Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tragedi di minggu pagi

Pertunjukan musik yang menampilkan adi bing slamet, iyut dan ira maya sopha atas sponsor pgri sum-ut dengan pt. kamar jaya di stadion teladan, medan, membawa korban beberapa anak tewas terinjak-injak massa. (nas)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR itu menjalar dengan cepat ke seluruh penjuru Medan: beberapa anak tewas terinjak-injak massa ke tika berdesakan ingin menonton pertunjukan Adi Bing Slamet di Stadion Teladan, Minggu siang lalu. Ribuan orang segera membanjiri Stadion Teladan atau Rumah Sakit Umum Pusat dr. Pirngadi mencari anak mereka. Di banyak jalan orang berdiri di sepanjang jalan dengan wajah cemas dan mata mencari-cari. "Tiga orang anak saya ikut juga menonton", ujar Murad yang tinggal di jalan Gurilla sebelum kalang kabut pergi ke Stadion Teladan. Musibah yang hari itu menimpa Medan memang cukup menggetarkan. Sampai Senin malam tercatat 9 anak, murid SD dan SLTP meninggal, 3 luka parah, 23 ringan. Dua di antara korban yang tewas adalah kakak beradik: Sermin boru Sebayang (12 tahun) dan Zubaidah Sebayang (15 tahun). Mereka tewas atau luka dalam tempo 1 jam ketika berdesakan di Stadion Teladan Minggu pagi lalu. Atas sponsor PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Sumatera Utara bekerja sama dengan PT Kamar Jaya, direncanakan acara hiburan Minggu pagi itu dengan mendatangkan Adi Bing Slamet dan adiknya Iyut serta Ira Maya Sopha. Jauh sebelumnya karcis seharga Rp 250 telah diedarkan panitia penyelenggara ke sekolah-sekolah lewat kepala sekolah masing-masing. Penjualan yang disetujui Kakanwil Departemen P & K Sumatera Utara ini dilakukan tidak hanya di Kotamadya Medan, tapi juga sampai Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Lubuk Pakam bahkan sampai kabupaten Tanah Karo. Panitia juga menjual karcis untuk umum Rp 750 sedang undangan VIP warna putih yang seharusnya diedarkan gratis juga dijual panitia dengan harga Rp 1.500. 15 Polisi Sebelum pukul 07.00 pagi itu Stadion Teladan telah dibanjiri penonton. Rencananya pertunjukan akan dimulai jam 10.00. Pintu depan stadion dibuka jam 07.00, penonton segera membeludak memenuhinya. Rombongan demi rombongan, ada yang didampingi oran tua atau guru mereka, makin menjejali stadion berkapasitas 3 5.000 orang itu hingga satu Jam kemudian keadaan sudah tak terkuasai lagi. Tenaga keamanan hanya 15 polisi ditambah barisan Pramuka. Hanya satu pintu stadion yang dibuka hingga stadion bagai tenggelam lautan puluhan ribu bocah yang berdesakan ingin masuk. Ketika diumumkan Adi dan rombongan akan masuk, para penonton cilik ini tidak terkendalikan lagi. Dorong mendorong terjadi dekat pentas. Jam 08.32 pentas sebelah kiri ambruk karena terdorong. Yang berdiri di pinggir pentas terjepit dan ditolong ke pentas sebelahnya. Juga peralatan musik milik band Pyramid Unta diselamatkan ke pentas utuh ini. Sepuluh menit kemudian pentas ini dibongkar sendiri oleh panitia. Panik makin menjadi-jadi. Musibah itupun terjadilah. Mereka yang jatuh terinjak-injak oleh massa yang berteriak, menjerit dan berdesakan ingin keluar. Setelah suasana gawat itu baru 3 pintu sebelah belakang stadion dibuka. Tapi korban sudah berjatuhan. "Panitia harus mempertanggungjawabkan peristiwa kelabu ini", kata Kadapol II Brigjen JFR Montoalu. Jumlah pengunjung diperkirakan lebih 100 ribu orang. Sedang karcis yang dicetak panitia menurut sinyalemen polisi sampai 200 ribu lembar, dan sebagian yang tanpa cap Dinas Pendapatan Kotamadya Medan disita polisi. Yang dianggap bertanggungjawab, Direktur PT Kamar Jaya, Emra Kamaruddin 28 tahun) dan adiknya AA alias Kancil yang merangkap bendahara, menurut polisi kini sudah melarikan diri ke arah Padang, membawa Rp 15 juta. Beberapa anggota Tekab kini sedang disebarkan untuk menuber buronan ini. Tapi Ketua dan Sekretaris PGRI Sumatera Utara, SR Sitohang (48 tahun) dan Nawawi Siregar (45 tahun) kini dalam tahanan. Menurut Kol. Darwo Sugondo, Dantabes Medan dan Sekitarnya, musibah Stadion Teladan ini disebabkan karena arus penonton yang tak terkendalikan lagi. Mengenai tenaga keamanan yang hanya 15 orang itu, "Panitia hanya minta sejumlah itu", katanya pada TEMPO.Setelah timbulnya panik baru tenaga keamanan ditambah menjadi 250 orang, berikut 1 regu Samapta dan 3 mobil pemadam kebakaran. Sebelum pertunjukan, sudah ada ketidakcocokan antara panitia dengan PGRI. Menurut Sitohang, PGRI tidak setuju karcis dijual melebihi kapasitas stadion yang muat 35.000 penonton itu, tapi rupanya Emra Kamaruddin berbeda pendapat. Kerjasama itu dilakukan untuk mencari dana pembangunan sekolah yang dikelola PGRI Sumatera Utara, juga untuk menambah kas organisasi ini. Dalam perjanjian dengan Emra, bekas murid Sitohang sendiri, PGRI akan mendapat bagian keuntungan Rp 1 Juta. Kasihan Oom Apa komentar Eddy Sud yang menjadi Manajer Adi Bing Slamet? Ceritanya pada A. Muthalib dari TEMPO Senin malam lalu: Awal bulan Puasa lalu datang menemuinya Emra Kamaruddin untuk menjajagi kemungkinan menyelenggarakan Show Artis Cilik Ibukota. Karena dikatakan ada kerjasama dengan PGRI Sumatera Utara, oleh Eddy keringanan honor diberikan. "Hampir 50% dari bisnis penuh", ujar Eddy. Perjanjian belum diadakan karena Emra tidak bisa menunjukkan surat dari PGRI Sum-Ut. Baru 21 Agustus lalu Emra datang dengan surat mandat yang diminta. Perjanjian segera ditandatangani. Uang muka diberikan Rp 300.000 untuk Adi dan Iyut sedang Ira Rp 200.000. Dalam perjanjian Adi dan Iyut akan menerima honor Rp 1.250.000 dan Ira Rp 500.000. Tanggal keberangkatan 15 September sore, pulang Minggu 16 September sore. Tiket pesawat terbang diserahkan Emra sendiri 14 September malam. Sesampai di Medan, sisa honor discrahkan Emra di Hotel Danau Toba, tempat rombongan menginap. Minggu pagi, beberapa jam sebelum pertunjukan, mereka diberitahu pihak keamanan terjadi keributan yang membawa korban di stadion. Pihak keamanan menganjurkan rombongan jangan berangkat dulu walau jam petunjukan makin mendekat karena keributan masih berlangsung. Melihat itu Eddy kemudian menganjurkan pada Sitohang agar pertunjukan dibatalkan saja untuk tidak menambah jumlah korban. Kol. Darwo Sugondo yang kemudian ditemui menyetujuinya. Tapi bagaimana mengumumkan pembatalan itu? "Susah juga, mikrofon sudah tidak ada. Kita membubarkan penonton dengan megaphone yang suaranya tertelan keributan", lanjut Eddy yang ikut kc stadion mencek keadaan sambil mencari Emra. Emra tidak ditemukan, konon sdah kabur dengan membawa uang dua koper. "Yang kasihan pihak PGRI Sum-Ut. Pak Sitohang orangnya sportif. Ia menyerahkan diri pada pihak Kepolisian", ujar Eddy. Ketua PGRI ini kabarnya sempat menangis sedih di depan Dantabes. Alhasil pertunjukan batal. Uang honor yang diterima di Medan sudah diserahkan pada Kepolisian sebagai barang bukti. Yang sudah diterima di Jakarta akan dikirimkan setiba di Jakarta. Menurut Eddy, Adi sendiri selama di Medan tak banyak bicara. Ia termenung sepanjang perjalanan pulang ke Jakarta. Cuma sekali ia bilang pada Eddy: "Kasihan, ya Oom".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus