsi” di atas adalah cermin retak para elite yang melihat praktek korupsi di negeri ini bukan sebagai problem krusial.Benarlah ungkapan peyoratifwong cilikbahwa pemberantasan korupsi selama ini hanya nyanyian antar-elite yang korup, atau perang kata-kata kelompok busuk melawan geng bacin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus