Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Peran laba dalam sistem ekonomi ...

Dalam rangka john diebola lectures, harvard university mengadakan seminar dengan tema "new challenges to the role of profit". bila diproyeksikan ke dalam kerangka ekonomi dunia, peran laba menjadi tidak adil.

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA tanggal 27 dan 28 Pebruari yang lalu, Harvard University menyelenggarakan sebuah seminar dalam rangka John Diebold Lectures, dengan tema New challenges to the role of profit. Ada empat rangkaian ceramah, masing-masing dengan tema The role of profits in a moved economy dengan pembicara utama Paul A. Samuelson, Why profits are challenged dengan pembicara utama Kenneth J. Arrow (kedua orang ini adalah pemenang-pemenang hadiah Nobel), Provits and Capital formation in father economic systems dengan Erick lundberg dari Stockholm School of Economics dan The future of the market system. Yang terakhir ini tidak ada pembicara utamanya, masing-masing panelis diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan ide-idenya secara singkat. Di samping pembicara utama, pada tiap-tiap panel, ada tiga pembicara lain, yang tidak saja diambil dari dunia akademi, tapi juga dari kalangan usaha, misalnya direktur bank, direktur sebuah pabrik kertas, orang dari sebuah kantor akuntan yang ternama dan sebagainya. Begitulah, kita memperoleh nama-nama seperti Eli Shapiro (Travelers Insurance Companies), Peter Temin (MIT), Arthur W. Harri.(International Paper Company), C. Lowell Hariss (Columbia University), Abram Bergson (Harvard University), Guido Carli (bekas gubernur Bank Sentral Italia), Diether H. Hoffman (Bank fur Gemeinwirtschaft), McGeorge Bundy (Presiden Ford Foundation), D. Quinn Mills (Harvad Business Scholl) dan beberapa lainnya lagi. Masalah laba atau profit dipersoalkan di sini karena di Amerika yang menganut sistim ekonomi kapitalis timbul ketidak-puasan yang makin meluas. Keadilan sosial dan ekonomi, setelah duaratus tahun merdeka, masih belum merata. Munculnya RRC dengan sistim ekonomi sosialis yang mengutamakan perataan pendapatan dan bukan pengumpulan modal merupakan tantangan yang kuat bagi pemikir-pemikir ekonomi di sini, terutama di kalangan pemikir-pemikir muda. Persaingan Tak Terjadi Sistim laba yang dikaitkan dengan sistim persaingan bebas dan hak untuk menikmati laba ini secara pribadi, menjelmakan dirinya dan bertarung di dalam sistim pasaran bebas. Masalah yang ada pada dasanya ialah pertentangan antara efisiensi dan keadilan sosial. Laba sebagai perangsang membuat orang bekerja lebih keras supaya menang dalam persaingan. Pengusaha yang tidak efisien akan jatuh, yang efisien akan maju. Kalau mekanisme ekonomi dilepaskan secara bebas ke dalam sistim ini, maka menurut Adam Smith, ada sebuah tangan ajaib yang akan mengatur mekanisme harga yang akan mencegah orang yang serakah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan menaikkan harga barangnya setinggi mungkin. Tapi, sistim laba juga menciptakan ketidak-adilan sosial. Yang kuat akan menjadi makin kuat, yang lemah akan tertinggal dibawah. Pada titik ini, mungkin seseorang akan berkata, tapi ini 'kan sesuai dngan hukum alam, bahwa yang kuat akan nendapatkan lebih dari pada yang lemah. Karena itu, ini cukup adil. Tapi dalam kenyataannya, apa yang disebut persaingan bebas itu tidak terjadi. Di sini kita harus beralih kepada masalah yang oleh para penganut teori-teori ekonomi klasik kurang diperhatikan, yakni hubungan sosial dari faktor faktor produksi. Ahli-ahli ekonomi klasik dan neo-klasik hanya memperhatikan aspek material dari faktor-faktor produksi, yakni mengenai komoditi dan sistim harga atau peran uang di dalam interaksi faktor-faktor ini. Faktor manusia kurang diperhatikan, manusia berperan pasif saja. Manusia hanyalah sistim kebutuhan dan dianggap saja bahwa manusia akan bermain secara jujur dalam usaha memenuhi kebutuhan ini. Kenyataannya tidaklah begitu. Pengusaha-pengusaha yang kuat dalam sistim pasaran bebas ini akan menggunakan segala macam cara untuk mempertahankan posisinya yang menguntungkan -- dari cara ekonomi (persekutuan antara beberapa pengusaha kuat untuk memukul yang lemah jadi tidak bersaing bebas lagi) sampai kepada cara-cara di luar ekonomi (berusaha bergabung dengan kekuatan-kekuatan politik atau penguasa untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas yang membuat saingannya menjadi lebih lemah atau tidak berdaya samasekali). Persaingan bebas di dalam sistim pasaran bebas hanyalah suatu mitos belaka. Untuk memecahkan masalah ini, maka negara-negara Barat lalu mengembangkan sistim ekonomi campuran. Penguasah atau pemerintah mulai mencampuri urusan pasaran bebas ini -- untuk mencegah monopoli dari pengusaha-pengusaha kuat, untuk mengambil sebagian keuntungan dari pengusaha-pengusaha yang kaya untuk kemudian dibagikan kepada orang-orang yang lemah supaya mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya. Kritik terhadap sistim ini tentu saja mengatakan, bahwa asumsi dasarnya salah. Yakni seakan-akan antara penguasa dan pengusaha ada perbedaan tujuan, yang satu memikirkan orang banyak yang lain memikirkan dirinya sendiri. Sampai batas tertentu memang. Tapi pada dasarnya tidak. Kritik ini memang bukan sesuatu yang mustahil, karena bila kita lihat Amerika sekarang, tampak jelas bahwa kendaraan-kendaraan umum seperti bis dan kereta api sangat lemah, akibat kuatnya industri mobil. Orang juga berkata di sini bahwa penelitian untuk memakai tenaga matahari dan atom kurang berkembang, karena para pengusaha-pengusaha minyak menghalang-halanginya. Persoalan lain ialah pertanyaan, kalau keuntungan usaha merupakan perkawinan antara modal dan tenaga kerja mengapa porsi keuntungan lebih banyak pergi kepada modal daripula tenaga kerja. Para panelis dalam seminar ini berpendapat karena adanya faktor risiko -- penanam modal bisa kehilangan modalnya bila usahanya, rugi. Tapi dalam dunia usaha modern, faktor risiko ini sangat kecil, berkat penelitian yang saksama sebelumnya. Tapi tetap saja para pemilik modal, tanpa kerja, menerima lebih banyak dari pada orang-orang yang menjual kerjanya. Bahwa modal dianggap lebih penting daripada kerja, merupakan suatu keputusan politik,' bukan sesuatu yang wajar. Di dalam keputusan ini, terdapat faktor eksploitasi manusia oleh modal. Dalam kata-kata Arrow: "Bagaimana mungkin seorang Rockefeler pada abad ke-l9 mengumpulkan uang sebanyak satu milyard dolar hanya dari kerjanya sendiri dan rajinnya menabung?" Persoalan-persoalan ini menarik. Karena kalau kita proyeksikan ke dalam kerangka ekonomi dunia (yang sayangnya tidak dilakukan di seminar ini), maka sebagai warga dari negara yang taraf ekonominya masih rendah, saya merasakan ketidak-adilan itu. Ekonomi dunia -- adalah suatu pasaran bebas yang besar. Hanya negura-negara kuat yang bisa bersaing di sini. Mereka bahkan tidak bersaing, tapi bergabung supaya lebih kuat, misalnya persekutuan seperti yang terjadi pada MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa). Negara-negara miskin hanya bisa "ikut serta" ke dalam pasafan dunia ini melalui perantaraan negara-negara besar. Negara-negara miskin jadi tergantung kepada negara-negara besar. Dan menghilangkan ketergantungan ini merupakan sesuatu yang mustahil dalam struktur dan sistim ekonomi dunia yang sekarang. Sampai batas-batas tertentu dapat dikatakan, seperti halnya Rockefeler pada abad ke-19, kekayaan negara-negara besar sekarang merupakan hasil eksploitasi terhadap negara-negara miskin. Karena itu Amerika, misalnya berusaha sekuat tenaga untuk menggulingkan rezim Alliande di Chilli. Saya kira bukan saja karena alasan politik Allende = komunis), tapi karena alasan-alasan ekonomi juga (Allende mengembangkan sistim ekonomi yang nasionalistis yang menutup kesempatan untuk negara-negara asing beroperasi secara berarti di dalamnya) Tidak usah jadi komunis untuk bisa berkata bahwa neo-imperialisme belum mati. Seminar ini tidak menyimpulkan apa-apa, tapi dia merangsang kita berfikir lebih lanjut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus