Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPPU melonggarkan aturan pengadaan barang dan jasa pada masa pandemi Covid-19.
Kebijakan ini dilakukan melalui Peraturan Komisi Nomor 3 Tahun 2020.
Meski demikian, penegakan hukum terhadap para pelanggar tetap dilakukan.
Aru Armando
Investigator Utama pada Kesekretariatan Jenderal Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) memang keadaan yang luar biasa dan membutuhkan penanganan khusus. Itulah tantangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai otoritas yang menjaga agar persaingan usaha berjalan secara sehat dan tidak terjadi monopoli sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tantangan bagi Komisi saat ini adalah bagaimana menjaga persaingan tetap sehat sekaligus menjaga kesejahteraan masyarakat atau konsumen. Contoh sederhananya, proses pengadaan barang atau jasa pada dasarnya harus berlangsung sesuai dengan prinsip persaingan usaha yang sehat dengan tujuan untuk mendapatkan barang atau jasa dengan harga terbaik. Proses ini membutuhkan waktu karena ada beberapa proses penilaian yang dilakukan. Namun, pada masa pandemi, pengadaan barang atau jasa membutuhkan proses yang cepat, tidak boleh bertele-tele, karena menyangkut nyawa manusia.
Ketika pandemi melanda, Komisi menerbitkan Siaran Pers Nomor 17/KPPU-PR/III/2020 yang pada pokoknya menyatakan bahwa proses pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung. Komisi kemudian juga merilis surat edaran yang mengatur mekanisme pengadaan barang dan jasa demi tersedianya bahan pokok dan alat kesehatan. Kebijakan ini ditingkatkan melalui Peraturan Komisi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan dalam Rangka Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Tujuan penerbitan peraturan ini adalah mendukung program pemulihan ekonomi dengan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha. Peraturan ini dijalankan dengan lima prinsip, yakni asas keadilan sosial; sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat; mendukung pelaku usaha; menerapkan kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian serta tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel sesuai dengan peraturan perundang-undangan; serta tidak menimbulkan moral hazard. Peraturan itu mengatur, antara lain, tentang pengadaan barang dan jasa untuk kebutuhan penanganan Covid-19; relaksasi atas rencana perjanjian, kegiatan, dan/atau menggunakan posisi dominan yang digunakan untuk penanganan Covid-19; serta relaksasi penambahan jangka waktu notifikasi dan jangka waktu pelaksanaan peringatan tertulis dalam pengawasan kemitraan.
Pandemi ini secara faktual mengubah setiap aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Semua lapisan masyarakat mau tidak mau harus beradaptasi, termasuk Komisi. Pekerjaan yang biasanya bisa dilakukan secara tatap muka harus dilakukan secara daring atau virtual. Hal ini ditanggapi Komisi dengan mengeluarkan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penanganan Perkara Secara Elektronik. Dengan peraturan ini, kegiatan penanganan perkara, dari hilir hingga hulu saat menjatuhkan putusan, dapat dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi.
Lantas, bagaimana kegiatan usaha selama pandemi dengan relaksasi ini? Dalam hal pelaksanaan peraturan relaksasi, tercatat beberapa pelaku usaha telah memanfaatkannya. Ini khususnya dalam hal penambahan jangka waktu untuk notifikasi aksi korporasi seperti merger, akuisisi, dan pengambilalihan saham. Beberapa pemerintah daerah juga aktif berkoordinasi dengan Komisi saat mengeluarkan peraturan atau kebijakan yang berkaitan dengan penanganan pandemi Covid-19. Bahkan, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di daerah melibatkan Komisi melalui kantor wilayah Komisi yang ada di daerah tersebut.
Meskipun pelonggaran dilakukan, penegakan hukum terhadap para pelanggar tetap dilakukan. Komisi telah menangani 31 perkara pada tahun anggaran 2019 dan 36 perkara pada 2020. Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan juga telah merilis data realisasi penerimaan negara bukan pajak dari penegakan hukum persaingan usaha secara berturut-turut adalah Rp 38,56 miliar pada 2019, Rp 37,37 miliar pada 2020, dan Rp 72,67 miliar pada semester I 2021.
Hal ini menunjukkan bahwa Komisi berusaha beradaptasi dan menjaga ritme kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya pada masa pandemi Covid-19. Pelonggaran tetap dilakukan sebagai bagian dari langkah prioritas pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Komisi pada dasarnya mendorong pemerintah daerah dan pelaku usaha memanfaatkan relaksasi penegakan hukum persaingan usaha, tapi dengan catatan bahwa mereka tidak memanfaatkan situasi dalam keadaan darurat ini untuk mendapatkan keuntungan yang berlebihan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo