Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Pencuri Tamu Tuhan

14 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUGAAN korupsi yang melibatkan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali menunjukkan dengan terang-benderang ketidakberesan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Sidang pengadilan Suryadharma pada hari-hari ini memperlihatkan banyak lubang dalam penyelenggaraan ibadah haji yang bisa dimanfaatkan para pencoleng duit negara.

Karut-marut penyelenggaraan ibadah haji yang sudah berlangsung puluhan tahun itu tak bisa dibiarkan. Pengelolaan dana jemaah haji yang pada 2014 diperkirakan mencapai Rp 73 triliun juga harus segera dibereskan.

Harus diakui bahwa penyelenggaraan ibadah haji semakin baik. Namun keluhan tak juga berkurang karena penanganannya tak pernah tuntas. Pengurusan visa yang terlambat, penginapan yang jauh dan tidak memadai, makanan basi dan telat datang, serta transportasi yang terbatas hanyalah beberapa dari sejumlah keluhan jemaah haji reguler Indonesia.

Penyelenggaraan ibadah haji memang diawasi secara internal oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan secara eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Namun berulangnya berbagai masalah itu jelas menunjukkan bahwa pengawasan internal dan eksternal tersebut tak mampu memperbaiki layanan penyelenggaraan ibadah haji secara signifikan.

Praktek buruk itu bisa terjadi karena ada tumpang-tindih dalam penyelenggaraan ibadah haji. Kementerian Agama menjadi regulator yang mengatur, tapi pada saat yang sama aparat Kementerian Agama menjadi operator ibadah itu. Situasi ini jelas membuka peluang moral hazard. Praktek korupsi dan perkoncoan merebak di setiap lini penyelenggaraan ibadah haji.

Para saksi yang diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkapkan praktek korupsi dan nepotisme dalam pemilihan tempat penginapan serta perusahaan katering yang melayani jemaah di Madinah. Kongkalikong ini melibatkan bukan hanya pejabat dan staf Kementerian Agama, melainkan juga para pejabat pemerintah dari kementerian lain dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Kongkalikong dan tumpang-tindih fungsi Kementerian Agama ini melahirkan pemberian imbal jasa atau kickback. Setiap tahun banyak pejabat negara yang masuk daftar peserta haji-meski giliran mereka belum tiba-dengan hanya berbekal jabatan dan kedekatan dengan penyelenggara.

Untuk membereskan urusan penyelenggaraan ibadah haji, pemerintah harus memisahkan fungsi regulator dan operator. Sebelumnya, pemisahan seperti ini pernah dilakukan di sektor energi dan telekomunikasi. Sebelum Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, Pertamina menjalankan fungsi sebagai regulator dan operator sekaligus. Setelah undang-undang baru diberlakukan, fungsi regulator diserahkan ke Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi?(BPH Migas) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Dalam penyelenggaraan ibadah haji, Kementerian Agama tetap menjalankan fungsi regulator, tapi pelaksananya dapat diserahkan ke badan atau lembaga lain. Dengan pemisahan ini, Kementerian Agama bisa menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Peluang terjadinya conflict of interest juga dapat dihindari.

Undang-Undang Haji Nomor 13 Tahun 2008 harus diamendemen untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan ibadah haji sekaligus mencegah terjadinya korupsi dan nepotisme. Tanpa dua perubahan mendasar itu, kesalahan yang sama akan terus berulang.

Pemerintah juga harus membentuk Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Berdasarkan aturan tersebut, badan ini sudah harus terbentuk sebelum 17 Oktober 2015. BPKH akan beranggotakan unsur pemerintah dan masyarakat.

Pembentukan badan ini semakin urgen karena, selain jumlah jemaah yang sangat besar dan setiap tahun terus bertambah, pengelolaannya dinilai tidak transparan. Pada 2014, dana haji sudah mencapai Rp 73 triliun. Dana haji itu disimpan dalam bentuk deposito dan surat utang pemerintah (sukuk) dengan bunga 5-8 persen. Pada 2015, dana haji paling tidak bisa menghasilkan hampir Rp 4 triliun.

Sayangnya, jemaah haji sebagai penyimpan dana selama ini tidak bisa menikmati secara langsung dana tersebut. Baru pada tahun ini mereka bisa menikmati dalam bentuk pengurangan biaya haji. Badan baru ini diharapkan bisa memperbaiki transparansi pengelolaan dana haji sekaligus pertanggungjawabannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus