Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pilkada di tengah pandemi di hampir seluruh daerah berjalan relatif lancar.
Keberhasilan ini tidak dapat dipisahkan dari penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Temuan sejumlah pelanggaran protokol harus diikuti pelacakan lebih jauh.
Sholehudin Zuhri
Analis Hukum KPU RI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun sempat memunculkan kekhawatiran, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) di tengah situasi pandemi pada 9 Desember lalu di hampir semua daerah berjalan relatif lancar. Pemilihan berlangsung di 269 daerah di 9 provinsi, 223 kabupaten, dan 37 kota. Adapun Kabupaten Boven Digoel di Papua terpaksa harus menunda pelaksanaan pilkada karena terdapat sengketa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sama seperti pemilihan umum di Korea Selatan dan Amerika Serikat, keberhasilan pemilihan kepala daerah di tengah situasi pandemi ini juga tidak dapat dipisahkan dari penerapan protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, antusiasme masyarakat tergolong stabil, bahkan di beberapa daerah justru mengalami peningkatan. Prediksi beberapa pihak mengenai turunnya partisipasi pemilih secara umum tidak terjadi, meskipun di beberapa daerah memang terjadi penurunan.
Di Jawa Timur, rata-rata partisipasi pemilih sementara sebesar 70,58 persen atau meningkat 6,63 persen dibanding pemilihan pada 2015. Jawa Tengah juga menunjukkan peningkatan serupa. Sebaliknya, partisipasi pemilih di Kota Surakarta, yang sebesar 70,01 persen, menurun dibanding pemilihan pada 2015 yang sekitar 81 persen.
Namun masih terdapat pelanggaran protokol kesehatan di beberapa tempat pemungutan suara (TPS). Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan beberapa pelanggaran, seperti tidak tersedianya fasilitas cuci tangan dan ada anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara yang positif Covid-19. Temuan ini harus menjadi perhatian semua pihak, terutama lokasi pelanggaran terjadi, sehingga dapat menekan kemungkinan peningkatan jumlah kasus Covid-19 seusai pilkada.
Sejatinya, penyelenggara pilkada telah mengantisipasi sedini mungkin potensi penyebaran Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dari hulu sampai hilir pada semua tahapan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerbitkan peraturan mengenai hal tersebut dan disempurnakan dalam dua kali perubahan.
Aspek keselamatan kesehatan masyarakat dalam pemungutan suara setidaknya tecermin dalam 15 hal baru yang berubah di TPS, seperti pembatasan jumlah maksimal pemilih sebesar 500 pemilih, dari sebelumnya 800, per TPS; pengaturan waktu agar tidak terjadi kerumunan; dan penyemprotan TPS.
Meskipun demikian, potensi kerumunan masyarakat setelah pemungutan, seperti dalam tahap rekapitulasi suara, harus diantisipasi. Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), yang merupakan terobosan baru dalam pelaksanaan pilkada kali ini, harus dapat menjadi alternatif untuk terpenuhinya akses informasi bagi publik.
Namun potensi peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang mungkin ditimbulkan dari pilkada tidak dapat diukur sesaat setelah pencoblosan. Penerapan protokol kesehatan setelah pemilihan harus lebih terukur, bahkan sampai pada mitigasi dampak yang mungkin timbul.
Meskipun Satuan Tugas Penanganan Covid-19 telah merilis tingkat kepatuhan protokol kesehatan pilkada berupa jaga jarak dan pemakaian masker di atas 90 persen, temuan pelanggaran protokol kesehatan oleh Bawaslu harus disikapi secara serius. Basis data Bawaslu dapat menjadi pintu masuk dalam upaya pencegahan lonjakan penyebaran Covid-19, khususnya setelah pemungutan suara. Hal ini penting karena ketersediaan fasilitas penunjang, seperti fasilitas cuci tangan dan pengawas protokol, masih di bawah 50 persen berdasarkan pemantauan Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Pelanggaran itu harus diikuti upaya pengendalian Covid-19 berupa tracing, testing, dan treatment (3T).
Untuk menjamin optimalisasi pengendalian Covid-19 setelah pemungutan suara, penanganannya harus terintegrasi dan tidak hanya berbasis sektoral. Penyelenggara dan pemerintah perlu bekerja sama dalam melakukan 3T. Data pelanggaran Bawaslu disinkronkan dengan data Satgas untuk mencegah potensi transmisi yang lebih luas. Teknologi informasi dimaksimalkan secara masif untuk informasi hasil pilkada, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya tanpa harus berkerumun saat rekapitulasi berlangsung.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo