Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Penjahat yang melegenda ?

Kusni kasdut mungkin ingin jadi legenda. ia adalah penjahat lain dari yang lain. dia pernah jadi pejuang revolusi dan sudah bertobat ketika di penjara. berbagai tanggapan muncul.

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUSNI Kasdut, di manakah kau?" "Aku di sini," jawab sebuah suara di tengah gelap. Di tengah gelap memang bisa terdengar bermacam-macam suara. Suara rumput lebat yang gusar karena angin. Suara kelelawar lewat dan buah nyamplung yang jatuh di pantai dingin. Suara nyamuk yang garang. Suara katak yang menyelinap. Suara cengkerik. Juga suara bisik-bisik maling kayu hutan dalam perjalanan . . . Maka herankah kau jika dalam gelap bisa terdengar pula suara percakapan antara Kusni dan Kusno Kasdut? "Mengapa kau lari dari penjara, Kusni?" "Karena aku mau membikin sebuah legenda, Kusno." "Legenda? Sejauh itu?" "Tak terlampau jauh. Negeri ini telah lama menunggu sebuah legenda baru. Dan aku telah lama berjalan, dalam kelam yang panjang, untuk memberinya. Aku merampok, aku membunuh. Aku melawan. Aku juga melawan dengan minggat dari bui. Lalu aku nyatakan taubat dan pengakuan dosa. Aku pasang gambar Kristus di atas pintu sel. Orang-orang pun dengan mata bersinar-sinar menyaksikan dari jauh sebuah legenda--sebuah dongeng mengasyikkan tentang penjahat ulung yang tidak cuma itu-itu juga." "Itulah sebabnya kau bersedia jadi tokoh novel biografi, dengan kemungkinan akan dibikin film?" "Persis. " "Kau memang picisan, Kusni--seperti Eddy Sampak. Orang ini juga merampok dan membunuh 6 orang sekaligus, lalu lari, dan berharap kisahnya akan dibuat film seperti cerita Mat Pici." "Eddy Sampak memang picisan. Ia hendak memuaskan imajinasinya sendiri. Aku tidak. Aku rnau memuaskan kehausan orang ramai. Aku tidak meminta. Aku memberi. Aku tahu di balik sengitnya debat tentang politik luar negeri atau iklan bir, orang-orang sakit wasir dan kencing batu menantikan kedatangan legenda seperti kisahku. Sesuatu yang gagah dan galak." "Kau melebih-lebihkan dirimu, Kusni. Atau kau melebih-lebihkan peran orang-Orang yang wasir dan kencing batu." "Oh Kusno yang Kasdut! Katakanlah siapa kini yang membenciku. Sebutkan siapa kini yang mendendam padaku. Mungkin tak lebih dari 10 orang. Bangsa ini pendek ingatan untuk detail. Bukan karena mereka pemaaf atau bodoh, tapi karena mereka sebagian besar terdiri dari anak-anak. Mereka dilahirkan setelah museum kurampok dan nyawa kusabet. Nah, mereka tahu apa?" "Mereka tetap tahu kau penjahat, bukan pahlawan. Ada catatannya." "Tapi serukah hukuman hanya karena catatan dinas? Tak akan punya daya tonjok! Itulah sebabnya orang-orang Iran dan Khomeini tergesa-gesa. Tapi dalam hal aku, tak seorang pun tergesa-gesa menyeretku ke tiang tembak. Maka aku kini hanya Perpanjangan kenangan resmi, orang hukuman yang tak menarik." "Tapi bila kau tertangkap lagi, mungkin tak akan ada yang lebih lama menunggu untuk menembakmu." "Artinya legenda itu akan lengkap dengan seru. Seperti Si Pitung." "Kau bukan Si Pitung, Kusni. Kau tidak membela rakyat kecil. Kau boleh mengatakan kau pejuang revolusi, tapi jangan menyangka bahwa pahlawan masa silam berhak berbuat sekehendak hati kini. Ataukah kau menyangka bahwa perampokan dan pembunuhanmu adalah untuk keadilan?" "Siapa tahu? Dan siapa tahu puIa dulu si Pitung cuma seorang bajingan tengik? Tiap legenda ditafsir menurut keinginan, atau kemengkalan, di suatu zaman. Si Pitung beredar ketika rakyat Betawi digencet tuan tanah. Aku mungkin akan dikenang lebih baik--ketika orang Indonesia mulai merasa bahwa penjara telah jadi nonsens. Bui tak menjelaskan batas si jahat dengan si baik, tak melindungi negeri dari perbuatan kriminil! Dan bila bui telah jadi nonsens, Kusno, maka meloncat dengan gagah dari bui adalah suatu pemberontakan terhadap nonsens!" "Bah! Omongan yang penuh kekasdutan ! " Benarkah? Di dalam gelap, memang bisa terdengar bermacam-macam suara. Juga suara kekasdutan-kekasdutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus