SATU sisi dari Paket 6 Mei - peningkatan investasi - yang baru diumumkan, mempunyal banyak kemirlpan dengan FERA (Foreign Exchange Regulation Act) yang diundangkan India pada 1973. Undang-undang itu menyunat saham asing menjadi 40% untuk setiap perusahaan yang beroperasi di India. Reaksi para perusahaan multinasional yang mempunyai subsidiary di India tentu saja bermacam-macam. IBM, misalnya, mengusulkan agar diperbolehkan membagi operasinya menjadi dua. Yang pertama, tetap dimiliki 100% sahamnya oleh IBM, untuk melakukan kegiatan pemasaran dan fabrikasi barang ekspor. Perusahaan yang kedua, dengan hanya 40% saham IBM dan 60% saham lokal, untuk menyelenggarakan layanan data center di India. Pemerintah India menolak usul itu. IBM lalu memutuskan untuk meninggalkan India karena tidak dapa melanggar corporat policy tentang 100% saham untuk perusahaan yang melakukan fabrikasi alat-alat bermerk IBM. Lagi pula, IBM mengkhawatirkan bahwa dengan menerima syarat pemerintah India itu akan menjadi preseden bagi IBM untuk juga menerima syarat yang sama bila ada negara lain yang menuntut persyaratan serupa. IBM secara konsisten pula meninggalkan Nigeria ketika menghadapi hal yang sama. Bersamaan dengan IBM, Coca-Cola pun meninggalkan India karena tak bersedia menurunkan sahamnya menjadi 40%. Coca Cola, yang sebentar lagi akan merayakan ulang tahun ke-100, terkenal sebagai perusahaan yang paling ketat menjaga resep ramuan minumannya. Sebaliknya, banyak perusahaan multinasional yang justru melihat adanya kesempatan untuk bertumbuh dan melakukan diversifikasi dengan adanya ketentuan dilusi saham itu. Yang kebanyakan dilakukan perusahaan-perusahaan itu biasanya adalah dengan membiarkan nilai absolut sahamnya tetap konstan dan menambahkan keikutsertaan modal lokal. Sehingga modal keseluruhan menjadi dua setengah kali lipat dari modal semula. Ini dilakukan misalnya Ciba-Geigy yang penJualan sahamnya kepada pengusaha dalam negeri telah membuatnya mampu melakukan perluasan pabrik pada 1983. Dengan menurunkan keikutsertaan saham Ciba-Geigy menjadi 40%, perusahaan itu lalu memenuhi syarat untuk diklasifikasikan sebagai perusahaan dalam negeri. (Ini mirip dengan Pakem - Paket 6 Mei - yang menyatakan bahwa PMA yang telah menjual 51% saham kepada masyarakat lewat pasar modal, atau 75% saham kepada mitra nasional, memenuhi persyaratan sebagai PMDN). Keuntungan Ciba-Geigy tidak hanya kemampuan menggenerasi modal untuk mengembangkan usaha, tetapi dengan klasifikasi sebagai perusahaan dalam negeri, ia memperoleh peluang-peluang pasar yang semula tertutup bagi perusahaan multinasional. Bila semula Ciba-Geigy hanya dibolehkan menjual bahan obatnya dalam bulk, kini bisa memasarkan preparat yang nilainya sepuluh kali lipat bulk. Ciba-Geigy pun mendapat izin untuk menggandakan kemampuan produksinya. Akibatnya, ia tak hanya mengandalkan penyerapan pasar dalam negeri, tetapi berkemampuan pula untuk mengekspor produksinya yang dibuat dengan upah buruh murah di India. Perusahaan-perusahaan yang mengecilkan persentase saham itu memang tak perlu kehilangan mayoritasnya. Hindustan Lever, misalnya, menjual sahamnya yang 60% itu kepada 89.000 orang India. Memecah saham baru menjadi traksiyang kecil merupakan cara yang sah digunakan untuk mempertahankan mayoritas pemegang saham terdahulu. Dengan cara itu managerial control dapat tetap dipertahankan bila ada kekhawatiran bahwa pemecahan managerial control akan membuat pengusaha kehilangan daya saing. Apa yang dilakukan Unilever, Ciba-Geigy, dan perusahaan-perusahaan multinasional lainnya di India itu membuktikan kemampuan mereka mengubah adversity menjadi opportunity. Pakem, yang tampaknya masih adem-adem saja disambut para pengusaha, sebetulnya pun memberi peluang yang sama dengan FERA. Nyatanya, sudah terdengar ada sebuah perusahaan perakitan sepeda motor yang ingin menjual 25% sahamnya kepada pemodal asing. Dana yang akan diperoleh dari penjualan saham itu, kabarnya, akan dipakai untuk usaha agribisnis. Itu bagus ! Asal dananya jangan lantas ngumpet di sebuah bank di Swiss. Atau di Cayman Island. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini