Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penunjukan buzzer Jokowi menjadi staf khusus menteri merusak sistem merit dan problematik.
Pejabat publik tanpa latar belakang profesional menunjukkan kementerian hanya menampung orang titipan.
Alih-alih mengoreksi Jokowi, Prabowo melanjutkan kebijakan keliru secara lebih masif.
DALAM hal penunjukan pejabat publik, nalar elite pemerintahan Prabowo Subianto makin problematik. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid baru saja menunjuk Rudi Sutanto sebagai Staf Khusus Bidang Strategi Komunikasi. Rudi tak punya pengalaman mengelola komunikasi publik selain menjadi pemilik akun X @kurawa dengan 454 ribu pengikut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiadaan latar belakang profesional itu dikonfirmasi sendiri oleh Meutya. Ia tak tahu bahwa Rudi Sutanto adalah pemilik akun samaran Rudi Valinka. Dalam riwayat hidupnya, Rudi bekerja di bidang auditor dan urusan pelabuhan. Teori komunikasi baru ia pelajari di program master London School of Public Relations di Jakarta, tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan begitu, penunjukan Rudi tidak didasari latar belakang profesional dan keahliannya di bidang yang menjadi tugasnya. Jika hanya berbekal pengalaman menjadi buzzer alias pendengung seseorang bisa menjadi pejabat publik, Menteri Meutya mengangkangi prinsip-prinsip pengangkatan pejabat publik yang profesional, bebas kepentingan politik, dan sistem merit.
Di X, Rudi terkenal sebagai pendengung yang membela Joko Widodo tanpa reserve. Dalam pemilihan presiden 2014 dan 2019, Rudi juga menyerang Prabowo Subianto secara personal, menggiring pengikutnya dengan informasi tanpa bukti, serta menyerang media yang mengkritik Jokowi. Apa yang dilakukan Rudi itu mengingatkan kita pada mesin propaganda penguasa otoriter dengan tugas utama menyerang pilar-pilar demokrasi.
Di luar soal itu, penunjukan para staf khusus yang tak profesional makin menguatkan tudingan bahwa jabatan dalam pemerintahan Prabowo hanyalah wadah orang titipan yang tak kompeten. Dalam kampanye, Prabowo acapkali menyebutkan kebocoran uang negara. Setelah terpilih menjadi presiden, Prabowo malah dengan sengaja membocorkan anggaran uang negara melalui pembentukan kabinet gemuk untuk menampung para pendukungnya.
Alih-alih mengoreksi kebijakan-kebijakan Jokowi yang tak perlu, Prabowo justru melanjutkannya dengan lebih masif. Penunjukan banyak wakil menteri, staf ahli, dan staf khusus tak memiliki dasar hukum yang kuat dan demokratis karena hanya didasarkan pada peraturan presiden.
Peraturan Presiden Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara memang membolehkan menteri menunjuk lima staf khusus yang hak-haknya setara dengan pejabat eselon IB. Karena itu, selain melantik Rudi, Meutya melantik Raden Wijaya Kusuma Wardana sebagai Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya; Molly Prabawaty sebagai Staf Ahli Bidang Komunikasi dan Media Massa; Mochamad Hadiyana sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi; Aida Azhar sebagai Staf Khusus Bidang Hubungan Antarlembaga; dan Raline Shah sebagai Staf Khusus Bidang Kemitraan Global dan Edukasi Digital.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara tak mengenal jabatan staf-staf itu dalam struktur pemerintahan. Akibatnya, penunjukan para pejabat publik itu dilakukan tertutup dan berselimut nepotisme, bukan karena latar belakang profesional. Tesis Esti Kurniati di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 2019 menyimpulkan bahwa keberadaan staf khusus tidak memberikan manfaat signifikan bagi birokrasi dan kinerja menteri. Dalam banyak kasus, staf khusus malah mengerjakan “tugas kotor” para menteri yang berujung korupsi.
Pengangkatan Rudi juga mengungkap niat Kementerian Komunikasi dan Digital tidak jujur dalam mengkomunikasikan kinerja mereka. “Keahlian” Rudi menyamarkan diri dan memoles Jokowi membuat publik tak menghiraukan segala akal-akalan hukum dan etik selama mantan Wali Kota Solo itu menjadi presiden. Meutya, wartawan televisi yang menjadi politikus Partai Golkar, rupanya tergiur oleh gincu kinerja, alih-alih menunjukkan fakta kerja bagus kementeriannya yang bermaslahat bagi banyak orang. ●