KABAR itu menjalar dengan cepat ke seluruh penjuru Medan:
beberapa anak tewas terinjak-injak massa ke tika berdesakan
ingin menonton pertunjukan Adi Bing Slamet di Stadion Teladan,
Minggu siang lalu. Ribuan orang segera membanjiri Stadion
Teladan atau Rumah Sakit Umum Pusat dr. Pirngadi mencari anak
mereka. Di banyak jalan orang berdiri di sepanjang jalan dengan
wajah cemas dan mata mencari-cari. "Tiga orang anak saya ikut
juga menonton", ujar Murad yang tinggal di jalan Gurilla sebelum
kalang kabut pergi ke Stadion Teladan.
Musibah yang hari itu menimpa Medan memang cukup menggetarkan.
Sampai Senin malam tercatat 9 anak, murid SD dan SLTP meninggal,
3 luka parah, 23 ringan. Dua di antara korban yang tewas adalah
kakak beradik: Sermin boru Sebayang (12 tahun) dan Zubaidah
Sebayang (15 tahun). Mereka tewas atau luka dalam tempo 1 jam
ketika berdesakan di Stadion Teladan Minggu pagi lalu.
Atas sponsor PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Sumatera
Utara bekerja sama dengan PT Kamar Jaya, direncanakan acara
hiburan Minggu pagi itu dengan mendatangkan Adi Bing Slamet dan
adiknya Iyut serta Ira Maya Sopha. Jauh sebelumnya karcis
seharga Rp 250 telah diedarkan panitia penyelenggara ke
sekolah-sekolah lewat kepala sekolah masing-masing. Penjualan
yang disetujui Kakanwil Departemen P & K Sumatera Utara ini
dilakukan tidak hanya di Kotamadya Medan, tapi juga sampai
Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Lubuk Pakam bahkan
sampai kabupaten Tanah Karo. Panitia juga menjual karcis untuk
umum Rp 750 sedang undangan VIP warna putih yang seharusnya
diedarkan gratis juga dijual panitia dengan harga Rp 1.500.
15 Polisi
Sebelum pukul 07.00 pagi itu Stadion Teladan telah dibanjiri
penonton. Rencananya pertunjukan akan dimulai jam 10.00. Pintu
depan stadion dibuka jam 07.00, penonton segera membeludak
memenuhinya. Rombongan demi rombongan, ada yang didampingi oran
tua atau guru mereka, makin menjejali stadion berkapasitas 3
5.000 orang itu hingga satu Jam kemudian keadaan sudah tak
terkuasai lagi. Tenaga keamanan hanya 15 polisi ditambah barisan
Pramuka. Hanya satu pintu stadion yang dibuka hingga stadion
bagai tenggelam lautan puluhan ribu bocah yang berdesakan ingin
masuk.
Ketika diumumkan Adi dan rombongan akan masuk, para penonton
cilik ini tidak terkendalikan lagi. Dorong mendorong terjadi
dekat pentas. Jam 08.32 pentas sebelah kiri ambruk karena
terdorong. Yang berdiri di pinggir pentas terjepit dan ditolong
ke pentas sebelahnya. Juga peralatan musik milik band Pyramid
Unta diselamatkan ke pentas utuh ini. Sepuluh menit kemudian
pentas ini dibongkar sendiri oleh panitia. Panik makin
menjadi-jadi.
Musibah itupun terjadilah. Mereka yang jatuh terinjak-injak oleh
massa yang berteriak, menjerit dan berdesakan ingin keluar.
Setelah suasana gawat itu baru 3 pintu sebelah belakang stadion
dibuka. Tapi korban sudah berjatuhan.
"Panitia harus mempertanggungjawabkan peristiwa kelabu ini",
kata Kadapol II Brigjen JFR Montoalu. Jumlah pengunjung
diperkirakan lebih 100 ribu orang. Sedang karcis yang dicetak
panitia menurut sinyalemen polisi sampai 200 ribu lembar, dan
sebagian yang tanpa cap Dinas Pendapatan Kotamadya Medan disita
polisi.
Yang dianggap bertanggungjawab, Direktur PT Kamar Jaya, Emra
Kamaruddin 28 tahun) dan adiknya AA alias Kancil yang merangkap
bendahara, menurut polisi kini sudah melarikan diri ke arah
Padang, membawa Rp 15 juta. Beberapa anggota Tekab kini sedang
disebarkan untuk menuber buronan ini. Tapi Ketua dan Sekretaris
PGRI Sumatera Utara, SR Sitohang (48 tahun) dan Nawawi Siregar
(45 tahun) kini dalam tahanan.
Menurut Kol. Darwo Sugondo, Dantabes Medan dan Sekitarnya,
musibah Stadion Teladan ini disebabkan karena arus penonton yang
tak terkendalikan lagi. Mengenai tenaga keamanan yang hanya 15
orang itu, "Panitia hanya minta sejumlah itu", katanya pada
TEMPO.Setelah timbulnya panik baru tenaga keamanan ditambah
menjadi 250 orang, berikut 1 regu Samapta dan 3 mobil pemadam
kebakaran.
Sebelum pertunjukan, sudah ada ketidakcocokan antara panitia
dengan PGRI. Menurut Sitohang, PGRI tidak setuju karcis dijual
melebihi kapasitas stadion yang muat 35.000 penonton itu, tapi
rupanya Emra Kamaruddin berbeda pendapat. Kerjasama itu
dilakukan untuk mencari dana pembangunan sekolah yang dikelola
PGRI Sumatera Utara, juga untuk menambah kas organisasi ini.
Dalam perjanjian dengan Emra, bekas murid Sitohang sendiri, PGRI
akan mendapat bagian keuntungan Rp 1 Juta.
Kasihan Oom
Apa komentar Eddy Sud yang menjadi Manajer Adi Bing Slamet?
Ceritanya pada A. Muthalib dari TEMPO Senin malam lalu: Awal
bulan Puasa lalu datang menemuinya Emra Kamaruddin untuk
menjajagi kemungkinan menyelenggarakan Show Artis Cilik Ibukota.
Karena dikatakan ada kerjasama dengan PGRI Sumatera Utara, oleh
Eddy keringanan honor diberikan. "Hampir 50% dari bisnis penuh",
ujar Eddy. Perjanjian belum diadakan karena Emra tidak bisa
menunjukkan surat dari PGRI Sum-Ut.
Baru 21 Agustus lalu Emra datang dengan surat mandat yang
diminta. Perjanjian segera ditandatangani. Uang muka diberikan
Rp 300.000 untuk Adi dan Iyut sedang Ira Rp 200.000. Dalam
perjanjian Adi dan Iyut akan menerima honor Rp 1.250.000 dan Ira
Rp 500.000. Tanggal keberangkatan 15 September sore, pulang
Minggu 16 September sore. Tiket pesawat terbang diserahkan Emra
sendiri 14 September malam.
Sesampai di Medan, sisa honor discrahkan Emra di Hotel Danau
Toba, tempat rombongan menginap. Minggu pagi, beberapa jam
sebelum pertunjukan, mereka diberitahu pihak keamanan terjadi
keributan yang membawa korban di stadion. Pihak keamanan
menganjurkan rombongan jangan berangkat dulu walau jam
petunjukan makin mendekat karena keributan masih berlangsung.
Melihat itu Eddy kemudian menganjurkan pada Sitohang agar
pertunjukan dibatalkan saja untuk tidak menambah jumlah korban.
Kol. Darwo Sugondo yang kemudian ditemui menyetujuinya. Tapi
bagaimana mengumumkan pembatalan itu? "Susah juga, mikrofon
sudah tidak ada. Kita membubarkan penonton dengan megaphone yang
suaranya tertelan keributan", lanjut Eddy yang ikut kc stadion
mencek keadaan sambil mencari Emra.
Emra tidak ditemukan, konon sdah kabur dengan membawa uang dua
koper. "Yang kasihan pihak PGRI Sum-Ut.
Pak Sitohang orangnya sportif. Ia menyerahkan diri pada pihak
Kepolisian", ujar Eddy. Ketua PGRI ini kabarnya sempat menangis
sedih di depan Dantabes.
Alhasil pertunjukan batal. Uang honor yang diterima di Medan
sudah diserahkan pada Kepolisian sebagai barang bukti. Yang
sudah diterima di Jakarta akan dikirimkan setiba di Jakarta.
Menurut Eddy, Adi sendiri selama di Medan tak banyak bicara. Ia
termenung sepanjang perjalanan pulang ke Jakarta. Cuma sekali ia
bilang pada Eddy: "Kasihan, ya Oom".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini