Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Debat calon wakil presiden yang digelar pada Jumat malam lalu berlangsung seru. Perbincangan pasti lebih seru lagi pada hari-hari ini. Semua pendukung setiap calon saling berlomba menyatakan calonnyalah yang paling unggul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi apakah penting dan perlu ada wakil presiden? Tentu saja. Ini amanat konstitusi. Sudah ada sejak Undang-Undang Dasar 1945 dilahirkan. Jadi bukan hasil amendemen. Ada dalam Pasal 4 ayat 2 di Bab III: Kekuasaan Pemerintahan Negara. Bunyinya: Dalam melakukan kewajibannya, presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penekanannya adalah “presiden dibantu” dan oleh “satu orang wakil presiden”. Saat membentuk UUD 1945, para anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berdebat soal berapa banyak wakil presiden. Berkembang usul ada dua wakil presiden, tapi akhirnya diputuskan hanya ada satu orang. Adapun apa yang perlu dibantu oleh wakil presiden tidak diatur sama sekali. Dari 16 pasal dalam Bab III itu, tak ada satu pasal pun yang menyebutkan tugas wakil presiden. Ketika UUD diamendemen sampai empat kali, muncul tambahan pasal bernomor 6A, 7A, 7B, dan 7C. Juga tak mengatur apa tugas wakil presiden.
Kalau presiden merasa bisa mengerjakan sendiri tugas-tugas kenegaraan, ya, wakil presiden nyaris tak diperlukan. Karena itu, ada istilah wakil presiden tak ubahnya ban serep. Hanya digunakan saat terpaksa. Apa keterpaksaan itu? Ada dalam Pasal 8 UUD 1945 yang intinya, jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama masa jabatannya, wakil presiden yang menggantikannya.
Namun sampai kini belum pernah ada presiden yang tidak dapat melakukan kewajibannya karena mangkat. Yang terjadi, presiden mengundurkan diri karena desakan rakyat, seperti Soeharto, dan Wakil Presiden B.J. Habibie menggantikannya. Juga ada presiden yang dimakzulkan, seperti Abdurrahman Wahid, lalu digantikan oleh Megawati, yang saat itu wakil presiden. Adapun dari Sukarno ke Soeharto masih agak remang-remang, apakah ini penyerahan kekuasaan secara sukarela atau kudeta terselubung. Maklum, Surat Perintah 11 Maret dari Sukarno ke Soeharto tidak ditemukan aslinya.
Lewat amendemen UUD 1945, syarat untuk memberhentikan presiden itu sangatlah rumit. Harus melibatkan Mahkamah Konstitusi, yang saat UUD 1945 dirumuskan, mahkamah itu belum ada. Jadi kekhawatiran lebih besar adalah presiden mangkat. Dan itu dihubung-hubungkan dengan kondisi kesehatan Prabowo Subianto, yang terlihat tidak senormal orang sehat. Kekhawatiran yang sesungguhnya berlebihan. Hidup dan mati seseorang adalah misteri Tuhan. Lagi pula orang beradab tak akan mendoakan seseorang cepat meninggal. Nah, kenapa Prabowo memilih Gibran Rakabuming Raka sebagai ban serep? Jawabannya sampai saat ini adalah Gibran itu simbol Joko Widodo, ayahnya yang presiden saat ini.
Ternyata, dalam debat pada Jumat malam lalu, Gibran bisa mengimbangi dua calon wakil presiden lainnya. Bahwa dia diduga aktif mempersiapkan diri, termasuk menghafal, tidak ada yang salah. Justru hal itu menjadi keharusan. Jangan-jangan dua calon lawannya justru lalai mempersiapkan diri karena merasa di atas angin. Lalu apa kekhawatiran soal Gibran? Ya, masalah cacat konstitusi dan melanggar etik. Gibran, yang seharusnya tak cukup umur, menjadi calon wakil presiden dipaksakan dengan mengubah Undang-Undang tentang Pemilu yang dilakukan Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya. Seumur hidup, republik cacat ini akan tercatat dalam sejarah hitam konstitusi.
Bagaimana seandainya Prabowo-Gibran memenangi pemilu dan memimpin negeri ini? Lalu andai kata lagi Prabowo berhalangan tetap dan Gibran naik menggantikannya? Kita akan punya presiden yang lahir dari cara-cara yang tidak benar. Jadi wakil presiden itu, meski tugasnya hanya “pembantu presiden”, harus tetap dipersiapkan tanpa menabrak konstitusi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo