Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Patgulipat Opini BPK

Komisi antirasuah menangkap pejabat Kementerian Desa dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan. Rapor keuangan diperjualbelikan.

5 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Skandal suap pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan memperlihatkan bobroknya dua pilar negara sekaligus. Main curang untuk menutupi pengelolaan keuangan yang buruk masih dilakukan oleh kementerian, yang berada di barisan lembaga eksekutif. BPK sebagai lembaga tinggi yang mengawal keuangan negara pun semakin kehilangan kredibilitas.

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap dua pejabat BPK yang diduga menerima suap dari Kementerian Desa pada akhir Mei lalu. Mereka adalah auditor utama Ali Sadli dan pejabat eselon I Rochmadi Saptogiri. Dalam penggeledahan, penyidik menyita uang Rp 40 juta dari ruangan Ali. Duit ini diduga merupakan bagian dari komitmen suap Rp 240 juta untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Di ruangan Rochmadi juga ditemukan Rp 1,145 miliar dan US$ 3.000 yang masih ditelusuri asal-usulnya.

Pejabat yang diduga menyuap pun bukan sembarangan. Ia adalah Inspektur Jenderal Kementerian Desa Sugito. Ia ditangkap bersama Jarot Budi Prabowo, pejabat eselon III di kementerian yang sama. Peran Irjen di Kementerian Desa ini sungguh tak wajar. Ia seharusnya justru mengawasi perilaku pejabat kementerian dan bukannya malah terseret dalam perbuatan memalukan.

Komisi antirasuah perlu mengungkap tuntas suap yang berkaitan dengan laporan anggaran kementerian pada 2016 itu. Angka suap diperkirakan lebih dari Rp 240 juta. Boleh jadi, yang terlibat bukan hanya dua pejabat, tapi bisa sampai ke pucuk pimpinan kementerian. Soalnya, opini WTP selama ini dianggap penting bagi setiap kementerian karena menunjukkan prestasi dalam pengelolaan keuangan. Opini BPK juga menjadi pertimbangan Presiden dalam mengalokasikan anggaran tahun berikutnya.

Praktik jual-beli opini BPK itu sudah lama terjadi. Indonesia Corruption Watch mencatat sedikitnya ada 6 kasus suap yang melibatkan 23 auditor BPK dalam 12 tahun terakhir. Di Sulawesi Utara, misalnya, auditor Bahar divonis 5 tahun 6 bulan penjara tahun lalu. Ia didakwa menerima suap Rp 1,6 miliar dari sejumlah kabupaten dan kota di provinsi tersebut. Dua auditor BPK Jawa Barat, Enang Hermawan dan Suharto, juga masuk penjara karena menerima Rp 400 juta dari Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad. Duit suap itu sebagai kompensasi opini WTP Kota Bekasi pada 2009.

BPK perlu memperketat pengawasan auditor agar kasus serupa tak terulang. Penyimpangan sekecil apa pun dalam prosedur pemeriksaan keuangan harus dicegah. Apalagi lembaga tinggi itu memiliki Majelis Kehormatan Kode Etik, yang diisi antara lain oleh kalangan akademikus. Majelis ini bisa memeriksa auditor yang terindikasi nakal.

Daya rusak jual-beli opini BPK itu luar biasa. Publik tak akan percaya lagi terhadap stempel WTP, wajar dengan pengecualian (WDP), ataupun tidak menyatakan pendapat (TMP) sebagai rapor terburuk. Presiden sebaiknya tidak menggunakan opini BPK sebagai tolok ukur prestasi kementerian. Setidaknya perlu alat ukur lain sebelum BPK berhasil membenahi auditor dan meningkatkan kredibilitasnya.

Pembenahan auditor amat mendesak lantaran BPK merupakan lembaga auditor resmi negara menurut amanat konstitusi. Para pejabat pemerintah pun semestinya tak perlu sibuk "membeli" opini BPK. Prestasi tertinggi sebuah kementerian bukan stempel WTP, melainkan kinerja nyata yang bisa dirasakan publik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus